Ada yang perlu diperhatikan dari keputusan UEFA terkait polemik yang terjadi di kompetisi sepak bola akibat badai corona saat ini. Setelah Liga Turki yang awalnya bandel, lalu memutuskan jeda, praktis kompetisi sepak bola di Eropa tinggal Belarusia yang (sepertinya) masih tergelar.
Hal ini kemudian membuat banyak pihak dilema. Ada yang ingin dilanjutkan, ada yang ingin dihentikan saja. Toh, konsentrasi dunia saat ini adalah memulihkan kondisi global dari serangan corona. Siapa yang peduli dengan sepak bola?
Lagi pula, siapa yang ingin melihat corona semakin merajalela karena sepak bola? Siapa juga yang ingin melihat para idola di lapangan bertumbangan karena corona?
Tidak ada. Ini yang kemudian diyakini oleh beberapa pihak yang mengkhawatirkan nasib figur sepak bola, jika kompetisi masih berlangsung di tengah badai covid-19.
Hingga akhirnya, ada yang menginisiasi sebuah keputusan terkait situasi di dalam kompetisi sepak bola, yaitu Liga Pro Jupiler Belgia.
Kompetisi dari negerinya Eden Hazard, Romelu Lukaku, dan Jan Vertonghen itu akhirnya dihentikan dan pemenang kompetisinya adalah Club Brugge (Kompas.com). Ada banyak faktor yang melingkupi keputusan ini tentunya. Apa saja?
Kedua, terjadi peningkatan statistik korban corona di Belgia. Terbukti, ada sekitar 11.000 lebih kasus per 31 Maret 2020 (Kompas.com), dan pastinya ini masih berubah seiring berjalannya hari. Tentu ini tidak menyenangkan bagi para pelaku sepak bola di Belgia. Apakah mereka dapat fokus bermain dengan keadaan seperti itu?
Ketiga, setiap kompetisi domestik pasti memiliki pengaruh dan kemampuan yang berbeda terhadap sepak bola secara regional maupun global.
Di sini, bukan berarti kapasitas Liga Pro Jupiler dianggap sebelah mata, namun jika dibandingkan dengan Premier League (Inggris), La Liga (Spanyol), Serie A (Italia), dan Bundesliga (Jerman), pesona liga Belgia belum setara dengan kompetisi tersebut.