Karena corona sangat perlu dilawan, dan sebisa mungkin kita lebih cepat dari corona saat menemukan solusi sebelum corona memiliki cara lain untuk menyerang kita. Itulah mengapa ketika setiap daerah mulai tercatat sebagai zona kuning dan merah, kita perlu meningkatkan kewaspadaan. "Sedia payung sebelum hujan".
Sekiranya itu yang dapat dilandaskan pada imbauan untuk tidak mudik. Karena arus mudik tentu akan menjadi media "surga" bagi corona untuk berkembangbiak. Lalu, apakah ini akan membuat terputusnya tali silaturahmi dan renggangnya kerekatan antara orangtua dan anak?
Jawabannya jelas tidak. Apalagi jika antara orangtua dan anak sangat memahami situasi saat ini. Beruntung, hal ini juga terjadi pada penulis yang memiliki orangtua yang melek informasi alias tidak konservatif.
Bahkan, sebelum imbauan tidak mudik marak tersiar di berbagai media massa, orangtua penulis sudah menyarankan untuk tidak mudik. Hal ini tentu melegakan sekaligus membanggakan bagi penulis, apalagi jika hal ini memiliki dasar logikanya.
Artinya, kesadaran individu sangat penting di sini. Optimis saja tidak cukup jika tidak dibuktikan. Apakah rasa optimis harus dibuktikan dengan menerjang medan perang lalu mati di sana?
Kalau mati sendiri, tidak apa-apa, tapi jika mengajak orang lain, bagaimana?
Selain itu, dewasa ini rasa heroik semacam itu tentu sudah luntur dari darah kita. Wong perut keroncongan saja sudah gelisah, apalagi harus menghadapi gejolak di medan perang.
Gambaran ini tentu bukan lelucon. Karena, menghadapi virus corona sebenarnya seperti berperang. Hanya nahasnya, kita tidak tahu wujudnya dan ini membuat kita bisa saja kalah tanpa melihat siapa yang mengalahkan kita, dan bagaimana dia bisa mengalahkan kita.
Tentu, kita tidak bisa asal tuduh orang di sekitar kita, bukan?