Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rezeki Seret, Kini Para Ojol Berjuang Menghindari Cancel

31 Maret 2020   13:06 Diperbarui: 31 Maret 2020   19:02 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Angkot adalah media transportasi dalam kota yang sering diandalkan masyarakat untuk menunjang mobilitas. | Gambar: Kabarkampus.com

Hal ini yang sepertinya menjadi tangkapan bagi penyedia jasa online tersebut. Bagaimana tidak, Anda diperlakukan seperti pembeli satu-satunya dalam transaksi tersebut. Begitu pula ketika Anda ingin segera cepat sampai tujuan. Memilih kendaraan roda dua tanpa Anda yang menyetir adalah suatu keuntungan.

Begitu juga ketika Anda ingin sedikit privat atau sedang membawa banyak barang, mungkin sepulang dari perjalanan antar kota, maka memilih kendaraan roda empat juga tepat. Meski sedikit mahal dari angkot yang anggap saja berukuran sama, namun jika dibandingkan dengan taksi, tarifnya sangat jauh berbeda.

Kesamaan dengan taksi, kita dapat diantar sampai tepat tujuan. Namun biayanya yang berbeda. Sedangkan angkot, kita tidak seratus persen tepat di tujuan, namun biayanya lebih murah. Dari sini kita bisa melihat bahwa keberadaan layanan online tersebut berada di tengah-tengah opsi yang sebelumnya sudah ada. Tinggal keputusan kita yang menentukan sesuai kebutuhan.

Namun, secara jujur, siapa yang pernah memprediksi jika para ojol tersebut baik yang roda dua maupun roda empat akan mengalami keterpurukan seperti yang dirasakan para "konvensionalis"?

Sulit untuk memprediksi hal itu terjadi, karena kepraktisan, tarif murah, dan layanan spesial, semua ada di aplikasi tersebut. Artinya, jika faktor persaingan bisnis, sulit untuk menghentikan laju mereka kecuali jika sama-sama bergerak dengan sistem yang sama. Namun, tanpa persaingan bisnis, nyatanya nasib para driver online itu akhirnya juga mirip dengan yang dialami para sesepuhnya.

Akibat virus corona, lalu-lintas penggunaan jasa online tersebut juga menurun seiring dengan kebijakan WFH dari pemerintah pusat. Meski, mereka masih berharap ada rejeki, itu tidak lagi berpatokan pada jasa jemput-antar customer, melainkan jasa beli-antar barang alias delivery.

Situasi ini terjadi dan dialami oleh penulis ketika hendak berbelanja bahan makanan untuk sarapan esok hari (hari ini/31 Maret 2020). Sudah menjadi kebiasaan bagi penulis ketika memulai hari adalah langsung beraktivitas tanpa harus keluar sejenak untuk membeli sarapan di warung.

Minimal ada bahan makanan/minuman instan untuk sarapan seperti roti tawar, susu, atau sereal. Ini adalah hal biasa bagi penulis yang sedikit malas untuk keluar hanya untuk membeli sarapan. Kecuali jika sedang di kampung halaman. Bertemu dengan orang dan sedikit bertegur-sapa dengan tetangga cukup menarik.

Ketika masih aktif kuliah (ada jam kelas), biasanya penulis menyempatkan untuk setidaknya sarapan seperti tadi--walau seringkali tidak sarapan--dan langsung berangkat. Berhubung tidak ada orang lain yang dapat menyiapkan itu, maka penulis selalu menyempatkan waktu di malam sebelumnya untuk berbelanja agar esoknya tinggal masak air dan seduh.

Itu pun tidak sering, karena pasti bisa menyetok minimal untuk tiga hari, dan hal ini masih dilakukan ketika corona dan WFH muncul di negeri ini. Alasannya, karena mencari bahan-bahan tadi sebenarnya masih bisa dipenuhi dari toko kelontong di sekitar perkampungan penulis.

Namun, nahasnya tadi malam (30/3) sekitar pukul 21.00 WIB, situasi di perkampungan terlihat lebih sepi dari sebelumnya. Bukan karena makin minimnya lalu-lalang kendaraan pribadi dan ojol, namun karena toko-toko kelontong semuanya tutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun