Namun, perubahan pola transfer yang dilakukan oleh klub-klub di Liga 1 masih tidak sepenuhnya seperti apa yang dilakukan Persija dan PSM. Mereka masih dapat menggunakan cara lama ketika mereka tidak ingin mengeluarkan banyak uang, khususnya untuk pemain domestik.
Berbeda ceritanya jika mereka ingin merekrut pemain asing yang belum pernah bermain di Liga 1, maka mereka harus melalui tiga cara; menebus harga pemain dari klub lamanya, melakukan peminjaman pemain, hingga mencari pemain yang sudah free agent. Biasanya cara ketigalah yang dilakukan oleh klub-klub Indonesia.
Harga ini jelas sangat mahal, mengingat dana operasional sebuah klub untuk mengarungi satu musim kompetisi tidak lebih dari 50 milyar rupiah (sekitar Rp 40 M) jika berpatokan pada apa yang disampaikan Yeyen Tumena pada 2019 lalu. (Bola.com) Artinya, sebuah klub di sini tidak mungkin menghabiskan dana operasionalnya hanya untuk seorang pemain.
Hal ini sangat mempengaruhi nilai kontrak si pemain yang pastinya tidak semahal pemain-pemain yang masih di Eropa. Itulah mengapa pemain yang didatangkan adalah pemain yang sudah berada di Asia ataupun masih di benua asalnya, Amerika Selatan atau Afrika.
Indonesia sangat gemar mendatangkan pemain asal dua benua tersebut. Hal ini dikarenakan nilai pasarnya tidak terlalu tinggi. Namun, jika si pemain mampu menunjukkan kualitas terbaiknya dan cepat padu dengan permainan tim, maka harga yang lebih mahal dari pemain domestik dapat ditebus secara sukarela.
Dari fakta bursa transfer di musim ini, dan eksplorasi data harga yang semakin transparan di situs seperti Transfermarkt, masyarakat Indonesia mulai tahu bahwa Liga 1 mulai berjalan ke arah yang seharusnya. Ini hanya faktor pertama dari tanda-tanda perbaikan kompetisi kebanggaan masyarakat penikmat bola nasional.
Selanjutnya kita melihat segi persiapan tim di pramusim. Kita tentu sudah tahu bahwa turnamen pramusim Piala Presiden absen di tahun ini. Namun, absennya turnamen yang biasanya diikuti sekitar 20 klub itu justru memberikan keuntungan bagi klub di Indonesia. Mengapa?
Baca juga: Tidak Ada Piala Presiden, Piala Gubernur Jatim Pun Jadi