Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Duel Manchester United vs Liverpool Tumbangkan Banyak Pemain

25 Februari 2019   15:11 Diperbarui: 25 Februari 2019   21:45 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Big match yang berlangsung di Old Trafford ini berjalan dengan agresivitas yang tinggi. Terbukti, belum menyentuh babak kedua, pemain-pemain dari kedua tim harus mengalami cedera dan akhirnya ditarik keluar lebih cepat. Tim tuan rumah bahkan harus kehilangan dua pemain kreator serangannya, yaitu Ander Herrera dan Juan Mata. Keduanya ditarik keluar dalam waktu yang berdekatan. Sedangkan di kubu tim tamu, mereka kehilangan Roberto Firmino yang kemudian diganti oleh Daniel Sturridge.

Tensi permainan yang cepat dan tanpa kompromi dalam upaya saling serang dan saling menghentikan serangan, ini membuat banyak pemain mengalami gangguan terhadap kaki dan ototnya. Sesuatu yang sebenarnya lumrah terjadi, namun, cukup jarang terjadi dalam waktu yang belum panjang. Terlebih bagi Manchester United, ini adalah musibah yang besar.

Tiga pemain cedera! Herrera, Mata, dan si pemain pengganti, Jese Lingard. Khusus Lingard, penulis menyebut bahwa Solskjaer melakukan kesalahan fatal. Mengapa? Karena memasukkan pemain yang baru saja mengalami cedera di laga Liga Champions, justru di laga yang sudah terlihat memiliki tempo permainan yang cepat. Si pemain sebenarnya diketahui mengalami cedera saat MU menjamu PSG di babak 16 besar tengah pekan lalu. Masa pemulihan seminggu sepertinya sudah dijalankan dengan baik oleh Lingard. Namun, sebagai pemain yang baru saja pulih, pasti akan butuh masa yang cukup agar benar-benar siap untuk bermain lagi. Apalagi di laga sepenting ini dan sedang dalam tempo permainan yang cepat dan keras. Maka, sangat diperlukan pemain yang 100% bugar.

Di sinilah blunder yang tidak terprediksi oleh Solskjaer, yang kemudian harus melihat fakta bahwa MU sudah melakukan tiga pergantian pemain. Artinya, di babak kedua, mereka harus bermain lebih cermat lagi dan menghindari duel-duel keras. Apalagi ada pemain lain yang sebenarnya juga sudah terlihat tidak bugar. Yaitu, Marcus Rashford. Si pemain beberapa kali terlihat menunduk, membungkukkan badan, dan bahkan sempat dihampiri oleh Ole Gunnar Solskjaer, "Apakah perlu diganti?" kira-kira begitulah dialog yang dilontarkan Solskjaer kepada si pemilik nomor 10 tersebut. Namun, Rashford sepertinya tetap mampu bermain dan dipastikan tetap bermain penuh ketika, Lingard ditarik keluar.

Seandainya Solskjaer lebih memilih Sanchez untuk dimainkan menggantikan Mata, pasti, hal ini kemungkinan tidak akan terjadi. Artinya, dengan perhitungan pergantian pemain yang beresiko tersebut, MU harus murni mengubah atau mengandalkan pergantian taktik terhadap 11 pemain yang tersisa di lapangan tersebut di babak kedua.  Jika menilik pada statistik di babak pertama, Liverpool sudah dominan. Maka, di babak kedua hal ini kembali terjadi. Karena, MU pasti akan mengubah gaya main (lebih pragmatis) dan lebih meminimalisir resiko pemain cedera lainnya (termasuk tidak memperparah Rashford).

Di laga ini juga menjadi pembuktian dari kerja keras Rashford untuk tetap bertahan di lapangan selama 45 menit. Melihat situasi yang tidak maksimal ini, maka, MU terlihat tidak dapat menyerang 100% (konsentrasi mereka lebih bertumpu pada pertahanan). Hal ini terlihat dengan upaya Alexis Sanchez yang selalu langsung kembali ke belakang, ketika MU gagal membangun serangan. Sedangkan saat menyerang, tumpuannya akan berada di sisi kanan dengan menempatkan Romelu Lukaku sebagai pemain winger dan didukung oleh Ashley Young yang juga tidak berani total overlap. Keberadaan Robertson di sisi kiri Liverpool memang patut diwaspadai oleh sisi kanan MU.

Masih di kubu MU, dengan musibah di babak pertama tersebut, MU praktis harus memaksimalkan 11 pemain yang ada di lapangan---tanpa pergantian pemain lagi---dan ini menjadi ujian taktik terhadap kemampuan Solskjaer dalam merespon kejadian tersebut. Sebenarnya kunci permainan MU yang terhentikan di laga ini adalah Marcus Rashford. Pemain muda ini sebenarnya adalah pemain yang memiliki mobilitas tinggi dan selalu berupaya menjemput bola dengan kebiasaannya untuk melebar ke sisi lapangan.

Memang di babak kedua ketika dirinya tidak 100% bugar, peran seperti itu digantikan oleh Lukaku, namun, ketiadaan seorang target-man (walau di dalam kotak penalti ada Rashford) membuat penguasaan bola Lukaku juga acapkali terbuang sia-sia. Karena, bola kiriman Lukaku juga tidak mampu dijangkau oleh Rashford ataupun Sanchez. Hal ini sangat dimaklumi bagi kedua pemain ini yang memang keduanya menjalani laga yang berat.

Rashford harus berduel dengan dua center-back dalam kondisi tidak fit, dan Alexis Sanchez seringkali harus berlari dari belakang terlebih dahulu. Terlambatnya transisi Alexis, membuat lini belakang Liverpool---Milner di posisi bek kanan biasanya dapat mengikuti timing pergerakan Alexis---sudah sangat siap untuk mengantisipasi kiriman bola dari Lukaku. Artinya, MU seolah-olah hanya memainkan 10 pemain, walau keberadaan Rashford masih cukup penting untuk mengalihkan perhatian minimal satu pemain bertahan Liverpool.

Namun, kendala terbesar MU adalah transisi pemain dan itu kian parah ketika memasuki menit ke-60. Di awal babak kedua, Pogba masih bisa mencoba mendukung serangan MU, namun, dengan adanya balasan serangan cepat Liverpool, maka, terpaksa bagi Pogba untuk juga turut membantu pertahanan MU. Sehingga, ketika MU mendapatkan kesempatan menyerang, momentum mereka cepat habis, karena Pogba harus naik dari bawah dan timing itu sama dengan transisi para pemain Liverpool---salah satunya Fabinho---untuk segera menutup pergerakan Pogba.

Selain itu, sudah habisnya kuota pergantian bagi MU di babak kedua, jelas sekali harus meminimalisir resiko cedera. Sehingga, mereka harus memilih satu prioritas saja di permainan ini. Yaitu bermain kuat di lini pertahanan. Pilihan ini terbukti tidak sia-sia, karena, MU akhirnya bisa meminimalisir resiko kekalahan. Melalui segala perjudian taktik tersebut, MU (bisa disebut) sukses menahan imbang salah satu tim favorit juara, Liverpool.

Di kubu seberang, hasil imbang ini tidaklah bagus. Karena, Liverpool dipastikan tetap berada dalam jangkauan Manchester City di posisi kedua. Bahkan sang rival berhasil menggaet gelar juara di Piala Liga, Carabao Cup 2019 (mengalahkan Chelsea di final). Sehingga, momentum untuk meraih juara bagi Liverpool kian menipis. Sedangkan bagi City, ini adalah aura juara yang harus tetap dipertahankan.

Ketidakmampuan Liverpool dalam memenangkan laga atau minimal mencetak gol adalah kegagalan lini depan memaksimalkan peluang dan terkuncinya lini ketiga (bek sayap yang overlap) untuk mendukung penyerangan. Memang Milner dan Robertson cukup banyak overlap ke depan, apalagi di babak kedua. Namun, pergerakan mereka tidak begitu efektif dalam mengirimkan bola ke jantung pertahanan lawan. Apalagi Robertson yang di laga ini tidak terlalu bagus pergerakannya saat overlapping dibandingkan dengan di laga-laga Liverpool sebelumnya.

Kesalahan besar Liverpool di laga ini ada dua dan itu ada di lini serang. Kesalahan pertama ada di babak pertama. Ketidakmampuan Mohamed Salah memaksimalkan peluang dari freekick, dan bagaimana keputusan akhir dari penyerangan (khususnya final touch di kaki Salah) yang seringkali tidak berjalan maksimal. Liverpool memang tetap fleksibel pergerakan lini depannya. Namun, mereka seperti tidak ada kepastian bahwa bola akan berakhir di kaki siapa. Apalagi sejak Firmino ditarik keluar. Maka yang terjadi hanyalah perpindahan bola dari kiri ke kanan ataupun sebaliknya. Masih di babak pertama pula, Liverpool terlihat bermasalah dalam transisi dari bertahan ke menyerang. Mereka seperti kurang percaya diri untuk langsung mengerucut ke kotak penalti daripada hanya melebarkan jangkauan bola dan menunggu pemain lainnya berada di kotak penalti.

Kesalahan kedua adalah tidak adanya inovasi serangan di babak kedua. Ketika MU dengan banyak masalahnya di babak pertama saja sudah mampu mengantisipasi penyerangan Liverpool, maka, seharusnya di babak kedua Liverpool harus mencari cara yang berbeda dalam menyerang. Jika biasanya, Liverpool gemar memainkan bola cepat saat menyerang, maka, seharusnya mereka bisa mencoba cara lain. Yaitu, melakukan delay terhadap penguasaan bola di lini tengah. Toh, Liverpool sudah dipastikan mampu mendominasi lini tengah. Jadi, apa salahnya untuk mencoba berlama-lama di lini tengah, bukan?

Namun, gaya Klopp memang tidak seperti Arsene Wenger, Unai Emery ataupun mungkin Maurizio Sarri. Klopp memilih menggantikan Jordan Henderson dengan Xerdan Shaqiri dengan harapan si pemain bisa mendukung pergerakan Mo Salah. Namun, keberadaan Shaqiri sepertinya sudah diantisipasi dengan garis pertahanan MU yang dalam. Di babak kedua, MU memang sudah siap bertahan ketika mereka sudah mengetahui bahwa strategi bermain pragmatis mereka tidak berjalan baik untuk menyerang. Maka, pilihan paling logis adalah bertahan sebaik-baiknya. Maka, yang terjadi di lapangan adalah turunnya posisi Lukaku dan pergerakan Alexis Sanchez yang membantu Luke Shaw di sisi kiri. Praktik ini sudah jelas menunjukkan bahwa MU sudah tahu bahwa Klopp pasti akan mencoba pemain menyerang lainnya dari bench, Shaqiri.

Masuknya Shaqiri memang bagus dan tepat, namun, terkesan kurang cepat untuk diambil keputusannya bagi Klopp. Apalagi Klopp juga tidak mau berjudi dengan menggantikan Mo Salah dengan Shaqiri dibandingkan Jordan Henderson yang ditarik keluar. Padahal dengan dominannya Liverpool di lini tengah, seharusnya Liverpool masih membutuhkan Henderson dibandingkan pemain yang di laga ini kian tak berkutik di babak kedua; Mo Salah.

Keluarnya Firmino sedari babak pertama, jelas, membuat Mo Salah menjadi perhatian utama bagi pertahanan MU di babak kedua. Walau, di depan sebenarnya masih ada Mane. Bahkan, sebenarnya Sadio Mane jauh lebih eksplosif dibandingkan Mo Salah, khususnya di babak pertama. Namun di babak kedua, Mane juga tidak berkutik. Karena, MU sudah menurunkan garis pertahanannya. Sehingga, tak ada kesempatan bagi Mane untuk mengembangkan permainannya apalagi mendukung Mo Salah.

Jadi, tim manakah yang sebenarnya jauh lebih baik permainannya?
Walau menuai hasil imbang, bukan berarti secara kualitas permainan keduanya juga berimbang. Di sinilah sebenarnya muncul kelebihan-kekurangan yang kemudian membuat publik sepatutnya tahu tim manakah yang dapat memainkan permainannya lebih baik. Tim itu adalah Manchester United.

Memang tidak menang. Namun, MU dengan segala permasalahannya di pertandingan ini, masih mampu memberikan perlawanan alot, khususnya dari segi taktikal. Melalui pertimbangan sulitnya, Solskjaer akhirnya harus memilih hasil yang paling realistis dan dia berhasil melakukannya. Hasil imbang dan itu artinya, dia dapat mengeluarkan tim dari permasalahan, walau tidak dengan hasil yang paling bagus. Namun, hasil imbang dan menghadapi tim yang memiliki tipikal bermain seperti Liverpool, tentu, perlu adanya kejelian dalam bermain taktis, dan Solskjaer (setidaknya) sudah melakukannya di laga ini.

Malang, 25 Februari 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun