Padahal masih belum larut malam, dan biasanya mereka buka sampai pukul 22.00 WIB. Bahkan, ada yang sengaja buka sampai dini hari. Namun, hal ini tak lagi terjadi dan baru dialami penulis.
Melihat keadaan semacam itu, akhirnya penulis segera berinisiatif memesan belanjaan dari aplikasi. Awalnya, penulis tidak merasakan keanehan. Apalagi suatu keuntungan adalah si driver ada di lokasi yang terpilih.
Tetapi, dugaan itu meleset. Hingga penulis semakin heran ketika si deliver semakin jauh dari lokasi. Ada apa ini? Apakah Malang sudah menerapkan jam malam?
Akhirnya pertanyaan itu terjawab. Menurut si driver itu, sekarang aktivitas berbelanja dibatasi sampai pukul 20.00 WIB. Mereka tidak bisa melebihi batas itu, karena server komputer diputus dari pusat. Duh!
Melihat situasi itu, penulis bimbang. Antara cancel lalu pesan esok hari atau tidak. Hal ini dikarenakan penulis juga kasihan dengan si driver yang semakin jauh dari lokasi seharusnya. Secara ego pemesan, penulis tentu ingin berhenti saja. Toh, jika memang situasinya demikian, lebih baik besok saja belanjanya.
Hal ini akhirnya dipertegas oleh penuturan si deliver ketika sampai di lokasi penulis, "eman mas kalau di-cancel. Banyak tadi yang cancel...". Ya, hidup memang sangat berat (ketika ada persaingan), penuh risiko (ketika ada konsekuensi berat dan bencana), dan sulit ditebak (kapan naik-turunnya siklus). Siapa yang bisa menebak kejayaan ojol menjadi limbung seperti saat ini?
Bahkan, para konvensionalis juga tak akan mendoakannya sedemikian rupa. Karena, kita sama-sama tahu bahwa motif kita untuk hidup adalah bertahan hidup, walau harus ada yang untung dan ada yang rugi. Termasuk para ojol yang kini juga merasakan perjuangan yang dialami oleh sopir angkot, taksi, dan ojek pangkalan saat itu.
Semoga badai corona segera berlalu dan kehidupan kembali seperti semula atau lebih baik. Soal siapa yang akan lebih beruntung dan siapa yang masih dan malah makin merugi, tidak ada yang tahu.
Malang, 31 Maret 2020
Deddy Husein S.