Jika melihat secara statistik permainan (terlampir di bawah), Liverpool unggul segalanya. Kecuali soal jumlah tendangan yang mana Spurs dapat melesakkan 14 tendangan, sedangkan Liverpool "hanya" 13. Soal torehan ini, bisa dikatakan wajar Spurs dapat melakukannya.
Karena, dengan pola bermain oportunis, tujuan sebuah tim dalam menyerang adalah menendang bola ke gawang lawan, tidak peduli apakah itu harus on target atau tidak. Karena, dengan keberhasilan mereka meneror pertahanan lawan, itu sudah cukup. Agar lawan tetap menaruh waspada terhadap permainan.
Namun, yang menjadi permasalahan tentu efektivitas permainan. Apalagi, mereka bermain di kandang sendiri. tentu keinginan menang harus diutamakan meski lawannya adalah tim unggulan. Liverpool jelas diunggulkan, namun Spurs seharusnya dapat melakukan inisiatif yang banyak.
Karena, lagi-lagi keberadaan Mou dan pengalamannya mengamati permainan lawan melalui profesi sebagai pundit sebelumnya seharusnya dapat memberikan dia metode yang tepat untuk menjungkalkan Liverpool. Jika dirinya yang pragmatis gagal mengalahkan Liverpool, siapa lagi yang mampu melakukannya?
Pertanyaan ini jelas pantas dilayangkan ke Mourinho. Karena, dengan filosofinya yang kuat dan materi pemain Spurs yang setidaknya (dianggap) lebih baik dari Everton, harus dapat berbuat banyak.
Termasuk dengan status pertandingan itu yang menempatkan Spurs sebagai tuan rumah. Maka, inisiatif permainan seharusnya dapat diambil oleh Spurs setidaknya setidaknya di babak pertama.
Lalu, apakah itu artinya Mou gagal menerapkan taktik dan analisisnya?
Namun, dengan permainan yang sedikit "cantik" ala Mou itu, justru membuat Liverpool lebih leluasa untuk mengolah alur bola dari segala penjuru, dan itu adalah faktor keduanya. Yaitu, Klopp sudah menyiapkan cara untuk membongkar permainan sebuah tim dengan pelatihnya (Mourinho) yang dikenal pragmatis.