Mohon tunggu...
Deddy Febrianto Holo
Deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Tana Humba

Nda Humba Lila Mohu Akama "Kami Bukan Sumba Yang Menuju Pada Kemusnahan".

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bersama-sama Menyuarakan Seruan Hari Air

22 Maret 2018   16:19 Diperbarui: 22 Maret 2018   18:13 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.victorynews.id

Bahkan Presiden juga menerbitkan kebijakan pengelolaan air dalam Paket Ekonomi ke VI atau Paket Deregulasi VI, yang pada intinya pemerintah masih mengijinkan pengelolaan dan pengusahaan air oleh swasta serta memperbolehkan badan usaha swasta melakukan penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan sendiri, 

Kondisi-kondisi demkikan menyebabkan perjuangan panjang rakyat Jakarta untuk memperjuangkan hak atas airnya hingga MA memenangkan gugatan atas kontrak kerja sama privatisasi air Jakarta masih terus berlanjut sampai hari ini, akibat keengganan Negara memenuhi kewajibannya untuk mematuhi hukum.

Regulasi Pengaturan Air yang setengah Hati

Dalam pembahasan RUU Sumber Daya Air yang telah sampai pada tingkat BALEG DPR-RI, masih menyisakan banyak persoalan, setidaknya ada 4 persoalan mendasar dalam Rancangan Undang-undang Sumberdaya Air, berdasar draft  per-januari :  

Pertama, secara filosofis RUU SDA masih berwatak eksploitatif, penggunaan term  "sumber daya", serta pasal-pasal terkait pemberian izin menunjukkan hal tersebut (Pasal 8 ayat 5-6, pasal 11-16). Sebagai bagian dari ekosistem maka pendekatan "perlindungan" harus didahulukan, baru kemudian "pengelolaan". Air sebagai kebutuhan harus dipandang sebagai hak, maka melekat disitu tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak terhadap warga negaranya. Hal tersebut yang juga tidak terlihat penjelasan ekosistem air secara menyeluruh pada RUU SDA, air hanya dipandang sebagai "sumber" dan "daya" (pasal 1). pada pasal 2 (Asas), juga belum memuat "tanggung jawab negara" dan "pertanggungjawaban mutlak".

Kedua, tidak adanya pasal-pasal terkait perlindungan ekosistem dan hak pengelolaan secara menyeluruh secara menyeluruh, air masih dilihat secara parsial, serta bias dan dominan pada air permukaan, bisa dilihat dalam draft RUU tersebut hanya menyebutkan kawasan "cekungan air tanah" (CAT) dalam bab perlindungan, sebagai ekosistem air yang dilindungi. Dari sisi hak pengelolaan masyarakat, tidak ada klausul khusus hak veto penolakan masyarakat terhadap izin pengusahaan air.

Ketiga, tidak diadopsinya pendekatan pertanggungjawaban mutlak (strict liability), khususnya terkait kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kejahatan korporasi. Banyak fakta kerusakan dan pencemaran ekosistem air harusnya menjadi dasar dalam penegakan hukum yang lebih kuat, bukan sebaliknya memberikan ruang bagi korporasi untuk lolos dari jeratan tanggung jawab akibat aktivitas eksploitatifnya. (pasal 66-75)

Keempat, draft RUU Sumber Daya Air yang telah di BALEG DPR-RI), belum memberi ruang bagi partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan air, termasuk dalam hal pengambilan keputusannya. Tidak ada ruang untuk pengelolaan kolektif komunitas, terlebih perempuan. Bahkan tidak ada hak veto masyarakat menolak izin sebuah korporasi jika dianggap mengancam ekosistem air. berbagai kebijakan yang ada dalam pengelolaan ekosistem air masih jauh dari prespektif pengelolaan rakyat, terlebih prespektif perempuan.

Seruan Hari Air

Karena itulah  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Solidaritas Perempuan, Koalisi Rakyat Hak Atas Air, Jaringan Advokasi Tambang, Debt Watch Konsorsium Pembaruan Agraria, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyatakan Seruan Hari Air ,yakni :

(1) Kembalikan Hak Rakyat Atas Air. Air sejatinya merupakan hak, yang harusnya dikembalikan pengelolaannya pada komunitas, masyarakat adat, komunitas perempuan, dll. Yang sehari-hari bersinggungan langsung dengan perlindungan ekosistemnya air, dalam kasus swastanisasi PDAM Jakarta, putusan Mahkamah Agung pada akhir 2017 memerintahkan pemerintah menghentikan swastanisasi air, hingga hari ini belum dieksekusi. Pada sisi Hulu, tercemar dan rusaknya ekosistem air oleh industri ekstraktif, mengancam berbagai komunitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun