Awalnya isu yang berkembang di meja bursa pelatih Juventus selain Maurizio Sarri adalah Josep 'Pep' Guardiola. Bahkan, nama Antonio Conte juga dikaitkan dengan Juventus. Namun, Conte sudah lebih dahulu memastikan kerjasamanya dengan klub rival, Inter Milan. Sedangkan Juventus masih melakukan PDKT dengan Sarri yang ternyata menuai pro-kontra.
Maklum, Sarri adalah mantan pelatih Napoli yang dalam beberapa tahun terakhir sangat konsisten berada di tiga dan dua besar Serie A. Apalagi Sarri juga merupakan orang asli Naples (Napoli). Sehingga, publik Italia -khususnya Napoli- merasa jika Sarri tidak akan mungkin bergabung ke Juventus.
Namun, sepakbola dewasa ini sudah seperti bisnis dan politik. Karena, sepakbola juga dijalankan dengan profesionalitas seperti dua bidang tersebut. Sehingga, tidak ada yang tidak mungkin di dalam sepakbola jika itu berdasarkan profesionalitas bukan sekadar subjektivitas (terbatas) ataupun internalitas (bagian dalam).
Sepakbola mencakup lebih dari itu. Sepakbola milik semua orang dan semua orang berhak menentukan pilihannya. Apalagi jika itu menyangkut masa depan masing-masing.
Maka dari itu, tidak mengherankan juga, jika rumor kedekatan Sarri dengan Juventus pasca final Liga Europa 2019 kemarin ternyata menjadi kenyataan. Kini, Juventus dilatih oleh pelatih Italia selanjutnya pasca kepelatihan Masimilliano Allegri. Artinya, Sarri memegang tongkat estafet allenatore Juventus dan tugasnya sudah jelas; mempertahankan titel Serie A di musim depan (2019/20).
Maurizio Sarri memang bukan pelatih yang berlatarbelakang pemain sepakbola profesional. Namun, dirinya sangat melek taktik, karena jam terbangnya dalam melatih sangat tinggi. Selain itu, dibandingkan Pep Guardiola dan Antonio Conte, Juventus lebih tepat dilatih oleh orang berkarakter keras (ekspresif) seperti Sarri dibandingkan pelatih yang hanya mengandalkan kejeniusan belaka.
Maka, dengan keberadaan pelatih seperti Sarri, ego tinggi dari CR7 -julukan Cristiano Ronaldo- dan ambisi untuk menjadi orang di belakang layar Juventus akan sedikit tertahan. Karena, Sarri juga pasti punya kejelasan dan ketegasan untuk memperlakukan para pemainnya dibandingkan hanya sekadar memanfaatkannya.
Hal ini dapat dilihat dari insiden yang terjadi antara Sarri dan Kepa di Chelsea musim kemarin. Kekesalan Sarri sangat terlihat dan itu bagus. Karena, Sarri mampu menujukkan ekspresinya secara natural sebagai individu dan pelatih. Dua peran yang tentunya perlu digarisbawahi.
Sebagai individu, Sarri paham betul apa yang harus dia lakukan untuk tidak hanya menekan permainan lawan dengan taktiknya, namun juga menekan pemainnya dengan taktiknya.Â
Sebagai pelatih pun, Sarri sadar bahwa statistik performa pemain itu juga perlu dipertimbangkan dalam menyusun strategi permainan. Diibaratkan sebagai guru, maka yang tahu rapor seluruh muridnya secara komprehensif pasti guru, bukan muridnya.