Selain itu, nama turnamennya pun diminta untuk dirubah dengan nama yang lebih "netral" alias tidak ada embel-embel "Djarum".Â
Permintaan (dari KPAI) ini jelas ditolak oleh pihak Djarum, bahkan secara logika orang yang sudah banyak belajar -sekalipun tidak di bidang bisnis dan manajemen- pasti rata-rata mereka akan berpikir bahwa keberadaan label sponsor pada sebuah turnamen itu adalah suatu kewajaran.
Contohnya seperti Liga 1 yang setiap tahun diberikan embel-embel berbeda, dari Gojek, Gojek-Traveloka, sampai sekarang adalah Shopee, dan semua orang tidak lagi mempermasalahkannya.Â
Toh, di luar negeri juga demikian. Piala Liga di Inggris juga namanya berganti-ganti, sesuai sponsor utamanya (Carling Cup hingga Carabao Cup). Begitu pula dengan nama Barclays Premier League yang merujuk pada brand sponsor utama Barclays.
Inilah yang membuat logika atau argumentasi KPAI terhadap turnamen bulutangkis anak-anak itu patut dipertanyakan. Karena, mereka terkesan melangkahi hak dari pihak swasta yang itu sangat menggelikan. Sudahkah mereka belajar atau setidaknya bekerja sama dengan perusahaan swasta? Jika sudah, mengapa masih lebay?
Istilah lebay ini memang pada akhirnya harus muncul, karena ini cukup memalukan. Apa yang terjadi ini menunjukkan bahwa pihak KPAI tidak menghargai kerja sama yang win-win solution. Apalagi ini berkaitan dengan sponsor utama -yang biasanya punya hak lebih besar daripada pihak/sponsor lain.Â
"Kelucuan" ini yang membuat kita seperti melihat bahwa pengalaman sponsorship pihak KPAI masih kurang bagus. Kalaupun bagus, mereka cenderung mencoba mengaitkan bidang profesionalitas dengan bidang kemanusiaan, alih-alih kesejahteraan.
Masyarakat Indonesia tidak selamanya butuh praktik kemanusiaan yang salah satunya berwujud pada kedok penyelamatan anak-anak dari media promosi produk dewasa.Â
Mengapa? Karena, masyarakat Indonesia (seharusnya) sudah cerdas. Melalui perkembangan dunia digital masa kini, masyarakat dapat memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan, termasuk informasi tentang kerja sama dengan rekan sponsor.
Di sini kita dapat melihat bahwa KPAI mencoba mencampur-adukkan antara sudut pandang profesional dengan sudut pandang kompromi (keinginan untuk saling legowo).Â
Sedangkan di kacamata pihak swasta, apalagi perusahaan legendaris seperti PT. Djarum, tentunya mereka memiliki prinsip kerja yang jelas dan tegas.Â