Sebelum kembali ke London untuk melatih Tottenham Hotspur, Jose Mourinho pernah menjadi manajer Manchester United. Namun, karirnya harus tercoreng karena dianggap gagal di Old Trafford meski berhasil memberikan gelar Liga Eropa.
Pasca perannya digusur dan digantikan oleh Ole Gunnar Solskjaer, dirinya harus rela beralih profesi sejenak sebagai pundit bola, dan ketika Man. United harus bertemu dengan Liverpool di lanjutan pekan Liga Inggris (Premier League) Mou sempat memberikan argumentasinya terhadap keberhasilan eks klubnya menahan imbang skuad asuhan Jurgen Klopp.
Menurutnya, sebuah tim yang ingin mengalahkan Liverpool harus mampu menerapkan zona bertahan yang rapat dan di bawah (dekat dengan kotak penalti sendiri). Pola ini memang dilakukan oleh Man. United dan dianggap menjadi salah satu alasan terhadap keberhasilan The Red Devils merepotkan Liverpool. (Okezone.com)
Atas pendapatnya tersebut, publik pun menantikan keberhasilannya dalam penerapan taktik yang mana dia salah satu pelatih yang gemar bermain oportunis. Namun, ada satu hal yang dilupakan oleh Mourinho ketika melihat pertandingan derbi merah tersebut.
Yaitu, keberhasilan Man. United dalam menahan imbang Liverpool bukan pada kemampuan mereka bermain bertahan di bawah. Justru karena mereka bermain agresif di babak pertama dan membuat permainan Liverpool tidak berkembang di paruh pertama. (Tempo.co)
Melalui permainan itu pula, Man. United mampu unggul 1-0 dan membuat Liverpool berada dalam tekanan. Mereka harus segera mengejar ketertinggalan. Barulah di babak kedua mereka berhasil mewujudkannya dan itu karena pertahanan Man. United mulai turun, tidak seperti di babak pertama yang semua pemain garis pertama dan kedua menerapkan taktik high pressing.
Artinya, tim seperti Liverpool justru akan "keenakan" ketika melihat tim yang menunggu, bukan tim yang berani keluar menekan penguasaan bola Mohamed Salah dkk. Jika para pemain Man. United melakukan apa yang mereka lakukan di babak pertama, tentu Liverpool dapat dikalahkan.
Namun, celah ini justru terlewati oleh analisis seorang pelatih kawakan seperti Mourinho. Bahkan, seorang pundit bola Indonesia Justinus Lhaksana (dapat ditonton di channel Youtube-nya) mampu menemukan hal itu, dan terbukti tim yang mampu bermain agresif akan merepotkan permainan Liverpool. Seperti ketika mereka disulitkan oleh RB Salzburg di Liga Champions.
Termasuk ketika Arsenal berhasil menang dari Man. United (2-0) karena mereka menerapkan taktik high press, bukan menunggu di bawah. Terbukti dengan permainan yang sedemikian rupa, sebuah tim akan memiliki peluang untuk memukul lawannya dengan serangan kilat dan akurat.
Kembali lagi ke Mourinho dan Liverpool. Karena dirinya kini sudah menjadi manajer kembali di Premier League, maka dirinya juga dapat kesempatan untuk berduel dengan Liverpool. Bersama Spurs, Mou harus beradu taktik dengan Jurgen Klopp. Siapa yang menang?
Tentu saja Liverpool. Dengan segala keberuntungan ataupun sematan lainnya kepada The Reds, mereka tetaplah yang paling berhak menang. Mengapa?