Tetapi akhir-akhir ini, sepakbola Indonesia mulai terkesan terburu-buru dalam membangun kompetisi sepakbola yang kompetitif.
Hingga muncullah dua sosok yang sebenarnya tidak begitu diharapkan oleh publik pecinta sepakbola tanah air. Yaitu, keberadaan Bhayangkara FC dan PS TNI. Kedua klub ini adalah klub dari Kepolisian dan Kemiliteran Indonesia. Bukan suatu hal yang buruk, sebenarnya. Namun, pentingkah ada kedua klub itu?
Jika mau menjelajah dan mendata klub-klub yang ada di Indonesia, sebenarnya Indonesia masih memiliki banyak klub yang memiliki dua faktor utama, yaitu, sejarah dan basis suporter. Indonesia masih memiliki Persijap Jepara, Persiba Balikpapan, PSPS Pekanbaru, Persema Malang, Persiter Ternate hingga klub-klub di Papua yang sebelumnya (musim 2006-2010-an) masih sangat kompetitif. Di sana ada Persidafon Dafonsoro, Persiram Raja Ampat, Persiwa Wamena, dan lainnya. Kenapa tidak memilih untuk 'menghidupi' klub-klub itu?
Jika keinginan atau misinya adalah ingin memajukan sepakbola Indonesia, maka, pilihan itu adalah yang paling masuk akal. Mereka memiliki lisensi dan basis suporter---karena mereka merupakan klub kota/daerah tersebut.
Jadi, apakah ini bisa disebut ingin memajukan sepakbola Indonesia, atau jangan-jangan ingin mencari eksistensi? Dan apakah peran kepolisian di bidang keamanan perhelatan pertandingan sepakbola sudah kurang? Apakah kerusuhan suporter di Indonesia sudah tertangani dengan baik? Apakah segala skandal sepakbola sudah tertangani dengan baik oleh kepolisian? Lalu, bagaimana dengan PS TNI?
Dibentuk dengan merekrut pemain timnas yang kemudian diberikan pelatihan militer dan penjaminan akan menjadi orang militer ketika sudah pensiun sebagai pesepakbola. Memangnya, perekrutan di luar dari metode itu tidak bisa? Bukankah setiap kota memiliki Komando Distrik Militer (Kodim)? Mengapa tidak direkrut dengan cara itu?
Artinya, bisa menggunakan sistem kerja sama (khusus pemainnya saja/bukan kepentingan klubnya) dari pihak Kodim dengan klub sepakbola di kota tersebut.
Sama seperti di Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga memiliki pemain sepakbola seperti legenda hidup asal Persipura, Eduard Ivakdalam ataupun juga kiper loyalis Persela Lamongan, alm. Choirul Huda. Memang harus dengan pengajuan pendaftaran. Namun, mereka (pesepakbola) terbukti bisa menjadi bagian dari suatu lembaga penting negara (walau tingkat daerah/kota) selain menjadi pesepakbola.
Apakah nanti KORPRI juga akan membentuk klub sepakbola juga, hanya supaya ada pemain sepakbola yang terjamin masa depannya pasca pensiun?
Inilah yang menjadi pertanyaan dan 'kelucuan' dari kondisi sepakbola Indonesia saat ini.
Jika boleh mengenang---walau saat itu juga sudah ada Joko Driyono di tubuh PSSI, sepertinya, sepakbola tahun 2000-an (karena tidak mungkin mundur jauh ke belakang*) masih lebih baik daripada sekarang.