Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liverpool Juga Bisa Kehabisan Bensin

12 Maret 2020   07:46 Diperbarui: 13 Maret 2020   09:09 3298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
James Milner setelah pertandingan Liverpool vs Manchester City | sumber: AFP via Kompas.com

Memang kekalahan Liverpool yang sekaligus membuat mereka tersingkir dari Liga Champions terasa sulit dipercaya. Bahkan, bagi penonton bola netral pun (tak mengidolai Liverpool atau Atletico Madrid) hasil leg kedua di Anfield dini hari tadi (12/3) adalah di luar prediksi.

Faktor utamanya karena Liverpool diyakini pasti bisa comeback di kandang sendiri, apalagi "hanya" kalah agregat 0-1. Jika bercermin pada musim lalu, mereka mampu membalikkan keadaan yang bahkan awalnya dianggap mission impossible---mengalahkan Barcelona.

Namun, kini mission impossible justru dimiliki oleh Atletico, dan mereka dapat menuntaskannya dengan kemenangan 2-3 atas Liverpool. Luar biasa!

Hasil ini membuat Diego Simeone tak lagi mengalami kegagalan seperti saat bertemu Juventus di musim lalu. Mereka yang awalnya mampu unggul agregat karena faktor leg pertama di kandang, justru kalah di leg kedua saat melawat ke Allianz Stadium.

Memang benar, sepak bola seringkali menunjukkan realitas sosial kepada kita bahwa begitulah yang nama hidup. Kemarin di bawah, sekarang di atas, besok tidak ada yang tahu.

Begitu pula yang terjadi pada Liverpool. Mereka musim kemarin sedang berada di atas. Bahkan tanpa gelar Premier League---finish kedua, Jordan Henderson dkk. tetap patut disebut berada di atas dengan trofi Liga Champions.

Sedangkan musim ini mereka memang masih patut disebut berada di atas, namun tidak untuk di Liga Champions. Karena di sini adalah arena untuk membuktikan siapa klub terbaik di Eropa yang harus diwujudkan dengan berpacu sampai garis finish.

Hal ini membedakan antara Liga Champions dengan kompetisi domestik yang biasanya masih dapat menghadirkan klub-klub "Cinderella". Sedangkan di Liga Champions, sulit untuk menemukan klub kejutan yang mampu meraih trofi Si Kuping Besar selepas FC Porto (2004) dan Chelsea (2012).

Bahkan, ketika Liverpool dianggap mengejutkan karena berhasil menyingkirkan Barcelona pun pada akhirnya The Reds menjadi favorit untuk juara dibandingkan Ajax, apalagi Tottenham Hotspur. Artinya, pemenang Liga Champions biasanya sudah mendapat "restu" dari publik untuk menjadi jawaranya.

Situasi ini yang kemudian membuat Liverpool semakin dijagokan untuk kembali juara, karena di musim ini mereka tampil luar biasa dengan rentetan kemenangannya. Atletico pun terlihat mengakui hal itu.

Terbukti, secara permainan mereka menempatkan diri mereka sebagai yang "terdominasi" dari permainan Liverpool. Koke dkk. sudah menunjukkannya di leg pertama, meski mereka bermain di kandang.

Pemandangan itu pun terulang di Anfield, dan membuat publik semakin yakin bahwa Liverpool-lah yang pantas lolos ke perempat final. Apalagi ketika Wijnaldum mencetak gol. Firmino mencetak gol pula di babak tambahan waktu. Membuat Liverpool membalikkan agregat menjadi 2-1.

Liverpudlian pun siap memulai pesta road to "Final". Namun, situasi menjadi rumit ketika Liverpool langsung menurunkan tempo, bermain di belakang dan membiarkan pemain Atletico yang segelintir berada di area pertahanan Liverpool tersebut untuk membuka asa.

Kesalahan passing atau clearance Adrian menjadi awal mula. Begitu pula dengan kegagalan blocking dari pemain belakang Liverpool untuk mencegah gawang mereka dari kebobolan.

Liverpool akhirnya kebobolan gol tandang oleh tendangan luar kotak penalti Marcos Llorente, 2-1. Kedudukan yang sangat berbahaya, karena Atletico memiliki gol tandang.

Namun, Liverpool yang diharapkan mampu menjauhkan keunggulan justru kembali kebobolan. Lagi-lagi oleh Llorente. Skor menjadi 2-2 dan membuat Atletico merubah skenario.

Kini Atletico lebih favorit menang, sedangkan Liverpool mulai menggunakan jimat-jimat keberuntungannya dari bangku cadangan. Ada Divock Origi dan Fabinho. Disusul adanya Takumi Minamino yang sedang sulit beradaptasi dengan permainan Liverpool pasca terbajak dari Salzburg.

Jurgen Klopp pun semakin terlihat tidak realistis. Karena cenderung memaksa pemain-pemain starting line-up-nya untuk bermain maksimal walau sebenarnya nyaris deadlock.

Roberto Firmino memang mampu mencetak gol, namun di mana dia saat 90 menit waktu normal? Begitu pula dengan Sadio Mane dan Mohamed Salah yang jarang melakukan manuver berbahaya dan sulit melakukan tendangan on target, khususnya di babak kedua.

Padahal jika mereka mampu melakukannya, tentu hasilnya dapat berbeda. Memang itu bukan sepenuhnya salah mereka. Rasa frustrasi memang wajar terjadi ketika menghadapi lawan yang sangat fokus untuk bertahan.

Namun, inilah yang membuat Klopp seperti takut untuk membuat perubahan. Dia membiarkan para pemainnya mulai merasakan frustrasi, bukan penasaran.

Sedikit berbeda dengan Diego Simeone yang secara berkala membuat perubahan, sesuai dengan kebutuhan timnya di lapangan saat melihat situasi permainan. Bahkan, ketika Liverpool semakin sulit menembus pertahanan Atletico, Simeone memasukkan Vrsaljko dan Gimenez untuk menambah kekuatan di lini belakang.

Menariknya, ini menjadi simbol bahwa orientasi Atletico semakin mengincar serangan balik. Sesuatu yang bisa menjadi celah dalam menembus pertahanan Liverpool mengingat semua pemain Liverpool maju, termasuk Virgil van Dijk.

Terbukti, akhirnya hukuman untuk Liverpool hadir di babak akhir tambahan waktu dengan gol yang dilesakkan Alvaro Morata. Liverpool 2-3 Atletico.

Sebuah hasil yang pada akhirnya menunjukkan bahwa Liverpool semakin mudah diprediksi. Mereka juga tidak memiliki alternatif maupun keberanian dalam mengambil risiko dengan segera memainkan pemain baru dan merubah cara bermain.

The Anfield Gank juga semakin tertunduk lesu karena mereka mulai mudah terlihat kesulitan ketika menghadapi tim yang benar-benar fokus bertahan seperti Atletico Madrid. Suatu fakta yang menariknya dulu diperagakan oleh Liverpool kala berhadapan dengan tim yang lebih dianggap favorit untuk menang, seperti Real Madrid dan Barcelona.

Namun, sebenarnya fakta kekalahan ini juga tidak sepenuhnya kejutan jika kita menengok perjalanan Liverpool di Liga Champions musim ini. Mereka sudah beberapa kali terindikasi sulit menang dengan mudah atas lawan-lawannya.

Terbukti, mereka nyaris dikalahkan RB Salzburg di Anfield saat fase grup. Begitu pula saat bertandang ke San Paolo, markas Napoli, dengan hasil imbang.

Artinya, Liverpool memang sudah memperlihatkan tanda-tanda akan sulit menang. Namun, semua lawannya perlu waktu. Mereka perlu menunggu saat di mana Liverpool mulai kehabisan bensin.

Bahkan ketika trio FIRMANSAH ada di lapangan, mereka tidak lagi menjamin seratus persen kemenangan untuk Liverpool. Nahasnya, kejadian itu benar-benar terjadi di fase 16 besar ini.

Sungguh perjalanan yang terlalu singkat bagi sang juara bertahan. Mereka akhirnya mengikuti jejak Real Madrid yang tersingkir di fase yang sama ketika masih menyandang status juara bertahan di musim lalu.

Hanya, Real Madrid pernah menjadi juara back to back atau meraih tiga gelar Liga Champions beruntun, dan membuat El Real sampai sejauh ini masih menjadi satu-satunya klub yang memiliki catatan istimewa tersebut di era modern. Sedangkan Liverpool harus merasakan kutukan juara bertahan yang pasti gagal kembali ke final.

Semangat bekerja kembali Liverpool! Musim ini memang khusus untuk merayakan juara Premier League saja---selain Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antarklub yang menjadi pesta awal musim.

Malang, 12 Maret 2020
Deddy Husein S.

Berita terkait: Kompas.com, Indosport.com 1, Indosport.com 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun