Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Duel Manchester United vs Liverpool Tumbangkan Banyak Pemain

25 Februari 2019   15:11 Diperbarui: 25 Februari 2019   21:45 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kubu seberang, hasil imbang ini tidaklah bagus. Karena, Liverpool dipastikan tetap berada dalam jangkauan Manchester City di posisi kedua. Bahkan sang rival berhasil menggaet gelar juara di Piala Liga, Carabao Cup 2019 (mengalahkan Chelsea di final). Sehingga, momentum untuk meraih juara bagi Liverpool kian menipis. Sedangkan bagi City, ini adalah aura juara yang harus tetap dipertahankan.

Ketidakmampuan Liverpool dalam memenangkan laga atau minimal mencetak gol adalah kegagalan lini depan memaksimalkan peluang dan terkuncinya lini ketiga (bek sayap yang overlap) untuk mendukung penyerangan. Memang Milner dan Robertson cukup banyak overlap ke depan, apalagi di babak kedua. Namun, pergerakan mereka tidak begitu efektif dalam mengirimkan bola ke jantung pertahanan lawan. Apalagi Robertson yang di laga ini tidak terlalu bagus pergerakannya saat overlapping dibandingkan dengan di laga-laga Liverpool sebelumnya.

Kesalahan besar Liverpool di laga ini ada dua dan itu ada di lini serang. Kesalahan pertama ada di babak pertama. Ketidakmampuan Mohamed Salah memaksimalkan peluang dari freekick, dan bagaimana keputusan akhir dari penyerangan (khususnya final touch di kaki Salah) yang seringkali tidak berjalan maksimal. Liverpool memang tetap fleksibel pergerakan lini depannya. Namun, mereka seperti tidak ada kepastian bahwa bola akan berakhir di kaki siapa. Apalagi sejak Firmino ditarik keluar. Maka yang terjadi hanyalah perpindahan bola dari kiri ke kanan ataupun sebaliknya. Masih di babak pertama pula, Liverpool terlihat bermasalah dalam transisi dari bertahan ke menyerang. Mereka seperti kurang percaya diri untuk langsung mengerucut ke kotak penalti daripada hanya melebarkan jangkauan bola dan menunggu pemain lainnya berada di kotak penalti.

Kesalahan kedua adalah tidak adanya inovasi serangan di babak kedua. Ketika MU dengan banyak masalahnya di babak pertama saja sudah mampu mengantisipasi penyerangan Liverpool, maka, seharusnya di babak kedua Liverpool harus mencari cara yang berbeda dalam menyerang. Jika biasanya, Liverpool gemar memainkan bola cepat saat menyerang, maka, seharusnya mereka bisa mencoba cara lain. Yaitu, melakukan delay terhadap penguasaan bola di lini tengah. Toh, Liverpool sudah dipastikan mampu mendominasi lini tengah. Jadi, apa salahnya untuk mencoba berlama-lama di lini tengah, bukan?

Namun, gaya Klopp memang tidak seperti Arsene Wenger, Unai Emery ataupun mungkin Maurizio Sarri. Klopp memilih menggantikan Jordan Henderson dengan Xerdan Shaqiri dengan harapan si pemain bisa mendukung pergerakan Mo Salah. Namun, keberadaan Shaqiri sepertinya sudah diantisipasi dengan garis pertahanan MU yang dalam. Di babak kedua, MU memang sudah siap bertahan ketika mereka sudah mengetahui bahwa strategi bermain pragmatis mereka tidak berjalan baik untuk menyerang. Maka, pilihan paling logis adalah bertahan sebaik-baiknya. Maka, yang terjadi di lapangan adalah turunnya posisi Lukaku dan pergerakan Alexis Sanchez yang membantu Luke Shaw di sisi kiri. Praktik ini sudah jelas menunjukkan bahwa MU sudah tahu bahwa Klopp pasti akan mencoba pemain menyerang lainnya dari bench, Shaqiri.

Masuknya Shaqiri memang bagus dan tepat, namun, terkesan kurang cepat untuk diambil keputusannya bagi Klopp. Apalagi Klopp juga tidak mau berjudi dengan menggantikan Mo Salah dengan Shaqiri dibandingkan Jordan Henderson yang ditarik keluar. Padahal dengan dominannya Liverpool di lini tengah, seharusnya Liverpool masih membutuhkan Henderson dibandingkan pemain yang di laga ini kian tak berkutik di babak kedua; Mo Salah.

Keluarnya Firmino sedari babak pertama, jelas, membuat Mo Salah menjadi perhatian utama bagi pertahanan MU di babak kedua. Walau, di depan sebenarnya masih ada Mane. Bahkan, sebenarnya Sadio Mane jauh lebih eksplosif dibandingkan Mo Salah, khususnya di babak pertama. Namun di babak kedua, Mane juga tidak berkutik. Karena, MU sudah menurunkan garis pertahanannya. Sehingga, tak ada kesempatan bagi Mane untuk mengembangkan permainannya apalagi mendukung Mo Salah.

Jadi, tim manakah yang sebenarnya jauh lebih baik permainannya?
Walau menuai hasil imbang, bukan berarti secara kualitas permainan keduanya juga berimbang. Di sinilah sebenarnya muncul kelebihan-kekurangan yang kemudian membuat publik sepatutnya tahu tim manakah yang dapat memainkan permainannya lebih baik. Tim itu adalah Manchester United.

Memang tidak menang. Namun, MU dengan segala permasalahannya di pertandingan ini, masih mampu memberikan perlawanan alot, khususnya dari segi taktikal. Melalui pertimbangan sulitnya, Solskjaer akhirnya harus memilih hasil yang paling realistis dan dia berhasil melakukannya. Hasil imbang dan itu artinya, dia dapat mengeluarkan tim dari permasalahan, walau tidak dengan hasil yang paling bagus. Namun, hasil imbang dan menghadapi tim yang memiliki tipikal bermain seperti Liverpool, tentu, perlu adanya kejelian dalam bermain taktis, dan Solskjaer (setidaknya) sudah melakukannya di laga ini.

Malang, 25 Februari 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun