Kemenangan benar-benar mampu diraih timnas Indonesia kala menjamu Vanuatu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Senayan, Jakarta tadi malam (15/6). Skor telak 6-0 berhasil menghiasi papan skor hingga akhir pertandingan. Rekor pun tercipta di stadion yang hanya dipadati sekitar 10-15% dari kapasitas normal tribun GBK.
Rekor yang mencolok terlihat adalah keberhasilan penyerang timnas Indonesia mencetak empat gol (quattrick) dalam satu pertandingan saja. Penyerang itu adalah Alberto Goncalves. Pemain naturalisasi yang baru dapat berbaju timnas pada pertengahan akhir tahun 2018 itu pada akhirnya mampu menjadikan laga persahabatan itu sebagai panggungnya.
Di situlah, Beto -sapaan akrabnya- sukses membuktikan diri bahwa dirinya masih layak untuk memperkuat timnas. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa dia membela timnas di usianya yang sudah tergolong sangat senja untuk seorang striker. Namun, usia itu justru membuat performanya sangat siap untuk bertarung setiap saat bahkan selalu nyaris menyentuh 90 menit pertandingan ketika membela timnas.
Empat gol dan satu gol di laga sebelumnya (saat melawan Yordania) membuat Beto sudah mengemas lima gol hanya dalam dua laga ujicoba. Hal ini tentunya merupakan hasil positif yang dapat dirasakan tak hanya oleh Beto namun juga oleh timnas dan masyarakat Indonesia. Hal ini patut disyukuri selain kembali mampu meraih kemenangan terlepas dari lawannya yang memang di bawah kualitas timnas Indonesia -tetap dengan respek kepada timnas Vanuatu.
Selain itu, laga ini menjadi panggung bagi dua pemain lainnya, yaitu Evan Dimas dan Andik Vermansyah. Dua pemain yang diidentikkan dengan Persebaya -meski kini tak lagi berseragam Persebaya- itu mampu menciptakan torehan bagus dari penampilannya masing-masing. Evan Dimas mampu mencetak dua gol. Sedangkan, Andik mampu menghasilkan beberapa (4) assist yang salah satunya berbuah gol keempat Beto Goncalves.
Di laga ini pula tiga pemain tersebut mendapatkan rating tertinggi atas performanya. Melalui versi artikel ini, secara berturut-turut, Beto, Evan Dimas, dan Andik berada di top 3 (top three). Luar biasa! Namun, apakah semua pemain timnas di laga tersebut telah tampil maksimal?
Jika melihat ilustrasi di atas, kita dapat mengetahui siapa saja yang sudah berusaha tampil maksimal dan siapa saja yang masih tampil cukup atau biasa-biasa saja. Ada dua rating yang didasarkan pada menit bermain. Bagian atas adalah rating untuk pemain yang bermain sejak menit pertama. Sehingga, aturan maksimalnya adalah 10 poin. Sedangkan untuk para pemain pengganti, aturan maksimalnya adalah 8. Ini cukup adil dan dapat memperlihatkan bagaimana pemain cadangan juga mampu tampil menyerupai performa pemain di starting line-up.
Di posisi pertama untuk 11 pemain utama ditempati oleh Beto yang mendapatkan 9.5 poin. Poin Beto dapat menyentuh angka 10 jika dirinya dapat bermain sampai 90 menit. Namun, hal ini tidak perlu dilakukan oleh Beto maupun timnas. Empat gol sudah cukup untuk nilai plus Beto meski tak bermain penuh. Hal ini menjawab kepercayaan Simon McMenemy yang menurunkannya sebagai starter dibandingkan Dedik yang di laga melawan Yordania bermain sejak menit pertama.
Di posisi kedua, ada nama Evan Dimas. Sebagai pemain di tengah dan bertugas menjadi pengorkestra penyerangan, tentu penting bagi dirinya untuk menciptakan peluang, baik peluang yang ditujukan ke rekannya maupun ke dirinya sendiri. Di laga ini, Evan justru mampu menjadi eksekutor dua peluang matang yang diberikan rekannya untuk dirinya. Kontribusi inilah yang mendasari penilaian Evan yang setidaknya mampu membuktikan jika dirinya sudah mulai siap bertanggungjawab memimpin visi penyerangan timnas Indonesia.
Di posisi ketiga adalah pemain yang bisa disebut sebagai senior dari Evan Dimas, Andik Vermansyah. Meski pemain ini bermain lebih melebar sebagai winger. Pemain yang ditumbuhkan oleh Persebaya dan berkembang di Selangor FA ini bermain penuh dan berganti peran dari posisinya sebagai winger ke pemain tengah.
Hal ini terjadi ketika Evan Dimas ditarik keluar dan menyisakan dirinya sebagai pemain yang lebih cakap untuk mengatur ritme permainan, khususnya dalam hal membangun serangan. Bahkan, si pemain juga memiliki peran besar pada terciptanya beberapa gol timnas dan membuat si pemain dapat disebut-sebut telah kembali pada performa yang bagus untuk timnas Indonesia.
Posisi keempat adalah Riko Simanjuntak. Meski tak mencetak gol di laga ini (mencetak 1 assist kepada Evan) dan juga tidak tampil penuh, namun akselerasinya di pertandingan ini selalu mampu merepotkan pertahanan lawan. Khususnya di babak pertama, yang mana dapat dilihat bahwa bola-bola panjang dari Zulfiandi maupun Evan Dimas selalu diarahkan ke Riko dan dia selalu mampu menerobos ke pertahanan lawan.
Namun, ada satu hal yang dapat menjadi koreksi bagi performa pemain Persija ini. Yaitu, kurang bagusnya timing Riko untuk membagi bola ke rekannya ketika dirinya sudah mampu merangsek ke dalam kotak penalti. Hal ini dapat terjadi karena kecepatan Riko memang terlampau jauh untuk dapat diimbangi oleh pergerakan Beto Goncalves yang tidak selalu 'mendorong' bek lawan untuk mundur.
Beto tidak seperti Marko Simic yang pergerakannya mengikuti garis tertinggi Riko saat membawa bola. Sehingga, ketika Riko sampai pada titik yang diincar untuk membuat umpang silang (crossing) maka bola akan meluncur lurus dan siap ditanduk oleh target-man. Namun, ketika Riko melihat rekannya tidak berada dalam waktu yang sama untuk menerima bola crossing maka, Riko lebih memilih untuk terus membawa bola.
Inilah yang terjadi pada permainan Riko khususnya di babak pertama. Sedangkan di babak kedua permainan Riko cenderung biasa-biasa saja karena sering berotasi dengan Andik dan sepertinya pertandingan ini bukan waktunya untuk Riko bermain lebih baik seperti biasanya. Faktor keinginan untuk mencetak gol juga membuat Riko mulai memiliki ego untuk mencari peluang untuk dirinya sendiri dibandingkan tetap fokus membangun peluang dan berbagi kesempatan pada rekannya.
Hal ini wajar, karena dirinya sudah mulai memiliki nama besar dan sebagai pemain yang berada di garis tertinggi di lini kedua, tentunya akan sangat baik jika dirinya juga mampu mencetak gol selain jago memberikan operan-operan terukur. Apalagi jika mampu mencetak gol untuk timnas, maka itu akan menjadi momen yang luar biasa bagi setiap pemain, termasuk Riko Simanjuntak.
Posisi kelima diisi oleh bek tengah yang bermain di Liga Thailand, yaitu Yanto Basna. Yanto di pertandingan ini kembali dipercaya untuk bermain sejak menit pertama dan menjadi duet dengan Hansamu Yama. Pilihan Simon di laga ini ternyata mampu dijawab performa yang tergolong bagus bagi seorang bek yang di laga sebelumnya juga sudah berupaya tampil maksimal untuk timnas. Bahkan, sebenarnya menghadapi tim seperti Vanuatu, timnas dapat lebih bermain eksperimen dengan memainkan bek seperti Ahmad Jufriyanto dibandingkan Yanto yang mungkin dapat sedikit diistirahatkan di laga ini.
Namun menjadi pemain utama di laga ini, justru memberikan kesempatan bagi Yanto untuk membuktikan jika dirinya mampu tampil konsisten dalam menjaga lini pertahanan timnas Indonesia. Keberadaannya juga membuat pertahanan timnas tetap dapat bernafas lega, karena dirinya juga mampu menghadapi permainan lawan yang lebih mengandalkan akselerasi individu dibandingkan kerja sama tim.
Memang, di beberapa momen dia nyaris melakukan keputusan yang sedikit salah, namun, dengan pengalamannya bermain di luar negeri, membuat dirinya masih mampu menahan diri untuk tidak tampil sembrono. Dirinya juga masih mampu menunjukkan tackling bersih di beberapa momen termasuk saat di babak pertama ketika tim Vanuatu sempat memiliki kesempatan untuk memasuki kotak penalti timnas. Poin 7.5 untuk seorang bek tengah yang bermain 90 menit tentunya sudah bagus.
Di posisi selanjutnya (ke-6), ada nama rekan duet Evan Dimas di lini tengah, yaitu Zulfiandi. Pemain yang gaya mainnya (disebut-sebut) sedikit mirip dengan Sergio Busquets ini sudah sesuai prediksi akan cocok dimainkan di laga ini. Karena timnas Indonesia di laga ini sangat dominan dalam membangun serangan, sehingga butuh pemain yang tak hanya mampu membantu pertahanan di lini kedua, namun juga membantu penyerangan.
Visi bermainnya yang sudah klop dengan Evan Dimas, membuat dirinya sangat dibutuhkan di laga ini. Termasuk ketika Simon menarik keluar Evan Dimas. Maka, perlu ada back up di lini tengah yang masih mampu mendukung penyerangan, dan itu mampu diperankan oleh Zulfiandi. Pemain ini juga bermain 90 menit, sehingga ganjaran poin 7 Â untuknya sudah tepat.
Posisi ke-7 dihuni oleh pemain senior yang akhirnya mendapatkan kesempatan untuk kembali mengenakan jersey merah timnas, Irfan Bachdim. Di laga ini, Irfan dijadikan sebagai pemain yang berdiri di belakang Beto. Posisi yang bisa disebut alami bagi Irfan yang memang cukup mampu berperan sebagai salah satu pengreasi serangan. Namun di laga ini, Irfan lebih disebut sebagai penyerang bayangan (second forward) dibandingkan menjadi pemain tengah. Karena, dirinya di pertandingan ini tidak banyak terlibat dalam kreasi penyerangan, meski keberadaannya mampu membuat konsentrasi pertahanan lawan tak hanya berfokus pada Beto.
Jika melihat perannya di Bali United dan visi bermainnya yang bagus, sebenarnya di laga ini Irfan tidak tampil pada performa yang bagus. Sehingga, namanya sedikit tenggelam dibandingkan Riko apalagi Andik. Namun, sebagai salah satu pemain yang selalu mendukung pergerakan Beto, tentunya Irfan sudah dapat disebut telah bermain maksimal untuk timnas. Poin 6.5 memang tidaklah bagus untuk nama besar Irfan di sepakbola nasional. Namun, dengan performanya di laga tadi malam, itu sudah cukup tepat.
Nama selanjutnya (posisi ke-8) adalah Yustinus Pae. Pemain senior di Liga Indonesia ini mendapatkan kesempatan tampil sejak menit pertama sebagai bek kanan. Artinya, dia menjalankan peran normalnya sekaligus menggantikan area bermain Ruben Sanadi -yang bermain di laga sebelumnya. Timnas bermain kembali dengan menggunakan 4 bek dan ini membuat nama Yustinus layak untuk dikedepankan sebagai bek sayap kanan (full back).
Di laga ini, Yustinus cukup mampu menjalankan perannya, meski dirinya tidaklah terlalu sering melakukan overlap. Namun jika dibandingkan dengan Ricky Fajrin yang bermain di kiri, maka, Yustinus bisa disebut lebih baik dalam hal membantu penyerangan. Sedangkan dalam urusan bertahan Yustinus masih kurang kuat. Sehingga, dirinya acapkali dibantu oleh rekan-rekannya. Salah satunya tentu adalah Yanto Basna yang beroperasi di sisi tengah bagian kanan.
Melihat performanya yang sudah berupaya maksimal, maka, poin 6 sudah tepat. Apalagi dirinya sudah menjalankan perannya sebagai full back kanan yang alamiah seperti saat bermain di Persipura. Poin ini juga tepat disematkan kepada Ricky Fajrin dan Hansamu Yama.
Ricky Fajrin yang akhirnya mendapatkan kesempatan tampil sejak menit pertama tentunya bagus untuk membangun kepercayaan diri sekaligus jam terbang di level senior. Sedangkan bagi Hansamu, performanya bisa dibilang biasa-biasa saja untuk sekelas bek berpengalaman di level timnas seperti dirinya. Bahkan, di satu-dua momen, Hansamu juga masih terlihat kurang tenang ketika menghadapi serangan lawan.
Nilai plus bagi Hansamu yang membuat dirinya berbeda dibandingkan Yanto Basna adalah dirinya lebih tahu bagaimana membangun transisi dari bertahan ke menyerang. Apalagi di lini tengah ada Zulfiandi dan Evan Dimas yang sama-sama menjadi alumni timnas junior. Sehingga, ini menjadi sisi keunggulan, selain karena posturnya yang ideal sebagai bek tengah.
Namun, sebagai bek tengah dan salah satu kapten timnas, Hansamu seharusnya mampu bermain lebih tenang dan terukur. Karena hal ini dapat menjadi patokan kualitas bertahan timnas sekaligus memberikan kenyamanan pula kepada rekan-rekannya termasuk kiper. Jika kesalahan di bek tengah terjadi, maka penjaga gawang pun harus mulai berpikir keras untuk menanggulanginya -selain berfokus di bawah mistar gawangnya. Hal ini yang kemudian membuat pekerjaan rumah pertahanan timnas juga mengarah pada Andritany Ardhiyasa.
Sebagai pilihan utama di penjaga gawang timnas, tentunya Andritany sudah berupaya maksimal untuk menunjukkan kualitasnya. Namun, di dua laga uji coba timnas, Andritany terlihat kurang nyaman untuk mengawal gawangnya. Ini tentunya bukan kabar bagus, jika sampai hal ini tetap terjadi dan membuat Andritany harus kehilangan statusnya sebagai kiper utama timnas. Karena, dengan jam terbangnya yang tinggi tentunya Andritany diharapkan masih mampu mengawal gawang timnas hingga beberapa tahun ke depan --sebelum tongkat estafet mengarah ke kiper lainnya.
Melalui rate ini, kemudian kita dapat melihat bahwa tidak semua pemain timnas telah bermain bagus --sesuai standar permainan mereka masing-masing. Secara subjektif di dalam artikel inipun, nama-nama besar seperti Andritany, Hansamu, dan Irfan Bachdim mendapatkan sorotan. Karena performanya kurang bagus, meski mereka tampil melawan tim yang kurang mampu menguji kapasitas bermain mereka.
Semoga, timnas tetap bergerak maju pasca pertandingan ini. Kemenangan memang patut disyukuri dan dirayakan sejenak. Namun, pekerjaan rumah selalu ada. Namun, dengan semangat besar, tentunya pekerjaan rumah itu mampu dihadapi. Tetap semangat Garuda Indonesia! Terbanglah lagi lebih jauh!
Tulungagung, 16 Juni 2019
Deddy Husein S.
Bacaan berita tentang Timnas Indonesia vs Vanuatu: Bolasport.com
Artikel sebelumnya: Mampukah Indonesia Menang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H