Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Aksi Menyita Harus Diikuti Aksi Membaca

29 Desember 2018   10:03 Diperbarui: 29 Desember 2018   14:36 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai di sini, mungkin ada yang kemudian bertanya-tanya tentang arah tulisan ini.

Inilah arah tulisannya, yaitu menjelaskan Sosiologi dan Komunisme seringkas dan sesederhana mungkin. Supaya dapat dipahami oleh kita yang belum terlalu kenal keduanya, walau hal ini pastinya sudah pernah diketahui saat masih di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

Lalu apa itu komunisme dan mengapa dia mendapatkan perlakuan 'istimewa' di Indonesia?
Kita mengenal Pancasila, bukan?
Mengenal Liberalisme?
Kapitalisme?
Lalu, bagaimana dengan Komunisme?
Pasti sudah mendengarnya juga saat masih berseragam putih abu-abu.

Ya, komunisme adalah sebuah paham/ideologi yang dapat dijadikan landasan berpikir oleh suatu kelompok, masyarakat, sampai lingkup negara yang menjunjung tinggi adanya kesetaraan hak antara kaum proletar dengan kaum borjuis. Artinya, komunisme sama seperti liberalisme, kapitalisme, sosialisme---walau tak lagi terdengar, dan juga Pancasila. Komunisme 'hanya' sebuah pemikiran untuk membuat suatu kehidupan yang dinilai lebih ideal dari ideologi lainnya, yaitu Kapitalisme.

Komunisme lahir sebagai antitesis dari kapitalisme. Artinya, komunisme hadir untuk mencegah adanya perluasan dari pengaruh kapitalisme yang saat itu---di Jerman---terlihat semakin menyengsarakan kaum proletar/kaum kelas menengah kebawah. Kemudian, komunisme juga sebenarnya dapat dikatakan sebagai anak dari sosialisme. Yaitu, semacam faham yang sangat pro masyarakat dan menginginkan adanya sistem pemerintahan yang berangkat dari kesejahteraan masyarakat. Mudahnya seperti kehidupan negara berasas pada tujuan bersama.

Hal ini mirip dengan komunisme. Perbedaannya hanya pada pewujudannya yang cenderung mengotakkan status sosial di masyarakat. Atau membuat kelompok-kelompok menjadi semakin terlihat jelas. Hal ini dapat dilihat dari adanya penggolongan kaum borjuis/kaum kelas atas dengan kaum proletar. Di sini juga ada pengelompokan bagi mahasiwa yang disebut sebagai borjuis kecil/muda. Keberadaan mahasiswa inilah yang kemudian diharapkan dapat 'menyelamatkan' aspirasi dan hak bagi kaum proletar.

Secara pelaksanaannya, komunisme menginginkan adanya penyatuan golongan. Seperti kaum proletar yang harus bersatu untuk dapat melawan kaum borjuis. Hal ini kemudian merambah pada ranah politik yang kemudian membentuk semacam partai yang dapat menjadi wadah suara yang kuat dan dapat menggulingkan pemahaman kapitalisme yang sebelumnya sangat dominan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat---negara-negara yang sedang mengalami fase keberhasilan bangkit dari masa kegelapan.

Walau secara pemikiran dan tindakan di antara keduanya terlihat saling sikut, namun, sebenarnya, komunisme juga sama seperti kapitalisme, sebagai bagian dari ideologi yang dibaca dan dipelajari di dalam mata pelajaran dan jurusan Sosiologi. Jadi, jika buku tentang paham komunis disita, lalu bagaimana nasib para pelajar/mahasiswa Sosiologi? Bukankah mereka adalah salah satu aktor utama yang dapat bersentuhan dengan segala ideologi tersebut---termasuk komunisme?

Jika Indonesia sangat takut dengan PKI yang disebut-sebut sebagai penganut pemahaman komunisme, bagaimana dengan mahasiswa atau murid SMA yang mempelajari Sosiologi dan kemudian menemukan kata-kata komunisme dan penjelasan tentang komunisme---yang detail dan sebenar-benarnya?

Apakah Sosiologi juga akan ditutup dan buku-buku yang memuat komunisme disita?

Jika, hal ini bersangkut-paut pada aksi propaganda, maka, yang ditindaklanjuti seharusnya bukan buku, namun, orang-orang yang melakukan aksi tersebut. Itu akan terlihat jauh lebih tepat sasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun