Saat itu, sepakbola Indonesia masih berjalan dengan usaha sebisanya (belum semaksimalnya) namun tetap seperti sepakbola yang ada di luar negeri pula. Artinya, regulasi dan situasi yang terjadi tidak terlalu 'ajaib' seperti saat ini.
Sebenarnya kekacauan sepakbola Indonesia mulai terendus ketika mulai menjamurnya klub-klub 'kloningan', akibat dari dualisme di PSSI.
Sejak itu, publik sering melihat ada klub kawe super (seperti yang terjadi di Arema dan Persebaya) berkompetisi dan membuat masyarakat kebingungan dalam mendukung klub tersebut.
Khusus untuk Persebaya, mereka tergolong gigih untuk mengejar kejelasan terhadap jati diri mereka. Itu juga tidak lepas dari peran Bonek (suporter Persebaya) untuk dapat mengetahui polemik itu dan mendukung Persebaya (yang asli).
Inilah hasil dari pentingnya klub memiliki basis suporter dan terjalin komunikasinya dengan baik. Permasalahan ini (klub kloningan) memang tidak pernah diusut tuntas. Membuat serabut akarnya menjalar ke mana-mana dan akhirnya menjadi seperti yang terlihat saat ini.
Kemunculan klub baru
Sebenarnya kemunculan klub baru itu bukan hal yang 'haram' jika memang memiliki satu faktor yang disebutkan di atas. Yaitu, basis suporter. Basis suporter dapat terbentuk ketika klub itu mewakili suatu daerah/kota. Artinya, 'mau nggak mau' penduduk di daerah/kota tersebut seyogyanya mendukung klub tersebut.
Lalu, bagaimana dengan Bhayangkara FC dan PS TNI---yang kemudian menjadi PS Tira, dan berubah lagi menjadi Tira-Persikabo?
Ketika sudah mengarah pada klub sepakbola profesional, maka menjadi pemain sepakbola bukan lagi hobi, melainkan profesi. Kedudukan pemain sepakbola setara dengan seorang polisi, TNI, PNS, ataupun selebriti. Hal ini kemudian menjadi pengaruh lainnya pada suporter.
Suporter akan cenderung mendukung pemain-pemain tersebut karena memang berdasarkan kualitasnya sebagai pemain sepakbola, bukan yang lain. Apalagi jika harus melihat si pemain juga menjadi polisi ataupun TNI. Pentingkah?
Lalu, bagaimana dengan basis suporter dari klub bentukan Polisi dan TNI? Apakah suporternya adalah orang-orang polisi/TNI? Istri-istri polisi/TNI? Atau veteran/purnawirawan?
Begitu pula dengan daerahnya. Apakah keduanya akan menjadi klub yang netral (sesuai dengan lembaganya) dan menjadi timnas mini di Indonesia? Mendukung Bhayangkara FC hanya karena itu adalah klubnya polisi---pengaman masyarakat. Mendukung PS TIRA, hanya karena itu adalah klubnya lembaga pengaman wilayah Indonesia. Apakah akan seperti itu?