Logika ini sebenarnya mengikuti logika pembukaan lowongan kerja di dunia enterpreneurship (kewirausahaan). Mengapa mereka (perusahaan swasta) bisa lebih cepat dan tepat dalam memiliki pegawai? Karena, mereka benar-benar membuka lowongan itu dan secara khusus mencari bidang-bidang yang sedang butuh tenaga kerja. Sehingga, akurasi, efisiensi, dan akomodasinya (penyesuaiannya) dapat terkontrol dengan baik.
Hal inilah yang kemudian membuat perusahaan pasti akan berusaha bertanggungjawab terhadap kesejahteraan pegawainya sampai kontrak tersebut berakhir. Pola inilah yang sebenarnya bisa ditiru oleh sistem kepegawaian negara, khususnya di tenaga didik. Melalui sistem yang tepat (meskipun lebih ketat), maka peluang menjadi guru itu akan sangat jelas bagi mereka yang memang ingin bekerja sebagai guru. Bukan mengabdi.
Karena, dewasa ini, hidup manusia semakin berbeda pola dan kebutuhannya. Manusia semakin menginginkan keseimbangan antara pemasukan dengan pengeluaran. Bahkan, kalau bisa, jumlah pemasukan lebih tinggi dibandingkan jumlah pengeluaran. Namun, keidealan dan cita-cita itu tidak bisa serta-merta terpenuhi. Karena, manusia di Bumi semakin banyak. Persaingan pun semakin tinggi, dan ini juga dapat terjadi di dunia pendidikan.
Tidak hanya nasib guru honorernya saja yang tidak sejahtera (ekonominya), namun, ketidaksejahteraan guru honorer juga akan membuat kualitas pendidikan bisa disanksikan keunggulannya ketika mereka (guru honorer) semakin sulit untuk fokus sebagai tenaga didik, karena tuntutan hidup juga semakin mencekik.
Hal ini juga bisa dicontohkan dengan keberadaan oknum-oknum yang membuat sistem pendidikan atau jalannya pendidikan di Indonesia kurang terkontrol, ketika mereka mengatasnamakan kesejahteraan guru honorer. Tidak semua guru honorer minim kualitas. Namun, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana guru honorer bisa tetap fokus mendidik siswanya ketika di dalam pikirannya juga sedang terhimpit oleh masalah (ekonomi).
Gangguan-gangguan kemudian muncul dan membuat guru honorer terkadang memiliki stigma. Padahal, kehadiran mereka juga memiliki peran yang mulia. Mereka sebenarnya berupaya mengabdi demi pendidikan negara ini menjadi semakin baik.Â
Agar, negara ini tidak pernah kekeringan generasi penerus bangsa. Hanya, persoalan gentingnya adalah bagaimana dengan nasib perut mereka, keluarga mereka, apalagi jika mereka pada akhirnya harus berkeluarga dan menghidupi calon generasi penerus bangsa selanjutnya (anak-anak mereka).
Jadi, mengapa harus ada guru honorer jika negara ini belum mampu menyejahterakan mereka?
Malang, 3-4 Mei 2019
Deddy Husein S.
Tambahan:
Berikut ini adalah beberapa bacaan yang cukup relevan dengan tulisan ini.