Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersimpati terhadap Kasus Uyghur di China dan Cara Menghormati Negara Lain

21 Desember 2018   16:32 Diperbarui: 21 Desember 2018   16:50 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah ilustrasi. twitter.com/Jsnaini

"Solidaritas itu bagus, tapi alangkah bagusnya jika kita tahu apa yang akan diperjuangkan"

Akhir-akhir ini isu agama tak pernah lenyap di telinga masyarakat Indonesia. Seolah tak bisa absen untuk membicarakan agama, jika perbincangan soal sepakbola terjeda sejenak. Bahkan, terkadang sedikit lupa, bahwa di Indonesia juga memiliki sisi-sisi keburukan lainnya dan itu sama dengan apa yang terjadi di negara lain.

Tapi, bukan soal isu agamanya yang dibahas di sini, melainkan sikap masyarakat Indonesia yang sangat menarik untuk dikupas pelan-pelan.

Dimulai dari sebuah kabar tak sedap dari suku Uyghur di China. Yaitu, sebuah suku yang menganut agama Islam---yang di China merupakan agama minoritas. Konon, terdengar kabar bahwa muslim Uyghur di sana mendapatkan perlakuan yang tak baik dalam menjalankan kehidupan kesehariannya. 

Terlepas dari fakta apakah itu benar atau tidak, kita hanya bisa melihat apa yang sudah diperlihatkan oleh rekan-rekan media massa. Namun, di sini bukan soal apa yang terjadi pada Uyghur tersebut, melainkan apa yang terjadi pada masyarakat Indonesia ketika mendengar hal ini.

Cukup menarik pada saat beberapa hari yang lalu, ada semacam unggahan karya ilustrasi di sebuah laman sosial media yang di situ terdapat ilustrasi dari keadaan yang seolah-olah menggambarkan masyarakat Uyghur, lalu ada seorang laki-laki berpakaian khas orang muslim---lengkap dengan jenggotnya, dan bersama seorang sosok berjas hitam yang di sini seperti menggambarkan sosok presiden RI saat ini; Joko Widodo (Jokowi).

Sebuah ilustrasi. twitter.com/Jsnaini
Sebuah ilustrasi. twitter.com/Jsnaini
Kesan pertama, gambar ilustrasi tersebut sangat menarik, dan sekaligus mengapresiasi terhadap apa yang ingin disampaikan. Tapi di sisi lain, ada sesuatu yang menggelitik dipikiran (penulis).

Yaitu, haruskah Jokowi bertindak segera dalam menanggapi isu tersebut dan kemudian, apa yang akan dilakukan olehnya terhadap isu tersebut?

Mengirim utusan ulama atau tokoh agama negara yang kemudian hadir ke sana lalu... apa yang akan dilakukan setelah itu?


Inilah yang kemudian membuat kita seyogyanya harus kembali pada salah satu pesan terbaik dari orangtua saat sewaktu kecil kita menangis karena tidak bisa membeli mainan yang diinginkan. Apa itu?
"Sabar, nak. Nanti, jika ada uang kita akan beli itu."
Apa kata yang harus diingat di situ?
Sabar.
Sabar dalam menentukan apa yang akan kita lakukan. Termasuk sabar ketika mendengar segala informasi yang baru saja terdengar, ataupun sudah terdengar lama namun belum menemukan bukti nyatanya.
Itu poin pertamanya.


Itulah mengapa, kita patut bersyukur telah memiliki seorang pemimpin yang tidak grusa-grusu dan tabrak sana-sini ketika dirinya telah menerima informasi apapun. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana dan apa yang akan terjadi ketika, pak Jokowi langsung bertindak dan kemudian malah menyalahi statuta internasional dengan berperilaku di ranah internasional karena dalih mencoba menyelamatkan HAM. Namun, di sisi lain itu bukan ranah kekuasaan Republik Indonesia---salah satu poin yang patut diingat.


Ibaratnya begini, bagaimana sikap kita ketika kamar rumah kita (walau bersih dan rapi) tiba-tiba langsung dimasuki oleh tetangga kita, walau sudah kenal lama?
Rahasia dan masalah. Semua negara pasti punya rahasia dan masalah. Hal ini pasti terjadi di setiap negara. Lalu, apa yang akan dilakukan oleh negara lain?

Bayangkan, bagaimana proses pengamanan negeri ini ketika isu separatisme mulai kembali menggerogoti Indonesia beberapa tahun lalu?

Pada saat itu, kita sangat murka ketika beberapa negara tetangga ada yang mulai mendukung separatisasi dari wilayah-wilayah Indonesia yang kebetulan berdekatan dengan negara tersebut, dan apa yang terjadi?

Kita berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga agar negara kita tetap utuh dan dengan cara siapa? Cara kita sendiri. Kita bangsa besar, dan sudah terlahir untuk hidup bersama dengan saudara-saudara walau saudara kita terlihat berbeda-beda. Tentu kita punya cara sendiri untuk dapat menyelesaikan kasus rumah tangga kita, bukan?


Di situlah kita harus mencari apa yang menjadi poin pentingnya.
Yaitu, menghargai.
Menghargai urusan negara lain, sama seperti menghargai urusan rumah tangga tetangga, teman kita atau bahkan saudara kita. Itu yang harus kita tanamkan di pikiran.

Bukan soal aksi yang terkesan tidak peduli. Tapi kepedulian yang seperti apa yang lebih baik? Itu yang harus kita pikirkan terlebih dahulu. Terlihat apatis memang tidak baik, namun terlihat sok peduli juga tak baik, jika sampai kemudian melangkahi garis-garis hak dari kehidupan orang/pihak lain.

Karena, aksi peduli yang tidak dapat dimengerti tujuannya secara jelas, bisa jadi, itu bukan untuk sebuah kepedulian. Melainkan, memberikan potensi terhadap pembesaran masalah yang justru akan merumitkan atau 'meledakkan kompor dari tetangga kita'.

Kebiasaan kepo, ingin tahu urusan orang lain, sedangkan urusan sendiri belum diselesaikan dengan baik, itu seringkali menggerogoti pikiran dan gaya hidup kita. Hal inilah yang kemudian, mengapa orang China bisa hidup di luar dari negerinya dan bahagia dibandingkan orang Indonesia hidup di negara lain tapi ketika pulang, selalu mendapatkan desas-desus yang mencurigakan.

Urusi hidup kita---Indonesia, sebelum mengurusi hidup negara lain. Apalagi negara sebesar China. Negara yang sudah memiliki peradaban masyarakat yang selangkah lebih di depan dibandingkan kita, tentu tidak memungkiri bahwa mereka juga punya cara tersendiri untuk mengelola negaranya, wilayahnya, masyarakatnya, termasuk agamanya.
Jadi, masihkah kita harus ikut campur, jika kita tidak mau diikutcampuri saat punya masalah?

Bagaimana dengan kasus penggerajian patok nisan salib di salah satu daerah di Yogyakarta?

Apakah itu bukan kasus yang menyedihkan juga bagi umat beragama lain---non muslim?
(Mari kita pikirkan!)
Fakta yang menarik di sini adalah beruntungnya orang-orang minoritas di Indonesia tak banyak tingkah dan bersilat lidah. Seandainya saudara-saudara ini juga menjerit seperti kaum Uyghur yang katanya sedang menjerit, apa yang akan terjadi pada Indonesia?
(Mari kembali merenung.)


Sudahkah kita ingat apa pesan kedua orangtua kita semasa kecil?
Sabar,
Hormat kepada orang yang lebih tua,
Jaga kesopanan,
Hargai yang lain,
Dan belajarlah lebih giat bukan bermain terus.
Sama seperti kita saat ini; minim belajar, namun banyak aksi digelar tanpa tujuan yang jelas. Mau seperti apa negara ini nanti?
Solidaritas bagus, tapi lihat apa yang mendasari solidaritas tersebut. Apakah baik untuk semua atau hanya untuk pihak-pihak tertentu saja.

Termasuk soal tagar free Uyghur---konteks yang diangkat di Indonesia memang hanya soal hak beragama, namun, ada selentingan fakta bahwa di sana (China) Uyghur ingin berpisah a.k.a separatisasi dari kedaulatan China. Lalu, bagaimana jika itu kita balikkan pada isu free Papua di Indonesia?

Tentu saja misi China juga sama seperti Indonesia. Mereka memiliki peraturan untuk menjaga kedaulatan negaranya, wilayah, dan rakyatnya, dengan cara mereka. Sama seperti kita, menggunakan cara kita, Bhinneka Tunggal Ika untuk menyelamatkan Papua dan wilayah-wilayah lain yang nyaris dicengkeram pihak-pihak luar.

Jadi, apa poinnya?

Mawas diri.

Bercermin pada apa yang pernah kita lakukan, dan di antaranya pasti punya ciri yang menandakan bahwa kita punya cara yang khas untuk hidup. Cara khas yang juga dimiliki oleh orang lain, dan ini akan kembali pada poin-poin di atas.

Salah satunya adalah belajar. Konteks-nya di sini adalah gali terus informasi yang beredar di media massa, dan buka pikiran yang jernih sebelum memutuskan apa yang akan dilakukan.

Ya, begitu.

Semoga bermanfaat....

Malang,
21-12-2018
Deddy Husein S.

Tambahan:

Info tentang pernyataan Dubes China untuk Indonesia.

Pernyataan dari sebuah sumber tentang situasi yang ada di China dan keterkaitannya pada kehidupan Uyghur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun