Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ibu Restui Anaknya Tidak Mudik Tahun Ini

1 April 2020   11:52 Diperbarui: 2 April 2020   09:53 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena corona sangat perlu dilawan, dan sebisa mungkin kita lebih cepat dari corona saat menemukan solusi sebelum corona memiliki cara lain untuk menyerang kita. Itulah mengapa ketika setiap daerah mulai tercatat sebagai zona kuning dan merah, kita perlu meningkatkan kewaspadaan. "Sedia payung sebelum hujan".

Sekiranya itu yang dapat dilandaskan pada imbauan untuk tidak mudik. Karena arus mudik tentu akan menjadi media "surga" bagi corona untuk berkembangbiak. Lalu, apakah ini akan membuat terputusnya tali silaturahmi dan renggangnya kerekatan antara orangtua dan anak?

Jawabannya jelas tidak. Apalagi jika antara orangtua dan anak sangat memahami situasi saat ini. Beruntung, hal ini juga terjadi pada penulis yang memiliki orangtua yang melek informasi alias tidak konservatif.

Bahkan, sebelum imbauan tidak mudik marak tersiar di berbagai media massa, orangtua penulis sudah menyarankan untuk tidak mudik. Hal ini tentu melegakan sekaligus membanggakan bagi penulis, apalagi jika hal ini memiliki dasar logikanya.

Ilustrasi zona merah di wilayah Jatim yang masih dapat berubah-ubah. | Gambar: Detik.com
Ilustrasi zona merah di wilayah Jatim yang masih dapat berubah-ubah. | Gambar: Detik.com
Betul, wilayah selatan Jawa Timur sampai hari ini (1/4) sudah didominasi oleh zona merah. Tentunya termasuk Malang yang sebenarnya dihuni penulis. Namun, tidak ke mana-mana justru menjadi keputusan lebih baik daripada memaksa untuk keluar dan malah memberikan bahaya bagi warga dan tetangga di sekitar saat mudik.

Artinya, kesadaran individu sangat penting di sini. Optimis saja tidak cukup jika tidak dibuktikan. Apakah rasa optimis harus dibuktikan dengan menerjang medan perang lalu mati di sana?

Kalau mati sendiri, tidak apa-apa, tapi jika mengajak orang lain, bagaimana?

Selain itu, dewasa ini rasa heroik semacam itu tentu sudah luntur dari darah kita. Wong perut keroncongan saja sudah gelisah, apalagi harus menghadapi gejolak di medan perang.

Gambaran ini tentu bukan lelucon. Karena, menghadapi virus corona sebenarnya seperti berperang. Hanya nahasnya, kita tidak tahu wujudnya dan ini membuat kita bisa saja kalah tanpa melihat siapa yang mengalahkan kita, dan bagaimana dia bisa mengalahkan kita.

Tentu, kita tidak bisa asal tuduh orang di sekitar kita, bukan?

Statistik per Maret 2020. | Gambar: Tempo.co
Statistik per Maret 2020. | Gambar: Tempo.co
Itulah mengapa mengisolasi diri sendiri sebisa mungkin dilakukan. Bagaimana jika kita tak bisa melakukannya? Misalnya kita masih harus bekerja atau berdagang. Dua aktivitas ini memang saat ini sangat kompleks perhitungannya. Mengingat tidak semua pekerjaan dapat dilakukan di rumah. Begitu pula jika kita adalah pedagang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun