Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Duh, Aku Bosan dengan Corona!

29 Maret 2020   11:57 Diperbarui: 29 Maret 2020   12:36 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi chatting. | Genpi.co

Dari ketiga alasan itu, kita mulai sadar bahwa pembicaraan tentang corona semakin menyita perhatian dan terus digaungkan oleh masyarakat kapan saja. Maklum, saat ini aktivitas kita semakin besar di rumah, sehingga intensitas untuk melihat ponsel dan chatting-ria semakin meningkat.

Jadi, siapa yang bisa menghindari topik tentang corona? Bahkan, bisa saja saat ngobrol dengan gebetan, yang dibahas juga corona. "Kamu baik-baik aja, kan sayang?"

Kini kita melaju ke pertanyaan kedua yang akan dijawab dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

Pertama, karena diantara kita ternyata memang ada orang-orang yang memiliki tingkat paranoid yang tinggi. Memang, alasan masuk akalnya adalah "ini upaya pencegahan dan waspada". Tetapi, tanpa disadari, sebenarnya itu bagian dari tanda bahwa kita juga memiliki potensi untuk paranoid.

Sekecil apapun paranoid itu, kita bisa saja memaklumi. Karena memang situasi saat ini seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa corona "come closer, and come closer" dari waktu ke waktu. Kita bahkan tak bisa memprediksi akan bebas kapan dari jeratan bayang-bayang virus tersebut.

Termasuk bagaimana kita membayangkan tradisi mudik hari raya ketika momen itu semakin dekat, namun angka kematian dan pasien corona semakin meningkat. Sungguh tak bisa dibayangkan, dan kita pun semakin jengah dengan situasi tersebut. "Jadi, kenapa masih membahas corona?!"

Ok, daripada semakin emosi, kita lanjut ke alasan kedua, yaitu masih adanya orang-orang yang berisiko terkena corona. Tentu ini tidak bermaksud memprediksi dan menakut-nakuti. Tetapi, memang fakta di lapangan, masih banyak pekerja yang tidak work from home (WFH).

Hal ini tentu membuat kita semakin tidak nyaman saat mengetahui obrolan di grup dan personal chat terus-menerus membahas corona. Bagaimana bisa kita menjadi positive thinking saat diri kita saja masih berada di kawah candradimuka.

Alasan ini tentu masuk akal, karena seperti alasan pertama. Efek kewaspadaan tingkat tinggi membuat kita semakin tidak nyaman, dan berpeluang besar untuk stress. Wong yang "hanya" sekolah saja sudah ngeluh bosan di rumah saja dan tidak dapat uang jajan, apalagi bagi yang sudah bekerja dan daya jelajahnya luas. Tentu ini akan membuat rasa tidak aman semakin menebal, dan ini patut dihindari, bukan?

Alasan ketiga, membahas corona seperti membahas politik. Sebagian dari kita biasanya tidak menyukai konten-konten dan topik pembicaraan tentang politik. Padahal, ketika kita hidup, kita sudah langsung berhadapan dengan politik.

Politik rumah tangga dari adanya Kepala Keluarga (ayah/ibu) dan anggota KK (anak), lalu di sekolah kita harus mengenal adanya status Kepala Sekolah, Guru, Wali Kelas, Ketua Kelas, Ketua Osis, dan lainnya. Apakah itu bukan politik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun