Sehingga, hasil makanan mereka yang mengandung protein akan membentuk struktur tubuh. Yaitu dimulai dari penguatan tulang hingga ke pengisian kantong-kantong lemak yang menjadi seperti yang kita lihat pada perempuan-perempuan yang semakin malas gerak.
Hal ini juga bisa terjadi pada laki-laki jika efek dari kontrasepsi yang dimasukkan ke tubuh mereka dapat mengacaukan sistem di dalam tubuh. Jika perempuan gemuk semakin tak menarik bagi laki-laki, karena cenderung lamban.Â
Bagaimana dengan laki-laki? Bukankah mereka perlu terlihat bertenaga dan gesit seperti yang seharusnya?
Inilah yang patut dipertanyakan ketika kontrasepsi mulai diprediksi hadir untuk laki-laki. Harapannya kehadiran kontrasepsi bagi laki-laki tidak menyugesti mereka untuk harus menggunakan atau mengonsumsinya. Melainkan hanya memberikan pilihan bagi mereka ketika mereka memang sangat membutuhkannya.
Apalagi jika keberadaan kontrasepsi memberikan efek samping pada tubuh mereka termasuk obesitas dan menurunnya libido, maka disharmonisasi juga dapat muncul. Karena, salah satu perekat harmonisasi antara suami dengan istrinya adalah melalui hubungan seksual.
Jika kemudian banyak laki-laki yang berusia produktif ataupun yang bakal menjalani pubertas kedua/paruh baya kehilangan libidonya, maka ada konsekuensi yang buruk bagi mereka. Seperti stress dan kehilangan daya tarik bagi lawan jenisnya.
Inilah yang patut dipertimbangkan dari keberadaan kontrasepsi bagi laki-laki. Di samping adanya dampak positif yang diharapkan, kehadiran setiap solusi selalu pada akhirnya menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang dapat menjadi permasalahan baru.
Salah satunya seperti penurunan angka kelahiran yang ekstrim. Jika seluruh laki-laki di Indonesia mulai menggunakan kontrasepsi dan menemukan dampak "positifnya", yaitu tidak menghamili dan tetap memiliki libido normal, maka ada kemungkinan bagi mereka untuk sengaja menggunakan kontrasepsi di usia produktif.
Artinya, akan ada banyak generasi muda yang memilih tak memiliki anak namun tetap dapat berhubungan badan. Jika hal ini terjadi secara masif, maka dapat menyebabkan Indonesia krisis regenerasi.
Contohnya seperti di negara Jepang. Mereka memang tidak diisukan dengan kontrasepsi, melainkan perubahan orientasi hidup. Hal inilah yang kemudian dapat pula mengincar pikiran masyarakat di Indonesia, khususnya laki-laki.
Bisa saja dengan adanya kontrasepsi untuk laki-laki, mereka dapat merubah orientasi hidupnya, yang awalnya harus memiliki anak sebagai simbol pertanggungjawaban saat berhubungan badan dengan istrinya. Kini, mereka dapat berprinsip untuk hidup berdua cukup atau hanya perlu memiliki anak satu.