"...jreng
We're damsels, damsels, and juveniles
Jreng...
Always, running from pretty crimes
Jreng...
And with you, I don't feel alone anymore..."
"jreng, jreng, jreng, jreng, jreng! Who we are..."
D-day!
Akhirnya aku tahu bahwa penampilan kami adalah untuk Dies Natalis kampus. Sebenarnya aku sangat gugup. Karena, ini adalah acara besar. Tapi, bagaimana lagi? Udah terlanjur latihan dan memberikan kepercayaan pada mereka bahwa aku bisa, walau masih maba.
Aku tidak bisa menggambarkan secara detil jalannya acara itu, yang terpenting aku sudah merasa melihat mereka seperti memahami pesan yang kami sampaikan melalui lagu Andrea Turk itu.
Meski awalnya mereka kurang familiar, tapi karena lagu itu memang sangat bagus, maka dengan segera terlihat respon positif dari tangan dan kepala mereka. Bahkan, beberapa orang terlihat sudah mulai mengikuti lirik dari apa yang dinyanyikan Mbak Chyntia.
Sejak itu, aku semakin menyukai setiap proses bermusik di Rumah Muzix. Memang beragam kisah terjadi selama setahun lebih. Tidak hanya karena Mbak Chyntia yang tetap ramah, juga ketika aku dapat belajar bermusik dengan Mas Andrew.
Sejak dirinya sembuh, aku dapat langsung bertemu dengannya. Ternyata dia sosok yang low profile dan mendorong aku untuk tak hanya mengikuti gaya yang dimiliki Rumah Muzix, namun juga dapat menunjukkan gaya yang kusukai.
"Buat dirimu nyaman dengan gaya bermusikmu, Jok. Rumah Muzix tidak mengekang selera bermusikmu kok. Kemarin mungkin kamu harus belajar musik-musik yang disukai Chyntia, tapi sekarang kamu harus bisa mengenalkan apa yang kamu sukai."
Sejak pertemuan itu, aku pun sudah nggak bisa lagi dikatakan santuy. Ya bagaimana bisa santuy, wong aku sudah harus bisa membuktikan bahwa aku tidak lagi hanya nggih-nggih kepanggih, tapi juga harus bisa warah-winarah ke orang lain.
"Tidak ada orang yang hanya jalan masbro. Pasti sampeyan ya pernah lari kan?"
"Iya sih mas, tapi saya kadang merasa belum sempurna."
"Sempurna itu bukan sampeyan yang ngerasain, tapi orang lain. Orang yang percaya kalau sampeyan itu bisa seperti yang dikatakan senior sampeyan itu."
"Lhawong saya aja belajar ke dia mas, masa dia nganggep saya sempurna?"
"Bukan sempurna ketika sampeyan saja yang berusaha mas. Tapi sempurna kalau orang di sekitar sampeyan juga berusaha."
Hm.., semakin hari aku merasa semua orang semakin berat kata-katanya termasuk Mas Bayu. Entah apa yang dimakan Mas Bayu akhir-akhir ini. Apakah dia mulai ingin menjadi motivator permusikan seperti para motivator creative writing yang semakin banyak itu?