Pengaruh kehidupan orang Jawa ini juga dapat dipelajari oleh masyarakat yang bukan orang Jawa. Bisa disebabkan dari cara mereka datang ke Jawa ataupun dengan cara mereka mengikuti perkembangan kehidupan orang Jawa yang terekspos di televisi (dulu) ataupun media sosial (sekarang).
Dari faktor di atas (transmigrasi orang Jawa ke luar Jawa dan orang luar Jawa ke Jawa), maka Indonesia tidak akan pernah sepenuhnya dapat menghindari konflik yang didasari pada perbedaan, khususnya yang menyangkut RSBA. Meski tidak dipungkiri juga bahwa konflik yang dapat timbul ke permukaan itu adalah konflik kepentingan antar pihak tertentu (organisasi/komunitas).
Konflik atas dasar kepentingan terselubung inilah yang sebenarnya membuat pergesekan akan menjadi lebih pelik. Karena, mereka yang terlibat akan lebih mengutamakan ego keberhasilan dalam menjatuhkan pihak lain dibandingkan menyelamatkan harga diri.Â
Harga diri tidak harus berupaya teriakan merdeka untuk dirinya sendiri namun harga diri dapat ditunjukkan dengan keberhasilan dalam melakukan beberapa hal seperti berikut:
Pertama, sebagai orang pendatang, hal pertama yang perlu dilakukan adalah pengamatan. Proses ini dapat dilakukan dengan interaksi langsung (muncul praktik komunikasi dua arah) ataupun dengan hanya ikut di kegiatan-kegiatan terbuka tanpa harus menjadi pihak yang "terlihat". Dari proses pengamatan inilah, kita yang bukan orang "pribumi" akan memperoleh bekal untuk beradaptasi.
Kedua, tidak terpaku pada komunitas ataupun orang-orang yang satu daerah asal. Contohnya adalah mengikuti orda ketika menjadi mahasiswa. Memang, cukup wajar bagi para pendatang (termasuk mahasiswa) ingin berada di tempat yang dikelilingi oleh orang-orang yang "sama". Namun, berada di lingkaran ini hanya akan membuat perpindahan kita ke tempat baru menjadi cukup sia-sia.
Karena, dengan berada di dekat orang-orang yang sama dengan kita akan membuat kita tetap berada di zona nyaman. Kita tidak akan memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri maupun membuat tempat yang baru menjadi sedikit sesuai dengan keinginan kita. Kita juga tidak akan terlatih untuk menghadapi perbedaan, karena kita hanya berpindah tempat saja tanpa diiringi dengan proses membuka mindset.
Padahal praktik transmigrasi (kelompok) ataupun perpindahan perorangan itu juga diperlukan untuk melatih diri dengan menerima dan memperkenalkan perbedaan.Â
Apabila kita hanya berpindah untuk kembali berada di lingkungan yang nyaris sama dengan asal kita -dengan keberadaan tetangga" dari daerah yang sama- itu menjadi suatu kesia-siaan.
Cara ketiga adalah tidak banyak bertingkah (negatif). Sebenarnya ini dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok. Namun, ketika kita sudah berada di zona nyaman bersama kelompok kita yang sama (sebagai pendatang) akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan ketika sendiri (terpisah dari kelompok/komunitas sedaerah).
Jika kepercayaan diri ini dijadikan sebagai sebab untuk berbuat onar, maka yang terjadi adalah perseteruan. Perseteruan yang ditunggangi perbedaan identitas (RSBA) itulah yang kemudian dapat merujuk pada tindakan rasisme. Hal ini sama seperti ketika kita nakal di sekolah/kampung bermain, lalu yang menjadi bahan olok-olok adalah orangtua kita.