Sebenarnya tulisan ini hampir banyak diungkap oleh para penulis, blogger juga content creator. Alasannya, mereka selalu menjadi sasaran kesangsian dari orang-orang disekitarnya, akibat tak pernah terlihat bekerja namun masih bisa hidup. Seandainya ini terjadi di masa lalu, mungkin mereka sudah disangka hidup dengan cara ngepet. Duh!
Bagaimana tidak? Sebagian besar dari kita pasti berpikir bahwa bekerja adalah dari rumah ke tempat kerja, disanalah kita akan "pantas" disebut bekerja. Itulah mengapa, jika ada orang yang banyak mendekam di rumah disangka libur atau malah dianggap pengangguran.
Sebentar, kalau mereka pengangguran, bagaimana bisa mereka tetap beli sarapan, mampir ke warung hingga beli pulsa?
Akhirnya, ada juga orang-orang yang tidak tahan mengunci rasa penasarannya. Pertanyaan pun muncul, "Mas, kok di rumah aja? Ngapain?"
Awalnya berat untuk mengatakan, "Saya kerja, buk!"
Jawaban paling ringan adalah, "Mumpung bisa di rumah, jadi ya di rumah aja."
Namun, sayangnya jawaban itu justru bagaikan bom waktu di kesempatan lain. Karena, pertanyaan lain lebih pedas, "Mas, masih lama liburnya?"
Disinilah akhirnya jawaban pamungkas muncul, walau juga harus dijelaskan. "Saya kerja buk. Kerjanya di rumah, nulis. Kalau gak percaya, cari di Google, nanti ibu tau ada nama saya di sana."
Ada cerita dari seorang ilustrator yang karya gambarnya hampir menyerupai level Marvel maupun DC Comics. Setiap hari dia mengaku jarang sekali keluar dari rumahnya. Bahkan, tetangganya banyak mengira dia sudah kembali ke tempat lain atau ikut orang tuanya.
Hal ini dikarenakan aktivitasnya sangat jarang untuk keluar dari rumah. Bahkan, saat hendak berbelanja keperluan sehari-hari, terkadang dia malas untuk ke warung atau tempat yang menjual keperluan tersebut.
Kisah semacam ini sering dialami oleh mereka yang bekerja di dunia kesenian, khususnya di seni tulis dan lukis. Namun, masyarakat tak pernah menyadari bahwa mereka selalu bekerja meski terlihat di rumah saja. Bahkan, masyarakat juga mungkin tak menyadari bahwa peran mereka sangat besar terhadap negeri ini selayaknya para pekerja lain yang juga sudah pantas membayar pajak.
Meski mereka jarang terendus pendapatannya, namun sebenarnya mereka juga bisa berbicara banyak soal kesejahteraan. Hanya, yang paling penting dalam proses kreatif mereka adalah hasil karya yang dapat diketahui oleh orang lain, sedangkan pendapatan seharusnya tak perlu ada yang tahu.
Seseorang yang bisa dihargai tidak lagi hanya ketika orang itu mengenakan seragam warna khaki atau batik biru, melainkan juga orang-orang yang hanya keluar dengan celana training dan kaos oblong yang sesekali ditambal dengan jaket ketika malam lebih dingin dari biasanya.
Jadi, sebelum ada kebijakan work from home, sebenarnya sudah banyak orang yang bekerja di rumah. Karena mereka memang sudah tidak lagi butuh kantor atau keluar dari rumah untuk berkreasi. Di rumah saja mereka sudah dapat memberikan manfaat kepada orang lain, dan tentunya mengumpulkan pundi-pundi untuk tabungan masa depan.
Selamat bekerja di rumah, rekan-rekan kreatif!
Malang, 6-7 April 2020
Deddy Husein S.
Baca artikel lainnya:
Coba Tengok Mereka Yang Tidak WFH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H