Jika dibandingkan dengan basket, voli, apalagi sepak bola dan balap MotoGP, masyarakat Indonesia kurang menggandrungi olahraga tenis. Ditambah secara sejarah, Indonesia tidak sebegitu eksis seperti olahraga raket lainnya, badminton atau di Indonesia disebut bulutangkis.
Olahraga itu bahkan menjadi "wajah" Indonesia termasuk Asia. Badminton menjadi ajang berbicaranya orang Asia karena sampai sejauh ini tidak banyak negara Eropa dan benua lainnya yang dapat mencongkel kekuatan negara-negara Asia termasuk Indonesia di kejuaraan badminton dunia.
Namun, sayangnya di bidang tenis Indonesia jarang melahirkan pemain-pemain yang konsisten hingga jenjang dewasa. Jikalau ada petenis yang cukup moncer saat ini dialah Aldila Sutjiadi. Namanya mulai lebih dikenal karena ada perhelatan cabang olahraga tenis di Asian Games 2018 dan dirinya adalah wakil di tunggal putri Indonesia sekaligus dikenal juga sebagai duet ganda campuran bersama Cristopher Rungkat.
Selain Aldila, ada Priska Madelyn Nugroho yang masih berusia 16 tahun dan diprediksi masih memiliki jalan panjang untuk mencapai titik profesional tertinggi. Meski terkesan berat, namun dengan usia yang belasan dan mulai adanya pembenahan di Pelti, ada harapan bahwa karir Priska akan lebih baik dari para pendahulunya.
Meski masih belum besar, namun semua diawali dari langkah "kecil" itu. Tidak ada yang bisa langsung mencapai titik tertinggi, dan harapannya Priska serta Indonesia akan semakin mengembangkan prestasi olahraga peraketan Indonesia yang tidak lagi berpatokan pada badminton namun juga tenis.
Jika berbicara tenis, tentu kita selalu mengenal nama-nama petenis top dunia seperti Roger Federer, Novak Djokovic, hingga nama veteran Rafael Nadal. Nadal bahkan terlihat seperti Michael Schumacher, Michael Jordan, dan Kobe Bryant, karena namanya dapat dikenal oleh orang-orang yang tidak perlu mengenal olahraga tenis sebaik olahraga lainnya (mis. sepak bola).
Ada faktor menarik yang membuat olahraga tenis ini spesial di mata dunia, yaitu karena olahraga ini terlihat sangat berimbang antara atlet laki-laki dengan perempuan dalam hal adu gengsi (non-lapangan) dan prestasi (di lapangan). Terbukti, masyarakat Indonesia sangat mengenal Venus Williams, Ana Ivanovic, Simona Halep, hingga dua petenis yang sering "diduelkan" oleh media massa, Serena Williams dan Maria Sharapova.
Khusus untuk Maria Sharapova, petenis asal Rusia itu selalu menjadi incaran media massa internasional dan Indonesia. Hal ini dikarenakan dirinya selalu dapat menghadirkan berita-berita menarik dan tidak selalu berkutat tentang tenis.
Gambaran ini sedikit berbeda dengan Serena Williams yang menjadi pemilik 23 gelar Grand Slam yang membuat dirinya sangat superior dan pastinya akan terasa menarik jika berbicara prestasi dibandingkan gengsi di luar lapangan. Sedangkan Maria dapat memberikan kabar-kabar non-sport seperti saat dirinya menjadi model pemotretan maupun saat berinteraksi dengan selebriti papan atas di Hollywood.
Ini yang membuat nama Maria sekilas lebih populer dibandingkan Serena. Padahal secara prestasi Maria bahkan tidak lebih baik dari Venus yang memiliki 7 gelar Grand Slam. Namun, seperti halnya Nadal, Schumi, Jordan, dan Bryant, Maria dapat dikenal oleh masyarakat dunia tanpa harus menggilai olahraga tenis.
Maria tentu mengetahui potensinya sendiri, ditambah dengan fakta bahwa dirinya adalah salah satu petenis yang sangat ngotot terhadap karirnya walau banyak hal tidak baik yang pernah menimpanya. Ini membuat para petenis muda tentu patut belajar dari sosok seperti Maria.
Siapa tahu dengan karakter semacam itu dirinya dapat mendidik dan mengorbitkan para petenis muda khususnya petenis putri untuk tidak kalah pamornya dengan para petenis putra. Bahkan, untuk negara-negara Asia seperti Indonesia seharusnya sangat membutuhkan mentor-mentor tenis eks juara dunia seperti Maria Yuryevna Sharapova.
Jadi, akankah Maria Sharapova ingin menjadi pelatih tenis atau mencoba peruntungannya sebagai selebriti di Hollywood? Hm.., patut dinantikan kelanjutan kisahnya. Semoga dirinya tetap melahirkan banyak inspirasi kepada para penggemarnya.
Terima kasih atas perjalananmu yang sering eksis di halaman koran-koran saat itu.
Malang, 27 Februari 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Sportsnet.ca, Kompas.com, Biography.com, Detik.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H