Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Saya Rangking Berapa?

2 Juli 2019   07:21 Diperbarui: 2 Juli 2019   07:24 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi pembagian raport lainnya. (Sdkgadingserpong.bpkpenaburjakarta.or.id)

Apalagi penghapusan sistem ranking sudah diberlakukan sekitar 2010-an awal ataupun 2000-an akhir (silakan dikoreksi bagi yang lebih mengetahui detilnya). Sehingga, pertanyaan ini seharusnya sudah sangat tidak relevan dan sebaiknya harus dihindari daripada mendapatkan 'ceramah' dari guru -yang ditujukan murni kepada orangtua-orangtua yang seharusnya lebih dewasa dalam menyikapi atmosfer pendidikan saat ini.

Pembagian raport kini tak lagi hanya mengundang orangtuanya namun juga beserta siswanya. (Sditalkahfi.sch.id)
Pembagian raport kini tak lagi hanya mengundang orangtuanya namun juga beserta siswanya. (Sditalkahfi.sch.id)


Secara ideal, penghapusan sistem ranking akan membuat persaingan tidak akan sebesar zaman dulu. Meski tak dipungkiri bahwa persaingan itu pasti dan selalu ada. Namun, dengan ketiadaan sistem ranking, membuat beban bersekolah si anak tidak begitu berat. Mereka harus lebih fokus dalam mengembangkan kemampuan, bukan hanya mengejar label ataupun simbol. 

Ranking hanya akan membuat para siswa mengejar simbol (angka), sedangkan kepastian terhadap kemampuannya secara murni belum tentu tercapai. Betul? Mungkin betul, namun, penulis tidak ingin menguatkan pernyataan ini -dengan statement penegasan lain- agar tidak menyinggung perasaan pembaca.

Jika merujuk pada kebiasaan orangtua penulis ketika sedang momen pembagian raport -di beberapa kesempatan ada penulis juga. Biasanya, yang ditanyakan oleh orangtua adalah "apakah anak saya nakal?" Pertanyaan ini menurut penulis lebih menarik untuk dijadikan pertanyaan bagi orangtua kepada guru, dibandingkan menanyakan tentang ranking.

Ketika orangtua menanyakan tentang kenakalan anak, maka, orangtua lebih peduli tentang perkembangan sifat dan sikap anak, dibandingkan hanya sekadar mengetahui tingkat kepintarannya yang belum tentu dibarengi oleh sikap yang baik dari si anak. Hal ini yang biasanya membuat si anak lebih berpikir untuk bagaimana menjadi anak yang baik untuk gurunya dibandingkan menjadi anak yang pintar namun bersikap tidak sopan kepada guru.

Hal ini pula yang masih diingat oleh penulis dan membuat penulis selalu memaafkan para guru yang pernah menghukum penulis ketika penulis sedang tidak bersikap baik terhadap mereka. Bagi penulis, hal semacam ini yang seharusnya ditanamkan oleh orangtua kepada anaknya, alih-alih menginginkan ranking tertinggi.

Jadi, apakah masih ada pertanyaan, "berapa ranking anak saya?"

Tulungagung, 25 Juni-2 Juli 2019
Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun