Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kontroversi, Namun Persija Tetap Butuh Penyerang Seperti Marko Simic

8 Maret 2019   19:28 Diperbarui: 9 Maret 2019   11:01 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu faktor juaranya Persija di Piala Presiden 2018 dan Liga 1 2018 adalah produktifnya salah satu penyerang mereka. Yaitu, Marko Simic. Penyerang asal Kroasia ini mampu mencetak banyak gol di dua kompetisi tersebut. Bahkan, kehadirannya di lini depan Persija cukup membuat bek-bek lawan khawatir di Liga 1 dan Piala AFC musim lalu. 

Kehadiran Simic di lini depan Persija sangat diwaspadai. Khususnya oleh semua klub di Liga 1 musim lalu. Hal ini yang membuat langkah Persija cukup tersendat-sendat di awal musim, termasuk produktivitas Marko Simic. 

Menurunnya produktivitas gol Marko Simic di awal musim saat itu bukan 100% karena performanya, melainkan performa lawan yang dapat mengantisipasi positioning-nya (baca: memblokir ruang pergerakan Simic).

Tidak hanya menutup pergerakan Simic, lini pertahanan lawan acapkali berupaya memblokir jalur bola yang akan dikirimkan pemain-pemain Persija lainnya, seperti Novri Setiawan dan Riko Simanjuntak. Apalagi Riko Simanjuntak yang selalu mampu memberikan umpan-umpan 'manja' yang dapat dieksekusi oleh Simic untuk menjadi gol---seperti di Piala Presiden 2018. 

Namun, sepakbola adalah bagian dari kehidupan. Artinya, di dalam sepakbola juga terdapat pasang-surut. Ada kalanya performa pemain bagus, ada pula kalanya performa pemain kurang bagus. Begitu pula yang terjadi di karir Simic yang masih belum panjang di kompetisi sepakbola Indonesia.

Sebagai pemain asing yang kemudian dicap sebagai pemain bintang, Simic mulai demam panggung. Rupanya dia tidak mampu menahan godaan terhadap gemerlapnya kehidupan Indonesia di luar lapangan. Memang, di dalam lapangan, Simic mampu beradaptasi dengan baik. Namun, di luar lapangan, Simic masih seperti anak yang baru pertama kali keluar dari rumahnya. 

Namanya yang kian mencuat di publik Indonesia, membuat dirinya juga mudah mengakses jaringan selebritis papan atas di Indonesia. Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang aneh dan baru bagi kehidupan pesepakbola dunia termasuk di Indonesia. 

Setiap pemain sepakbola yang sudah berhasil berada di kancah tertinggi di suatu negara, pasti juga akan seperti bagian dari selebriti di negara tersebut. Begitu pula yang ada di Indonesia. Hanya, Simic mengalami nasib yang bisa disebut sial. Mengapa? Dia belum bisa mengenali jaringan selebritis Indonesia dengan baik. Atau, bisa disebut jika Simic tidak tahu bagaimana kultur kehidupan selebritis di Indonesia.

Mungkin dia menganggap jika dunia selebritis di Indonesia sama seperti di negara lain, atau benua Eropa---asal si pemain yang sempat mengenakan nomor 9 di Persija tersebut. 

Simic bisa disebut sebagai figur yang masih buta terhadap peta selebritis di Indonesia. Dia tidak tahu bahwa tidak semua seleb di Indonesia dapat digoda dengan statusnya sebagai pemain sepakbola papan atas di Indonesia. Hal inilah yang kemudian membuat Simic terpicu oleh skandal dan membuat performanya di atas lapangan cukup terpengaruh. 

Sampai suatu masanya, kabar pelecehan seksualnya terhadap seleb Indonesia mulai tenggelam oleh berita mafia bola yang lebih asyik untuk diviralkan. 

Di saat itulah, Simic mulai tidak lagi terbebani oleh skandal tersebut. Inilah yang membuat performanya juga mulai membaik. Dia terlihat kembali lebih fokus ke dalam permainan tim.

Jika melihat Simic yang seperti itu, sebagai penikmat sepakbola yang sejati, sebenarnya kita tidak akan sepenuhnya kaget. Di luar sana, hal ini sudah bukan lagi peristiwa baru. 

Mario Balotelli, John Terry, Ashley Cole, Wayne Rooney, hingga Karim Benzema pun pernah tersandung skandal seks. Sebagai pemain sepakbola yang bergaji tinggi, apalagi jika bermain di negara lain, tentu, kebebasan akan sangat menggiurkan untuk dinikmati. 

Ibaratnya, mahasiswa baru yang baru merantau dan sedang asyik-asyiknya menikmati hidup sendiri tanpa ada pengawasan langsung dari orangtuanya. Pasti dia akan memiliki peluang untuk bermain game di warnet sampai tengah malam tanpa takut dimarahi orangtuanya. Hal ini juga sama seperti mereka para pemain sepakbola yang justru memiliki kehidupan yang secara ekonomi lebih baik daripada mahasiswa.

Nah, pasca kejadian itu kemudian nama Simic mulai didekatkan pada isu-isu yang negatif di luar lapangan. Sampai puncaknya, Simic harus dipulangkan ke Kroasia pasca laga penyisihan pra-kualifikasi melawan klub asal Australia, Newcastle Jets. 

Sampai saat ini Persija masih kehilangan Simic dan kemungkinan besar tidak akan dapat memulangkan si pemain ke Jakarta. Suatu kehilangan besar bagi Persija yang musim ini kembali berlaga di kompetisi Asia, yaitu, Piala AFC---kompetisi antar klub se-Asia di bawah Liga Champions Asia.

Artinya, Persija menjalani 4 kompetisi (Piala AFC 2019, Piala Presiden 2019, Piala Indonesia 2018 yang belum tuntas, dan Liga 1 2019) tanpa pemain depan yang memiliki kemampuan mencetak gol seperti Marko Simic. Praktis, Persija berharap pada pemain yang didatangkan dari Perseru Serui, Silvio Escobar. 

Pemain yang disebut-sebut sedang masuk radar naturalisasi ini menjadi penghuni di lini depan Persija yang kini juga memiliki penyerang depan baru dan segar, Heri Susanto. 

Kehadiran Heru di lini depan Persija sepertinya memberikan sedikit angin segar bagi lini depan Persija yang musim lalu sangat bergantung pada Marko Simic. Sedangkan, di tahun ini, Heri bisa menjadi penyerang alternatif bagi Persija yang dapat memanfaatkan kemampuan individunya dan kecepatannya.

Kehadiran Heri Susanto justru lebih menggairahkan dibandingkan Silvio Escobar yang kurang 'menggigit' di kotak penalti. Entah, apa yang dimiliki Escobar sebagai pemain yang sudah mulai senja dan kemudian di Perseru Serui kesulitan mencari tandem yang bagus. Sehingga, saat itu dia terkesan 'bekerja sendiri' membawa Perseru untuk bertahan di Liga 1. 

Kemampuannya saat di Perseru memang cukup bagus, namun jika dibandingkan dengan penyerang asing lainnya, termasuk Marko Simic, jelas kurang sepadan Escobar hanya mencetak 8 gol musim lalu. Satu-satunya yang menjadi nilai plus bagi Escobar saat menjadi pemain Perseru, adalah dirinya merupakan penyerang andalan sekaligus kapten tim. 

Namun, di beberapa laga terakhir, Escobar kurang tampil istimewa, karena, dirinya beberapa kali tertangkap kamera tidak mampu menjaga tensi dirinya sendiri ketika timnya sedang tertekan.

Menjadi kapten tim memang bukan perkara mudah, namun, itu adalah pengalaman sekaligus kelebihan Escobar yang sedang dimanfaatkan oleh Persija. Namun, Persija sudah memiliki banyak pemain yang berpengalaman. Apalagi di lini belakang berderet pemain senior seperti Ismed Sofyan, Maman Abdurahman, dan kini ditambah adanya Tony Sucipto yang sama-sama memiliki pengalaman dan mendapatkan kepercayaan dari tim untuk menjadi kapten. 

Praktis, Persija tidak terlalu butuh pemain bertipikal leader. Persija hanya butuh striker haus gol dan pergerakannya selalu mampu memancing pemain bertahan lawan untuk hanya fokus dengan penyerang tersebut. Di sinilah yang belum terlihat dari sosok Escobar.

Di laga pertama Persija di Piala AFC, terlihat sekali bagaimana movement dan positioning Escobar masih kurang jelas. Namun, pada saat itu, Escobar masih bisa dimaklumi, karena baru saja bergabung dengan Persija. Otomatis, masih masa adaptasi dengan permainan tim, termasuk atmosfer bermain di kancah Asia. 

Namun, pemakluman ini ternyata harus dilakukan lagi oleh penikmat bola tanah air untuk melihat progres permainan Escobar di laga-laga Persija selanjutnya, baik itu di lanjutan Piala Indonesia 2018 maupun di Piala Presiden 2019.

Sudah dua laga yang dilalui Escobar di Piala Presiden, dan performanya masih belum terlihat mampu menggaransikan dirinya sebagai striker mumpuni. 

Keuntungan bagi Persija dan publik pendukungnya adalah di laga pertama, tim Macan Kemayoran mampu menggulung Borneo FC dengan skor telak. Sehingga, performa Escobar tidak terlalu dirisaukan di laga tersebut. Namun, ketika Persija bertemu dengan Madura United (8/3), kita kembali melihat adanya kesulitan bagi Escobar untuk memahami pergerakan rekannya, dan memahami apa yang akan dilakukan rekannya saat tim sedang menguasai bola ataupun berinisiasi untuk menyerang.

Sungguh berbeda, ketika kita melihat Simic di lini depan Persija. Apalagi di kompetisi yang sama di musim lalu. Simic sangat tahu apa yang akan dilakukan Riko maupun Novri saat satu di antara mereka sedang menguasai bola. 

Simic juga tahu apa yang dilakukan tim saat menyerang dan apa yang dibutuhkan tim saat itu. Menjadi tembok, menjadi target-man, dan menjadi eksekutor bola di dalam kotak penalti lawan. Inilah yang belum terlihat di Escobar sampai sejauh ini. Bahkan, ada satu hal lagi yang membuat Simic unggul dari Escobar. Kepercayaan diri.

Ketika Simic sedang menjalani masa-masa sulitnya di awal musim Liga 1, dia masih tetap memiliki hasrat tinggi dan keyakinan besar untuk mampu mencetak gol, mencari peluang, maupun memenangkan duel. Inilah yang lagi-lagi belum terlihat di sosok Escobar. Bahkan, ini belum sampai membahas tentang status Escobar yang akan dinaturalisasi. 

Maka, dia akan dihadapkan pada perbandingan pada sosok Ilija Spasojevic, Greg Nwokolo, dan apalagi Beto Goncalves yang saat ini sedang menjadi salah satu striker favorit di timnas Indonesia.

Namun, sebelum membicarakan itu dan juga tidak ingin mengkhianati judul di artikel ini. Maka, kita harus kembali pada kebutuhan Persija terhadap pemain depan dan keberadaan Escobar. Jika memang Escobar dinaturalisasi, maka, dirinya akan seperti Osas Marvelous Saha. 

Menjadi serep bagi pemain depan asing yang pastinya akan didatangkan oleh Persija. Jika musim lalu, Saha menjadi serep bagi Simic. Maka, Escobar bisa menjadi serep bagi calon penyerang lainnya (yang pastinya adalah penyerang asing) di Persija.

Ironis, namun, bukan untuk diratapi. Baik itu oleh pendukung Persija, maupun tim manajer Persija. Mereka harus punya opsi. Antara mendepak Escobar (jika tidak jadi dinaturalisasi), atau mempertahankannya (jika sudah dinaturalisasi) dan pastinya dua opsi itu tetap mengarah pada motif utama. 

Yaitu, mencari penyerang seperti Marko Simic. Jika Persebaya bisa mendapatkan penyerang baru seperti Amido Balde untuk menggantikan sosok David Da Silva. Maka, Persija seharusnya juga bisa melakukan hal serupa.

Lalu, apa yang akan terjadi nanti bagi Persija?

Persija masih punya waktu untuk mengevaluasi lini depannya. Salah satu hal yang harus dan sangat realistis untuk dilakukan oleh tim ibukota ini adalah memainkan strategi yang tepat untuk menyokong Silvio Escobar yang setidaknya harus diberikan kesempatan sampai Piala Presiden 2019 tuntas. 

Setelah itu, Ivan Venkov Kolev bisa membuat keputusan besar (yang cukup beresiko), yaitu mencari striker asing untuk Liga 1 dan lanjutan Piala AFC. Jika tidak, akan cukup sulit bagi Kolev untuk dapat mengantarkan Persija sama-sama kompetitif antara di Liga 1 maupun Piala AFC.

Secara strategi, Ivan Kolev sangat bagus.  Melihat gelontoran gol yang dapat diciptakan oleh para pemain Persija---khususnya di kompetisi domestik, dapat memberikan sinyal positif kepada pendukungnya. Tanpa Simic, untuk sementara waktu, mereka tidak kehilangan kemampuan untuk mencetak gol. 

Begitu pula dalam organisasi permainan dan gaya permainan. Persija masih sangat dekat dengan gaya main ofensif dan kolektif. Maka, Persija masih punya kans untuk menjadi salah satu kandidat juara Liga 1 musim depan. Namun, semua itu tetap harus dilengkapi dengan keberadaan penyerang mumpuni yang seperti Marko Simic.

Dari sekian banyak penyerang asing yang bersliweran di Indonesia, ada satu pemain depan yang mirip dengan Simic. Yaitu, David Da Silva. Pemain ini tidak banyak mengandalkan akselerasi, namun, punya kemampuan mencari ruang dan menempatkan diri pada posisi yang dapat dijangkau oleh rekan-rekannya. 

Selain itu, satu hal yang pasti dicari oleh klub-klub Indonesia dari pemain asing adalah kemampuan duel bola atas. Ini sangat penting. Jika tidak memiliki pemain asing yang seperti itu, untuk apa membeli pemain asing, bukan? Toh, Indonesia memiliki gudang pemain depan lokal yang akselerasinya bagus, lincah, dan cepat.

"Semoga, Escobar segera menunjukkan tajinya di lini depan Persija."

Malang, 8 Maret 2019
Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun