Ke manakah otak mereka untuk berpikir dan bersuara demi perut mereka yang kadangkala kosong, di saat kaum elit sedang berfoya-foya dan jalan-jalan ke luar negeri setiap akhir pekan---bahkan sampai berbulan-bulan tak pulang?
Itulah yang menjadi keunikan dari peristiwa ini. Kita selalu cenderung menakuti hal yang sebenarnya tak perlu ditakuti. Karena, Indonesia masih punya undang-undang yang berlandaskan Pancasila yang memiliki banyak butir-butir yang kini bahkan sudah tak banyak orang dapat menghafalnya---mbah Google buka 24 jam.
Artinya, kehidupan masyarakat Indonesia sudah tidak seperti dulu yang bisa asal digali lalu ditutup tanpa banyak orang tahu saat bangun pagi.
Indonesia sudah seharusnya (lebih) cerdas.
Sebagai bagian dari penutup, dihadirkan sebuah kutipan (secara bebas) yang merupakan pemikiran dari Max Weber---salah satu kompatriot Marx, walau beda pemikiran---yaitu, "Semakin kau berusaha rasional, semakin dekat dirimu pada irrasional."
Artinya jika dikaitkan dengan peristiwa saat ini adalah, semakin kita berusaha menyingkirkan sesuatu, maka, semakin besar sesuatu tersebut mengeksistensi dirinya.
Seperti PKI dan Komunisme. Semakin kita menjauhinya tanpa ada alasan yang masuk akal, semakin besar kehadirannya dalam kehidupan kita. Karena, mereka sebenarnya sama seperti (ideologi) yang lain, mereka hanya cukup ada. Itu saja.
Jika semakin berlebihan dalam menanggulangi PKI dan Komunisme, semakin besar masyarakat yang sudah tahu apa itu Komunisme untuk 'tertawa geli nan lantang'. Jika hal ini terjadi, maka semakin terlihat bahwa Indonesia masih kuno, sedangkan lagu Garuda Pancasila semakin terdengar gegap gempita saat dinyanyikan oleh anak-anak SD.
Tidak malukah kita dengan anak-anak SD tersebut?
Malang, 29 Desember 2018
Deddy Husein S. (mahasiswa Sosiologi yang belum lulus. Wkwkwk)
.
.
.
Tambahan untuk direnungkan:
Kenalilah Komunisme dengan membaca buku Karl Marx.