Mohon tunggu...
Deddy K. Sandi
Deddy K. Sandi Mohon Tunggu... -

Orang kecil, tidak suka politik, senang membaca dan belajar I'm Dyren97@gmail/yahoo/hotmail/skype/crawler/4shared/twitter/youtube/aol.. etc

Selanjutnya

Tutup

Drama

[ECR#4] Menjemput Cinta Edelweis

29 Juli 2012   19:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:28 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Edelweis, Sumber klik Gambar"][/caption]

Abi meletakkan hpnya setelah membaca sms dari sahabatnya Firman, lalu tertegun.., mematung dan menunduk sambil memegang kepala dengan kedua tangannya. Persahabatan yang dijalin dengan erat karena persamaan pandangan hidup, hobi dan cita-cita yang mereka jalin selama belasan tahun,  membuat Abi merasa Firman melebihi seorang saudara meski Abi memang hidup sebatang kara.

Bila Firman, tidak melarangnya untuk pergi ke Rumah Sakit tempat dia dirawat, pasti dia sudah meninggalkan semua kesibukan bisnisnya dan memilih untuk menunggu dan merawat sahabatnya. "Engkau beruntung Firman, engkau berada dalam lingkungan yang penuh kasih sayang di Desa Rangkat", batin Abi sambil menopang dagu dengan tangan kanannya.

Selepas sholat Isya' Abi menerima sms dari Firman, "Abi, tolong buka surat untuk saya yang dikirim bulan lalu, sebenarnya itu bukan untuk saya, tapi untuk mu. Kondisiku sudah semakin lemah, maafkan aku sahabat" Abi bukan mencari surat, tetapi langsung menelpon Firman, karena perasaannya tidak enak dan was-was "Assalamu'alaykum. Firman, bagaimana perkembangan mu, bersabarlah sahabat, dan ijinkan aku ke sana ya", Abi memohon pada Firman "Wa'alaykumsalam warrohmah, Sobat. Alhamdulillah. Kondisiku semakin lemah, dadaku terasa sesak. Dan mungkin sebentar lagi, hpku akan disita pihak rumah sakit.   Abi sahabatku, surat ku tentang Asih, seorang wanita yang kita kagumi dengan ketegaran dan kesetiaannya. Mungkin dia jodohmu", Firman menyahut dengan suara berat.

"Firman. Bersabarlah dan jangan berputus asa, bukankah kita yakin pada Alloh sobat" jawab Abi dengan tenang. "Benar Abi. Dan kita pun telah sama tahu, keutamaan berwasiat bukan ? Wasiat yang bukan untuk maksiat, insya Alloh akan menjadi amal yang tak putus. Karena itu, bacalah suratku. Tentang rumah dan tanah yang kumiliki di Desa Rangkat, sudah saya serahkan ke mbak Asih. Bayarlah senilai harga rumah itu, dan berikan uangnya pada fakir dan miskin yang membutuhkan" dengan suara yang jelas Firman menjelaskan pada Abi "Firman, sebaiknya aku kesana. Tidak bisa kita bicarakan lewat telepon" Abi tampak panik dan berkeinginan kuat untuk bisa ke Rumah Sakit tempat Firman dirawat.

"Tidak Abi. Jangan. Kemiripan kita, justru akan menimbulkan kesalahpahaman di Desa Rangkat" Firman menolak permintaan Abi "Tolong engkau sampaikan pada kakakku Bian, bila aku mati, biarkan aku di Desa Rangkat", lanjut Abi dengan suara yang parau menahan sedih

"Cobalah menghubungiku besok sore. Bila nomorku tak bisa dihubungi, cobalah menelpon ke Rumah Sakit. Dan tolong jangan datang apapun yang terjadi. Bacalah dan ikutilah apa yang tertulis dalam suratku itu. Kepalaku pusing, maafkan aku, aku istirahat dulu ya Sob" sambung Firman, kemudian terdengar suara telepon ditutup.

Dan itu adalah terakhir kalinya Abi mendengar suara sahabatnya Firman.

_____________________-----------_______________________

Pagi itu Abi telah mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat dan ulama dengan bantuan pak Kades, dia meminta saran dan pendapat tentang rencananya. Setelah semua memahami maksud dan tujuan Abi, maka disepakatilah untuk berkumpul kembali selepas Ashar, Abi bersedia diminta untuk memberikan tausyiah ringan dan meminta masyarakat sekitar untuk datang, dan akan diakhiri dengan acara yang disetujuai oleh tokoh masyarakat dan ulama setempat.

Selapas sholat dhuhur, Abi mengirim sms pada Asih dan meminta bertemu di perpustakaan anak Yatim dan Dhuafa.

Abi sedang asyik membaca buku shiroh nabawi ketika didengarnya salam dari Asih, disimpannya buku itu pada tempatnya, kemudian mengajak mbak Asih duduk dekat dengan meja administrasi. "Mbak Asih. Langsung saja ya. Sore nanti mbak sholat Ashar berjamaah di masjid ya. Saya diminta memberikan tausyiah ringan sambil menunggu waktu senja, bagaimana bisa mbak ?" tanya Abi pada mbak Asih.

"Oh.. tidak bisa.. saya sedang tidak sholat",  gugup mbak Asih  menjawab ajakan Abi "Ok, kalau demikian, mbak bisa menunggu diluar masjid, saya akan coba meminta bantuan pak Kades untuk memasang tenda. Saya pun lupa karena yang hadir bisa juga ibu-ibu dan remaja putri yang sedang tidak sholat. Tolong mbak harus datang ya", Abi menjelaskan, sambil menepuk kepalanya, karena merasa lupa mempersiapkan hal itu. "Baiklah. Mengapa saya harus datang Abi?" Asih bertanya curiga "Ok. Jadi begini mbak. Emm.. saya panggil Asih saja ya. Mbak... eh.. Asih kan sudah janda, jadi untuk menikah mbak lebih berhak menentukan dari wali. Tetapi sebaik-baiknya tetap semuanya itu ada, jadi tidak menimbulkan fitnah" Abi mencoba menjelaskan maksudnya

Asih tampak memandang Abi dengan tajam tak bekedip, tampak kebingungan dan curiga dari raut wajahnya. "Jadi begini. Untuk menghindari Fitnah, saya sudah meminta tokoh masyarakat dan ulama sekitar masjid, untuk menikahkan kita secara Agama, atau biasa disebut orang nikah Sirri.  Saya tidak akan menyentuh Asih, sampai kita menikah secara hukum di Desa Rangkat. Hanya saja sepanjang perjalanan kita ke Desa Rangkat saya tidak mau ada fitnah. Dan sebagai bukti bahwa saya bukan mencoba mencintai, tapi saya siap menjalani cinta dengan Asih" Abi menjelaskan sambil sesekali melirik pada Asih, yang tampak semakin tegang.

"Asih kenapa ? koq memandang saya seperti itu. Sudahlah, Asih istirahat saja di penginapan ya. Terserah akan datang atau tidak. Janganlah menjadi keterpaksaan, saya bisa menyampaikan alasan pada tokoh masyarakat dan ulama disini bila Asih tidak datang.  Yang penting tugas saya untuk memberi Tausyiah akan tetap saya jalankan, termasuk menyiapkan tenda", Abi mencoba tidak ikut dalam ketegangan Asih.

Abi lalu berdiri, mengucapkan salam pada Asih, dan segera menemui pak Kades untuk mempersiapkan tenda bagi ibu-ibu dan remaja putri yang ingin hadir dalam pengajian tersebut.

Ketika Abi dalam pertengahan memberikan tausyiah ringannya, dia melihat Asih muncul dan duduk disalah satu bangku dibawah tenda, sekilas Abi melemparkan senyum dan mengangguk pada Asih.

Sore itu menjadi sore yang berat bagi Abi, baru pertama kali baginya mengucapkan ijab kabul, dengan wali dari ulama setempat, dan disaksikan oleh masyarakat yang menghadiri pengajiannya.

============#####=============

Selepas tarawih, Abi pergi ke penginapan Asih dengan membawa makanan yang telah disiapkan oleh bu Kades untuk Asih.

"Asih, sebaiknya besok kita ke Desa Rangkat. Saya ingin menemui keluarga Asih. Lalu secepatnya kita selesaikan pernikahan kita secara hukum. Sehingga kita bisa lebih saling mengenal tanpa hawatir munculnya fitnah. Bagaimana ?" tanya Abi sambil menyerahkan rantang

"Apakah Abi serius ? Apakah tidak menyesal ? Bagaimana bila saya tidak bisa mencintai Abi seperti saya mencintai Firman", Asih merasa mulai berani bertanya

"Asih, maafkan bila ini menyinggung. Apa yang telah diberikan Firman sahabatku itu ? Dia hanya memberikan harapan, dan sesuatu yang tidak pasti. Firman masih meraba dan akan mencoba membuktikan cintanya pada Asih, dan belum bisa dia wujudkan", Abi berusaha menjelaskan dengan selembut mungkin Asih, memandang Abi, dan menangis mendengar penjelasan Abi.

"Asih, ijinkan aku mencintai mu. Insya Alloh perlahan engkau akan mengerti cinta yang sesungguhnya. Jangan ada air mata lagi. Cukup sudah luka yang Asih rasakan dimasa lalu. Besok pagi, aku jemput pukul tujuh, perkenalkan saya pada Desa Rangkat yang harumnya kurasakan meski belum aku menginjakkan kaki disana" sambil mengelus pipi Asih, Abi lalu pergi dan mengucap salam.

#############=======##############

Bersambung.... Kisah Sebelumnya : Meniti Jalan Berduri Di Kota Bunga Setangkai Edelweis Ketika Angin Berhembus Genggaman Celebes Masih Banyak Cinta Yang Menanti Meretas Hikmah Konflik Klasik Ultah Membawa Berkah Harum Cinta Desa Rangkat-2 Mencari Belahan Jiwa Lambaian Janur Kuning 1 Lambaian janur Kuning 2 Lambaian Janur Kuning 3 Terluka oleh Jarak dan Waktu Reuni Keluarga di Pengadilan Agama Pesona Diantara Rimbun Padi Dibalik Rimbun Padi Apakah Aku Jatuh Cinta Mas Firman Menikah Suatu Saat, Mungkin.. Terhempas Pemilik Hatiku Karena Kami Memiliki Ayah Merenda Ilalang Kering Ilalang dan Cintaku Belaian Embun Pagi Getar Suara Hati Dalam Bayangan Embun Bunga Marginata Hempasan Rasa Bimbang Asaku Dalam Dilema Ijinkan Aku Merampasmu Pada Daun Yang bergoyang Marganita yang Tak Kunjung Berbunga Diantara Daun-daun Marganita Marganita itu bukan untukku Episode Cinta Firman Tiga yang Terlalu Banyak Firman dan Do’a When Will I Hear Your Words Puisi yang tak Selesai Menggenggam Pelangi Alam Bawah Sadar Firman Cinta itu Harus Diperjuangkan Cinta Bagai Setangkai Edelweis Ketika Angin Berhembus Edelweis dalam Pelukan Kabut Senja Pandangan dan Isyu Warga Desa Rangkat : Surat Sahabat, Mahar dan Firman Diakah Jodohku ??? Sumber lagu : Youtube Tuhan Beri Aku Cinta (Ayushita)

Desa Rangkat menawarkan kesederhanaan dan cinta untuk anda

Ingin bergabung? silahkan klik  logo  di bawah ini..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun