Begitu pula ketika dirinya dipancing untuk berbicara dengan bahasa Inggris, intonasinya tidak berubah, dan aksennya juga tidak banyak berubah---hanya menyesuaikan teknik pelafalan bahasanya. Ini menandakan bahwa Pak Ndul sudah terbiasa untuk berbicara dengan bahasa Inggris.
Karena, ketika seseorang berbicara bukan dengan bahasa 'ibunya' (native speaking), dia akan terdengar berbeda ketika berbicara dengan bahasa asalnya. Contohnya, ketika si A (orang Indonesia) berbicara menggunakan bahasa Indonesia, dia akan dapat terdengar logatnya.Â
Hal ini terjadi karena dia sudah terbiasa menggunakan bahasa itu dan kemudian menyamakan cara pelafalannya dengan saat dia berbicara bahasa daerah. Nah, ketika si A ini berbicara menggunakan bahasa Inggris (dan belum terlalu fasih), maka, yang terdengar adalah pengucapan yang kaku dan terputus-putus (tidak normal).
Inilah menjadi perbandingan ketika melihat sosok Pak Ndul dalam segi komunikasinya. Dia berani membuktikan, jika dirinya memang memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik dan tidak terlihat seperti 'orang kemarin sore'.Â
Ketika dirinya berbicara dengan bahasa Indonesia dan menyebutkan istilah-istilah yang tertulis dengan bahasa asing (Inggris), dia terdengar sangat lancar dan tidak menunjukkan pengucapan istilah-istilah tersebut sebagai prestis (baca: kesombongan).
Ucapan-ucapannya yang menggunakan bahasa Inggris terdengar sangat normal dan itu sangat luar biasa. Karena, dewasa ini, kita terlalu sering melihat orang berbicara dengan menyisipkan istilah-istilah dari bahasa internasional hanya untuk 'show-up', bukan sebagai suatu kewajaran bahwa istilah-istilah itu memang tepat untuk diucapkan dalam perbincangan tersebut. Inilah yang menjadi faktor kelebihan Pak Ndul, jika dirinya memang memiliki kemampuan dan kemampuan itu layak untuk diperlihatkan.
Sisi berikutnya dari bincang-bincang itu adalah gesture. Bagi orang-orang yang sangat memahami psikologi dan ilmu interaksi (sosiologi) tentu tak akan melewatkan momen-momen untuk mengawasi gerak-gerik seseorang. Baik itu gerakan besar, maupun gerakan kecil. Bahkan juga gestur pasifnya. Di sini, terlihat Pak Ndul duduk seperti biasa dan dengan gestur pasif yang terlihat sangat santai dan apa adanya.Â
Dia sangat tahu situasi yang berlangsung seperti apa. Sehingga, dia menyesuaikannya agar tidak merusak situasi tersebut. Apalagi yang menjadi teman bicaranya adalah Deddy Corbuzier.
Namun, di sini, Pak Ndul sangat tidak terlihat inferior dibandingkan Deddy. Dia terlihat sangat setara dan ini jarang terlihat di orang-orang yang pernah berbincang-bincang eksklusif dengan Deddy Corbuzier.
Hal ini tidak lepas dari sikap santainya. Pak Ndul duduk dengan tanpa harus menegakkan tubuhnya---mungkin faktor usia, dan dia sangat rileks untuk berbicara dengan mampu mengatur timing dalam menatap mata lawan bicara dan saat fokus untuk berbicara. Hal ini membuat pressure hilang---ketika berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang yang dikenal memiliki pengetahuan dan pengalaman luas seperti Deddy Corbuzier.