Tahukah Anda apa pemicu utamanya? Polusi udara! Setelah menjalani perawatan, anak kami akhirnya diizinkan pulang. Dia sudah pulih dan kembali ceria sekarang.
Stop Perdebatan!
Industrialisasi dan modernisasi memang menjadi marka betapa pesatnya perkembangan peradaban manusia. Namun, sayangnya, itu semua acap tidak diiringi dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan. Kota-kota besar di Indonesia nyatanya kian tak menyehatkan belakangan ini.
Pantaulah laporan Kompas pada 21 September 2023. Hanya 8,66 persen atau sekitar 409.000 dari 64,9 juta penduduk berdomisili di 98 kota di Indonesia yang dapat menghirup udara bersih.Â
Temuan Kompas senada dengan data IQ Air bertajuk World Air Quality Report. Kualitas udara di mayoritas kota besar di Indonesia masuk kategori buruk. Jauh di bawah standar WHO (World Health Organization).
Jeleknya kualitas udara di sejumlah kawasan di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Apalagi jika melihat begitu banyaknya anak-anak yang terpapar Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) belakangan ini. Penanganan yang tidak serius akan mendatangkan efek jangka panjang bagi negeri ini.
Betapa tidak, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), seperti yang dilansir dari laman umg.ac.id, dibandingkan dengan kelompok usia lain, anak-anak jauh lebih rentan terkena ISPA. Tumbuh kembang mereka akan terganggu secara fisik maupun mental.Â
Di sisi lain, Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi dan menjadi negara adidaya pada tahun 2045. Saat itu penduduk usia produktif merupakan yang paling dominan dibanding kelompok usia lainnya (mencapai 70%). Itu sebabnya belakangan muncul jargon Generasi Indonesia Emas 2045.
Semuanya hanya akan menjadi isapan jempol semata bila persoalan buruknya kualitas udara tidak diatasi. Anak-anak yang sekarang cukup banyak terpapar ISPA adalah mereka yang diproyeksikan berada pada kelompok usia produktif di tahun 2045. Bagaimana mungkin kita berharap masa keemasan itu terwujud jika kesehatan anak-anak terabaikan di masa sekarang?
Mengatasi persoalan buruknya kualitas udara harus berlandaskan pada identifikasi masalah secara akurat. Kolaborasi antara pemerintah dan lembaga non-pemerintah sangat diperlukan. Ironisnya, kedua pihak yang paling diharapkan ini justru saling berseberangan pendapat soal penyebab polusi udara.Â
Pemerintah, misalnya, dengan berbagai kajiannya, menyebut transportasi sebagai penyebab utama terjadinya polusi udara. Ini sekaligus merespon tudingan lembaga-lembaga riset independen yang menyebut bahwa sejumlah PLTU yang beroperasi di Indonesia sebagai penyebab utama memburuknya kualitas udara kita.