Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menantikan Kerja Sama Radovic dan Lopicic di Persib Bandung

10 Januari 2019   10:02 Diperbarui: 10 Januari 2019   10:19 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miljan Radovic kembali ke Persib sebagai pelatih baru. (Indosport.com)

Kebijakan Transfer Pesepak bola dan Pengaruh Kedekatan Personalitas

---

Publik sepak bola Indonesia sedang ramai memperbincangkan musim libur kompetisi Liga 1 dengan topik jendela transfer pemain untuk memperkuat klub-klub peserta kompetisi tertinggi di Indonesia tersebut. Setelah kabar pembatalan perekrutan Sandi Sute ke klub promosi dari Liga 2, Kalteng Putra, menghebohkan jagad maya. Bahkan, sampai juga berita tersebut ke media asing Asia. Menandakan bahwa geliat sepak bola Merah-Putih sedang sangat dipantau oleh publik internasional.

Hal ini memberikan tanggapan positif dan negatif. Positif, karena, itu artinya sepak bola kita (masih) diperhitungkan. Negatif, karena, berita-berita yang terdengar sampai ke mancanegara tidak semuanya menarik untuk dipublikasikan. Termasuk kabar-kabar unik seputar transfer pemain.

Membicarakan tentang transfer pemain untuk berpindah klub, baik itu melalui proses peminjaman atau melalui sistem kontrak kepemilikan (pembelian jika di luar negeri/Eropa), tentu merupakan topik yang sangat seru. Namun, ada perbedaan dari bentuk transfer pemain di sepak bola Indonesia. Jarang atau bahkan tidak ada bentuk transfer yang melibatkan sistem jual-beli pemain dari satu klub ke klub lain.

Hal ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan pemain sepak bola di mancanegara, khususnya di Eropa. Salah satu faktornya adalah sistem kontrak pemain di klub di kompetisi sepak bola Indonesia adalah berjangka pendek. Biasanya hanya berdurasi kontrak satu tahun atau untuk satu musim kompetisi. Bahkan, ada pemain-pemain yang bermain di klub lain ketika mengikuti kompetisi pra musim, walau ketika musim kompetisi akan dibuka, si pemain akan kembali lagi berseragam klub asalnya. 

Contohnya adalah Boaz T. Solossa. Pemain dan sekaligus kapten tim dari klub kebanggaan masyarakat Jayapura, Persipura ini biasanya akan memperkuat klub lain ketika sedang pra-musim. Misalnya, dengan bergabung ke klub Borneo FC untuk mengikuti kompetisi Piala Presiden (kompetisi pramusim). Ketika kompetisi selesai, dia akan kembali lagi ke Persipura dan memperkuatnya selama semusim penuh.

Lalu, bagaimana bisa Boaz Solossa tetap berada di Persipura sampai saat ini?

Walau klub-klub Indonesia bersistem kontrak jangka pendek, biasanya  mereka akan selalui memperbarui kontrak dan nilainya sesegera mungkin pasca musim berakhir ataupun sebelum musim kompetisi yang baru dimulai. Sama halnya dengan pemain-pemain legendaris dalam satu klub lainnya, seperti, Ismed Sofyan bersama Persija Jakarta, lalu ada I Made Wirawan bersama Persib Bandung, Rendi Irawan bersama Persebaya Surabaya, dan pemain-pemain lainnya yang dapat menjalin kerja sama dengan klubnya lebih dari 2-3 musim kompetisi.

Sistem kontrak jangka pendek inilah yang kemudian membuat si pemain harus mengikuti trial atau masa percobaan dalam sebuah latihan khusus untuk membuat pelatih klub dan manajemen klub bersedia atau tertarik untuk merekrutnya. Sistem semacam ini memberikan nilai positif dan negatif.

Nilai positif, karena hak transfer prosentase pembagian hak kontrak dipegang secara mayoritas oleh pemain dan agennya. Artinya, tidak ada klub yang dapat memperoleh hak dalam kebijakan terhadap pemain jika di antara klub dengan pemain tidak terikat kontrak. Jadi, ketika musim kompetisi berakhir atau kalender satu tahun berakhir, biasanya perlu adanya pembaruan kontrak jika di antara kedua belah pihak (klub dan pemain) ingin melanjutkan petualangan bersama, atau otomatis berpisah jika kontraknya sudah berakhir. Bersama model demikianlah, membuat pemain akan bebas untuk menentukan masa depan dan menyiapkan rencana selanjutnya setiap libur kompetisi.

Namun, di sisi lain, terdapat negatifnya. Yaitu, tidak terikatnya kontrak pemain dengan klub di musim selanjutnya seringkali membuat pemain harus bekerja keras mengembalikan performa ke sediakala pasca liburan. Faktor kebugaran dan jadwal latihan tentu akan berbeda ketika musim kompetisi sedang libur dan tidak terikat kontrak. Termasuk ketika si pemain justru mengikuti kompetisi antar kampung sebagai ajang latihan namun justru dapat membuka peluang negatif untuk cedera dan dirawat tanpa ada subsidi perawatan dari pihak klub.

Hal negatif lainnya adalah bagi pemain asing. Mereka yang gagal memikat klub (pelatihnya), otomatis akan perlu untuk dibawa ke klub-klub lainnya. Sebelum akhirnya harus kembali ke negara asalnya. Namun, terkadang mereka akan tetap dapat bermain di klub tertentu yang memang sangat membutuhkan pemain dengan tipe tersebut, walau pada akhirnya kesulitan untuk berkembang secara kompetisi (gagal beradaptasi dengan atmosfer kompetisi/liga). Artinya, pemain asing juga harus mengikuti trial agar direkrut, bukan karena faktor kualitas yang sudah terendus media atau terjaring dari tim scouting milik klub tersebut. Hal ini menjadi pengalaman yang berbeda dan membuat pemain asing perlu bersiap untuk 50-50 terhadap peluangnya untuk berkompetisi di Indonesia.

Berbicara soal pemain asing yang bermain di Indonesia, jelas sudah sangat banyak jumlahnya. Apalagi soal pemain asing yang mampu tampil moncer di kompetisi Indonesia dan memberikan pengaruh besar terhadap klubnya. Ambil contoh pemain tengah miliki PSM Makassar, Wilijan Pluim (penyabet gelar MVP Liga 1 2018), lalu di Bali United ada Nick van der Velden (Belanda, sama seperti Pluim), jika di Persebaya kita bisa melihat striker asing tajam pada David Da Silva (Brazil), termasuk Aleksandar Rakic (Montenegro) di PS Tira yang berhasil menyabet gelar top skor kompetisi Liga 1 musim 2018.

Tak hanya pemain-pemain di atas yang tergolong belum terlalu lama berada di kompetisi Indonesia. Kita bisa mendengar nama-nama pemain asing yang sudah lama berkompetisi di Indonesia karena kualitasnya yang luar biasa. Sebut saja Yoo Jae Hoon, kiper Korea Selatan (Korsel) yang moncer bersama Persipura Jayapura. Lalu ada Shohei Matsunaga (Jepang) yang sukses di Persib Bandung. Juga ada Yoo Hyun Koo, pemain Korsel lainnya yang berhasil bertahan di kompetisi Indonesia bersama klub-klub asal Sumatra (pernah membela Semen Padang dan Sriwijaya FC). Mereka adalah beberapa pemain asing lama yang memang berhasil menunjukkan kualitasnya di Indonesia dan diakui oleh para pendukung klub maupun penikmat sepak bola nasional.

Walau sudah banyak pemain asing yang tetap berada di kompetisi Indonesia dalam kurun waktu lebih dari dua musim kompetisi, namun, tak serta-merta semuanya mampu menampilkan kualitas permainan yang stabil. Seringkali, mereka mengalami fase penurunan kualitas. Apalagi jika hal ini berkaitan dengan faktor usia. Maklum, biasanya para pemain asing yang bermain di kompetisi Indonesia rata-rata sudah melewati masa keemasannya sebagai pesepak bola. Bisa disebut demikian, karena, usia pemain asing tersebut ketika memijakkan kakinya di rumput stadion Indonesia sudah berumur di atas 28 tahun. Bahkan, tak sedikit yang sudah 'berkepala' 3.

Artinya, masa 'bakti' seorang pemain asing di Indonesia tergolong cukup singkat, walau ini akan bergantung pada tingkat kebugaran si pemain. Ambil contoh pada pemain asing legendaris seperti Keith 'Kayamba' Gumbs. Pemain asing ini bahkan masih merumput di Indonesia di usianya yang sudah 'kepala' 4 dan masih sangat fit untuk bermain sebagai pemain depan kala itu. Namun, pemain yang mampu menunjukkan performanya tetap stabil dan berada di atas rata-rata, biasanya tidak banyak. Bahkan, ada yang pemain-pemain asing yang cepat meredup dan kurang diperhitungkan lagi kontribusinya terhadap klub maupun di kompetisi.

Salah satu pemain asing yang mulai dinilai redup performanya adalah Srdan Lopicic. Pemain asal Montenegro ini datang ke kompetisi Indonesia sudah cukup lama. Namun, kini, dia sudah berada di usia 35 tahun. Artinya, dia sudah berada di masa-masa penghabisan sebagai pemain non kiper yang dapat dipastikan terus bermain di setiap laga dalam satu musim kompetisi. 

Jika dirinya adalah pemain lokal, mungkin berada di bangku cadangan tidak terlalu buruk. Pemain lokal seperti Bambang Pamungkas saja berada di bench Persija dengan menunggu kesempatan bermain yang diberikan pelatih kepada dirinya---dengan alasan kebugaran dan faktor usia. Namun, bagaimana dengan pemain asing?

Selama bermusim-musim kompetisi Indonesia---apapun nama kompetisinya---biasanya akan sangat familiar bagi penonton sepak bola melihat setiap klub selalu menurunkan skuad terkuatnya dengan memasukkan semua pemain asingnya sejak menit pertama. Kiper asing jika dimiliki, pasti akan bermain, lalu, ada satu/dua bek asing di tengah, dan tak menutup kemungkinan ada seorang playmaker asing, juga penyerang asing yang haus gol. Di sinilah, kemudian menjadi kebiasaan dari pola permainan klub Indonesia yang sangat bergantung pada kualitas dari pemain asingnya.

Lalu, bagaimana dengan Srdan Lopicic?

Pemain ini ketika masa-masa awal berada di Indonesia, sangat disegani sebagai pemain tengah yang memiliki naluri mencetak gol yang cukup tinggi. Termasuk saat dirinya kemudian berada di klub asal Jawa Timur, Persela Lamongan. Dia disebut-sebut, berada di masanya sebagai salah satu pemain tengah yang berpengaruh di kompetisi Indonesia kala itu. Namun, selayaknya pemain lainnya yang pasti akan memasuki masa akhir. Lopicic juga kian melangkah ke arah sana. Yaitu, masa-masa meredup dan menuju pintu untuk gantung sepatu.

Uniknya, Lopicic di usia yang sudah menua dan kualitas yang terlihat sudah tidak lagi sedominan dulu (hanya bermain di 18 laga saja bersama Borneo FC musim 2018), justru bergabung di klub besar seperti Persib Bandung. Hal ini rupanya menjadi sinyal kekhawatiran bagi pendukung tim Maung Bandung tersebut. dari soal umur, sampai soal penurunan kualitas serta seringnya absen karena cedera maupun kondisi kebugaran yang tidak sesuai kebutuhan. Untuk itulah, pemain ini mulai sering terpinggirkan dari starting line-up, yang membuat suatu keanehan jika hal ini terjadi di Persib. Yaitu,  melihat pemain asing di klub besar dan menjadi cadangan.

Soal pilihan pemain, tentu itu berada dalam wewenang dari pelatih, karena, biasanya perlu ada kecocokan antara strategi atau filosofi bermain dari pelatih ke bentuk permainan dari si pemainnya tersebut. di sinilah ada kemungkinan bahwa Lopicic datang sebagai 'asisten' pelatih yang kebetulan juga berasal dari Montenegro. Yaitu, Miljan Radovic. Mantan pemain Persib Bandung ini rupanya kembali ke kompetisi Indonesia sebagai pelatih setelah dirinya dapat menyelesaikan kursus kepelatihannya.

Bergabungnya Radovic di Persib, sepertinya akan membangun optimisme terhadap misi kebangkitan Persib pasca kegagalan mereka untuk bersaing ketat memperebutkan gelar juara musim lalu. Sehingga, bersama Radovic, akan ada kemungkinan Persib kembali tampil meyakinkan dan bisa jadi akan memiliki ciri khas permainan yang berbeda---membawa filosofi permainan dari Eropa Timur. Namun, keputusan Radovic yang merekrut Lopicic di Persib, rupanya diprediksi akan menjadi blunder dari masa awal kepelatihannya---bagi suporter dan publik penikmat bola Indonesia.

Hm... Belum apa-apa, tapi sudah berprasangka buruk.

Hal inilah yang kemudian perlu ditanggapi. Yaitu, soal kemungkinan bahwa keputusan Radovic salah atau justru sebaliknya---terhadap Lopicic. Padahal, berbicara soal faktor perekrutan pemain tersebut tidak hanya berbicara soal teknik atau skill individu si pemain, namun, juga pada ketertarikan pelatih dan adanya ikatan personalitas yang diprediksi dapat menjalin kerja sama yang positif terhadap klub.

Sudah tidak asing lagi jika kita mendengar adanya pemilihan pemain dari ketertarikan langsung pada pihak pelatihnya. Kita ambil contoh pada hubungan antara Jose Mourinho dengan Nemanja Matic. Pelatih-pemain ini walau bukan berasal dari satu negara yang sama, justru sudah dua kali bekerja sama di dua klub yang berbeda, Chelsea dan Manchester United.

Unik?

Tidak. Hal ini justru terlihat wajar jika terjadi. Karena, secara behind the scene dalam dunia sepak bola, seorang pelatih perlu memberikan kepercayaan kepada pemain dan kepercayaan itu seharusnya dapat dibalas dengan keyakinan dari si pemain, bahwa instruksi dari pelatih itu dapat dilakukan dan akan menghasilkan suatu keuntungan bagi klubnya. Jalinan ini kemudian tidak pasti bisa terjadi atau disebut sukses bagi pelatih dengan semua pemain. 

Pasti ada pelatih yang hanya cocok dengan pemain yang bertipe seperti ini, dan begitu pula dengan pemain yang perlu menemukan sosok pelatih yang tepat untuk gaya bermainnya. Seperti Mou dan Matic yang keduanya berada di tim yang sama dan itu sebenarnya bukanlah hal baru dan unik, melainkan kewajaran. Karena sepak bola mengajarkan kerja sama dan itu tak hanya antar pemain di lapangan, namun, juga antara pelatih dan pemain, dan mereka tidak bisa 100% berhasil saling merangkul secara keseluruhan dengan kemampuannya sendiri. Pasti perlu adanya bantuan atau perantara.

Jika di dalam sebuah klub tidak ada yang menjembatani atau meyakini terhadap kualitas dan filosofi bermain dari si pelatih, maka, akan perlu proses yang cukup lama untuk dapat membuat tim benar-benar kompak dan selalu yakin terhadap taktik sang pelatih. Hal ini penting. Namun, seringkali tak dipikirkan oleh orang-orang yang belum terlalu mengenal cara kerja yang tepat dalam sebuah tim---pekerjaan, yang mana hal ini juga berlaku di sepak bola.

Lalu, bagaimana dengan penanggungjawaban terhadap performa dari pemain sepak bola tersebut?

Pemain itu juga manusia. Mereka pasti berada dalam arus/siklus yang berputar. Artinya, dia pasti akan mendapatkan peluang berada di masa kejayaan, dan di masa lainnya, pasti akan mengalami masa keterpurukan. Hal ini juga bisa dialami oleh pelatih. Pelatih seperti Mourinho saja bisa dipecat oleh klubnya, bukan?

Untuk itulah, ada baiknya kita menantikan saja duet Montenegro di Persib ini akan menghasilkan performa yang seperti apa. benarkah, Radovic telah membuat keputusan yang salah, atau justru sebaliknya?

Semoga beruntung Persib!

Malang, 9 Januari 2019
Deddy Husein S.

Tambahan:
Info tentang Srdan Lopicic di FootballTribe.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun