Sudah bukan berita baru ketika melihat timnas Indonesia mengawali turnamen dengan persiapan singkat. Baik itu di timnas senior maupun timnas junior.Â
Permasalahan ini juga kemudian merembet pada hasil di turnamen yang sering terlihat tidak maksimal ataupun bisa disebut mengecewakan. Seolah tidak kunjung diperbaiki, sehingga, hal ini tetap dilakukan dan kemudian membuat skuad timnas terkadang terlihat belum menyatu.
Sebenarnya, faktor persiapan yang panjang bukan hanya untuk menyatukan antar pemain di dalam tim. Namun, juga membuat persiapan yang bagus bagi pelatih untuk menguji permainan dengan segala macam taktik. Artinya, dengan jangka persiapan yang ideal, maka, terciptalah peluang untuk bereksperimen. Inilah yang menjadi kekurangan Indonesia dalam menggali lebih dalam tentang potensi permainan.
Karena, dengan persiapan mepet, fokusnya adalah langsung ke tujuan paling pokok, dan ini yang seringkali membuat timnas kurang memiliki opsi jika bertemu dengan tim yang memiliki gaya main serupa ataupun dengan performa yang lebih baik daripada timnas.Â
Jika menilik pada rekam jejak timnas secara kesuluruhan dan di segala level timnas, hal ini selalu terjadi dan seolah-olah memang ini sudah menjadi suatu kewajaran (semoga tidak menjadi identitas apalagi budaya).
Melihat kebiasaan yang memang sebenarnya berupaya dihindari, namun ketika memang hal ini harus terjadi, maka, yang harus dilakukan adalah segera membuat keputusan final. Seperti pemilihan pemain yang disesuaikan dengan kebutuhan tim pelatih, serta menyesuaikan juga pada stok pemain yang tersedia. Biasanya karakter pelatih akan sangat menentukan bagaimana gaya main yang ingin diterapkan dan pilihan pemain akan diupayakan sedekat mungkin dengan gaya tersebut.
Namun, ada pula yang bertipikal mencari pemain yang sedang on-fire di level klub dan ini biasanya dipilih sebagai opsi yang paling realistis. Namun, pilihan seperti ini akan menjadi 50:50.Â
Antara 50% peluang timnas akan bagus, atau 50% timnas akan berada dalam keterombang-ambingan terhadap bentuk bermain yang 'semau gue' di dalam masing-masing pemain. Artinya, ada kemungkinan secara kualitas terbantu, namun juga bisa menjadi menurun peluang bermain bagusnya. Yaitu ketika, tim sedang tidak kondusif.Â
Di saat seperti ini biasanya akan sangat membutuhkan pelatih yang memiliki karakter tegas dan mampu memberikan bukti bahwa idenya sangat bagus jika dilakukan oleh para pemainnya yang walau sama-sama sedang membawa trend positif (ego dan prestis) dari klubnya masing-masing.
Namun, membawa pemain yang bermodalkan sedang on-fire di klub juga belum tentu berhasil---menang dan/atau juara. Mengapa?
Karena, setiap klub itu pasti memiliki ciri bermain tersendiri.Â
Pelatihnya berbeda dan kemudian hal ini membuat masing-masing pemain juga bisa berkembang karena faktor pelatih klubnya tersebut. Selain itu, di klub juga ada sokongan dari pemain lain yang berbeda, dan ini yang kemudian menjadi permasalahan bagi pemain tersebut, ketika di timnas ternyata tidak bertemu pemain yang bertipikal sama seperti rekannya di klubnya.