Gadget, Handphone atau Smartphone merupakan perangkat elektronik yang sangat penting bagi kehidupan manusia di era teknologi informasi saat ini. Dengan segala kelengkapan fitur yang ditawarkannya seperti internet, bersosial media dan sebagainya sehingga dapat membuat orang banyak menghabiskan waktu hingga berjam-jam bahkan berhari-hari dengan handphone atau smartphone nya.
Namun, tahukah anda bahwa Gadget dapat membawa dampak buruk bagi manusia, salah satunya adalah menjadi kecanduan handphone, kecanduan gadget, dan semua fitur yang ada didalamnya termasuk kecanduan sosial media, game dan sebagainya.
Media sosial juga dapat membuat masalah psikologis berupa adanya obsesi, ambisi, hingga menipu diri sendiri. Banyak orang yang pada akhirnya memiliki obsesi melakukan atau mendapatkan sesuatu hanya karena melihat orang lain mendapatkannya di media sosial.
Kita tahu bahwa ketika kita menggunakan media sosial dan gadget/ handphone kita, maka otak kita akan memproduksi dopamin, itulah sebabnya ketika kita menerima pesan singkat (SMS), begitu terasa enak dan mengasyikkan.
Karena itu, ketika kita sedang sendirian dan merasa kesepian, biasanya kita akan mengirimkan pesan pada 10 teman kita dengan kata-kata yang sama (broadcast). Terkadang hanya berisi kata-kata: "hai..hai.." saja, dan kita kirim kepada banyak teman kita sekaligus. Dan jika pesan singkat (SMS) kita direspon dan dibalas kita akan merasa enak, nyaman dan asik.
Begitu juga ketika kita mendapatkan banyak like (suka) pada status media-media sosial kita, dan sering kali kita menghitung-hitung berapa banyak like, share dan komen yang didapatkan, bahkan dapat membuat kita melihatnya kembali status itu sampai berkali-kali.
Dan ketika instagram, facebook, twitter kita mulai mendapatkan respon yang kurang, maka kita akan merasa seperti ada yang salah, atau merasa teman-teman kita di sosial media tidak menyukai kita lagi. Sebagaimana perasaan seorang anak kecil yang merasa tidak ada lagi yang ingin berteman dengannya.
Ketika kita mendapatkan respon dari pesan singkat dan status-status media sosial kita, mendapatkan like, komen dan share, otak kita akan memproduksi DOPAMIN, dan karena itulah perasaan yang kita dapat dari tanggapan atas sms, status-status medsos tadi, perasaan suka, senang, gembira, enak dan asik, inilah alasannya mengapa kita sering melihat kembali status-status media sosial itu sampai berulang-ulang.
Dopamin merupakan cairan yang sama, yang muncul ketika seseorang merokok, minum-minuman keras dan berjudi. Dengan kata lain, hal itu sangat-sangat membuat kita kecanduan. Kita memang memiliki larangan  untuk merokok, berjudi dan minum-minuman keras (alkohol), namun kita tidak memiliki larangan untuk menggunakan media sosial dan gadget/ handphone.
Itulah yang terjadi, generasi kita dapat mengakses hal yang membuat kita kecanduan, yaitu cairan dopamin lewat media sosial dan Gadget/ handphone. Yang terjadi disini adalah karena kita memberikan akses untuk Dopamin lewat media sosial dan gadget kita.
Anak-anak akan lebih sukar untuk dibentuk dan ketika mereka mulai tumbuh dewasa, ada terlalu banyak anak yang tidak mengerti untuk membentuk sebuah hubungan pertemanan dan pergaulan yang dalam.
Mereka mengaku bahwa persahabatan mereka dangkal, mereka mengaku bahwa mereka tidak bisa berharap banyak kepada teman-teman mereka. Mereka memang senang dengan teman mereka, namun mereka yakin bahwa teman mereka akan akan pergi ketika ada yang lebih baik lagi. Mereka tidak mengetahui arti dari hubungan yang dalam karena mereka tidak pernah dilatih untuk itu.
Dan yang lebih buruknya lagi, mereka tidak mempunyai mekanisme untuk beradaptasi dengan tekanan. Maka ketika mereka mendapatkan tekanan yang signifikan, mereka tidak akan mendatangi orang lain untuk mendapatkan bantuan atau nasehat, mereka lari kepada gadget, smartphone dan media sosial, yang mana semua itu hanya memberikan kelegaan yang sifatnya sementara saja.
Kita tahu bahwa bukti ilmiah menunjukkan orang yang sering menggunakan facebook, sangat rentan terhadap depresi dibandingkan dengan orang yang jarang menggunakan facebook.
Jika sudah terjadi seperti ini, apakah yang harus dilakukan? Apakah kita harus membuang dan meninggalkan semua itu, Gadget dan Media Sosial? TIDAK.
Tidak ada yang salah dengan Media Sosial dan Gadget/ Smartphone. Masalahnya adalah ketidak-seimbangan. Semuanya haruslah seimbang, jadi, jika anda sedang duduk makan malam dengan teman anda, tapi anda hanya sibuk chatting atau bermedia sosial dan sibuk dengan gadget anda dengan orang yang tidak ada disitu (lewat handphone), itulah MASALAH nya, itulah Kecanduan.
Jika anda dalam sebuah pertemuan bersama dengan orang-orang yang semestinya kita ajak bicara dan kita dengarkan, seharusnya anda meletakkan handphone anda dimeja, terserah mau menghadap kemana, mau keatas atau kebawah.
Dengan begitu tanpa anda sadari, pikiran anda tidak lagi ada disitu (Gadget), semua itu menjadi tidak penting lagi, itulah yang harusnya terjadi. Tapi faktanya bicara lain, bahwa kita lebih sering menghabiskan waktu kita didepan gadget atau smartphone kita, walaupun kita sedang berada dalam suatu pertemuan dengan teman-teman kita disuatu acara makan malam misalnya. Faktanya adalah kita tidak bisa melepaskan handphone kita karena kita telah kecanduan.
Dan seperti kecanduan-kecanduan yang lainnya, dapat menyebabkan hancurnya suatu hubungan, waktu-waktu yang terbuang sia-sia, uang yang terbuang percuma, dan membuat hidup kita semakin bertambah buruk dan mengenaskan.
Seperti para pecandu minuman keras, yang harusnya minum-minum terlebih dahulu, karena mereka tidak bisa bergantung pada kekuatan mereka sendiri, tidak cukup kuat untuk tertarik akan sesuatu hal lagi. Tapi ketika kita menyingkirkan cobaan itu (minuman keras) itu, semua akan terasa menjadi lebih mudah, sama halnya seperti ketika kita tidak sedang memegang handphone kita. Kita hanya akan menikmati hal-hal yang ada disekitar kita, menikmati dunia ini.
Seharusnya tidak boleh ada handphone dalam sebuah pertemuan, dan sangat tidak baik untuk sambil menunggu pertemuan dimulai, maka kita mulai memegang handphone kita lagi, dan ketika pertemuan dimulai, kita akan langsung meletakkan hanphone kita.
Bukanlah seperti itu terbentuknya sebuah hubungan, ingatlah bahwa semuanya dimulai dari hal-hal yang kecil, dan yang seharusnya terjadi adalah suatu hubungan dapat dimulai dengan cara seperti ini, misal: ketika kita menunggu sebuah pertemuan dimulai, maka kita mulai berinteraksi dengan orang disamping kita, seperti berikut:
Awam: "Bagaimana kabar ayahmu?, saya dengar dia masuk rumah sakit, apakah itu benar?"
Bicara: "Oh..,iya..namun sekarang dia sudah sehat, terimakasih atas perhatiannya, sekarang dia sudah kembali kerumah".
Awam: "Oh..senang sekali mendengarnya, luar biasa ya"
Bicara : "Iya, benar aku tahu, tapi cukup menakutkan saya juga"
Begitulah kita bisa membentuk suatu hubungan, dan yang seharusnya dipelajari oleh generasi-generasi muda saat ini (Generasi Milenial).
KESABARAN
Generasi Muda saat ini, yakni para Generasi Y, harusnya mempelajari arti sebuah Kesabaran. Mengerti bahwa segala hal yang sangat-sangat berarti seperti cinta, prestasi, kebahagiaan, kasih sayang dalam kehidupan, kepercayaan diri, dan keterampilan, atau apa saja itu, semua itu membutuhkan waktu.
Memang, kadang ada kalanya kita dapat menguasai suatu hal dari hal-hal tersebut dalam waktu singkat dan tanpa harus bersabar, namun secara keseluruhan, hal-hal itu penuh dengan persaingan, membutuhkan waktu yang lama, mendapatkan kesulitan-kesulitan, dan jika kita tidak meminta bantuan dan mempelajari cara untuk berhubungan, maka kita akan jatuh dan kemungkinan terburuknya yang terjadi adalah apa yang telah kita lihat bersama yakni peningkatan angka bunuh diri, peningkatan penyalahgunaan Narkoba, peningkatan orang-orang yang terkana gangguan kejiwaan (gila), banyak anak yang keluar dari sekolah karena depresi, kita sudah mendengar semua itu dan hal tersebut sangat-sangatlah parah.
Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi dan menjadi hangat serta viral dimedia sosial yakni kasus Kecanduan Smarphone, 2 Pelajar di Bondowoso Alami Gangguan Jiwa.
Kemungkinan yang terbaik dari hal tersebut, yang sebelumnya tadi kita menceritakan tentang yang terburuk yang terjadi, kemungkinan yang terbaiknya adalah semua populasi yang terus tumbuh, dan terus berkembang namun tidak pernah menemukan kebahagiaan. Mereka tidak akan pernah mendapatkan kepuasan kerja yang mendalam, semua hanya berlalu begitu saja dan mereka merasa itu "baik-baik saja".
Sekarang kita semua mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki masalah-masalah ini, dan untuk menolong generasi yang luar biasa ini, generasi idealistic, dan fantastis ini untuk membangun rasa kepercayaan diri mereka, untuk belajar bersabar, untuk belajar lebih kreatif, untuk belajar lebih terampil dalam bersosialisasi dan menemukan keseimbangan antara hidup dan teknologi. Karena terus terang saja, itulah hal yang benar yang harus dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H