Sinar matahari pagi mulai menerangi Desa Rangkat yang damai. Firman terlihat sudah rapih, tidak seperti biasa pagi itu dilihatnya mbak Dorma sedang lari pagi melintas di jalan depan masjid. "Selamat pagi mbak Dorma, tumben, olah raga pagi-pagi begini", sapa Firman dengan senyum ramahnya. "Ah.. mas Firman, iya mas, harus latihan agar nanti bisa ikut lomba makan rujak di perayaan Ultah Rangkat, katanya nanti Mommy juga akan mengadakan lomba makan tumpeng, jadi harus fit dong. Eh.. mas Firman juga kok udah rapih gitu, mau kemana mas ?", sambil duduk istirahat Dorma menjawab sapaan mas Firman, sementara tangannya sibuk membuka coklat Cadburry.
"Hari ini rencana saya akan ke tempat tugas orang tua di Borneo, tapi mampir dulu ke kota Buol. Insya Alloh hanya 2 hari saja kok. Ini juga sedang nunggu ojek mbak", jawab Firman sambil duduk dekat mbak Dorma. "Oh.. kangen orang tua ya mas ?", Dorma menjawab sambil menawarkan Cadburrynya. "Kangen, pasti mbak Dorma, sekalian mau mohon restu danmeminta mereka datang ke Desa Rangkat", Firman menerangkan sambil menggelengkan kepala atas tawaran coklat mbak Dorma dan tersenyum ramah.
Tiba-tiba mbak Asih dan Acik terlihat berjalan bersama, Firman langsung berdiri dan mengangguk pada mereka "Assalamu'alaikum, bagaimana kabarnya ?" Acik, nampak berjalan seperti bersembunyi dibelakang mbak Asih tetapi pandangannya tertuju pada Firman, keduanya menjawab hampir bersamaan "Wa'alaikumsalam mas Firman. Baik". Mbak Asih cepat melanjutkan " Sebaliknya bagaimana ? Wah sepertinya hendak pergi jauh ya ?" "Iya mbak, akan ke tempat orang tua di Borneo. Insya Alloh nanti mampir dulu ke rumah bu Kades di Buol"
Sesaat suasana menjadi hening, semua terdiam, kecuali mbak Dorma yang tampak asik dengan Cadburrynya. Firman, mendekat pada mbak Asih dan berkata "Mbak Asih, insya Alloh sepulang dari Borneo, saya akan kerumah mbak Asih dan mas Erwin. Mungkin dua hari lagi. Saya harap, mbak Asih, mas Erwin dan Acik ada dirumah" "Memang ada apa mas ?" Acik mendahului mbak Asih bertanya dengan penuh penasaran "Kita lihat saja nanti ya. Mohon doanya semoga perjalanan dan urusan saya dimudahkan Alloh", Firman menjawab dengan menganggukkan kepala sambil tersenyum penuh rahasia "Insya Alloh, amiin. Mudah-mudahan lancar mas" mbak Asih berusaha membatasi kepenasaran Acik. Kemudian, mengajak Acik melanjutkan perjalanan setelah berpamitan pada mas Firman.
Entah mengapa, Firman cepat melihat pada mbak Dorma yang berhenti menikmati Cadburrynya dan melihat pada Firman dengan wajah serius tak berkedip. Firman kemudian duduk didekat mbak Dorma, sambil menunduk Firman berkata pelan "Sepertinya, mbak Dorma tahu sesuatu. Gini aja mbak Dorma, kalau mbak bisa merahasiakan apapun yang saat ini mbak pikirkan, yang berhubungan dengan saya barusan, nanti saya pesankan kue tart special. Gimana mbak ?" "Tart ? Wah.. ok deh. Tapi,.. emang akan ada apa sih mas ?" mbak Dorma, mencoba mencari tahu mengapa dia akan mendapat tart dengan diam merahasiakan sesuatu yang dia pun belum tahu.
Kemudian muncul ojek yang telah disms mas Firman, dan dengan senyum ramahnya Firman mengalihkan pembicaraan "Alhamdulillah, ojek sudah datang, saya harus segera berangkat ya mbak. Sampaikan salam untuk mas Hans, kemarin sore saya sudah berpamitan pada pak RT dan RW, tapi tadi malam lupa pamit pada mas Hans"
Mbak Dorma hanya bisa menjawab salam mas Firman, kemudian melanjutkan lari paginya. Hanya saja kali ini tujuannya jelas ke pos ronda. Sarapan.
===> ^^^<===
Dua hari kemudian, sekitar pukul 4 sore, Firman datang ke rumah mbak Asih dan mas Erwin dengan pakaian yang rapih. Meski hanya baju koko, tapi jelas baju ini masih baru dan bagus, terlihat dari bentuk bunga dan warnanya yang serasi. Langkahnya mantap, hingga didepan rumah mas Erwin dan mbak Asih, Firman tampak berhenti sejenak, menunduk dan memejamkan mata, kemudian mengetuk pintu dan mencoba menyapa penghuni rumah dengan mengucap salam" Assalamu'alaikum" Belum turun tangannya dari mengetuk pintu, tiba-tiba pintu terbuka dan Acik muncul dengan senyum ramah "Wa'alaikumsalam. Oh.. mas Firman, mari silahkan masuk. Kami sudah menunggu dari tadi, kan mas Firman tempo hari bilang akan kerumah, tapi tidak menyampaikan kapannya"
"Terimaksih Acik, maaf, saya tidak berani menjanjikan sesuatu yang sayapun tidak tahu pasti", Firman menjawab sambil tersenyum malu. Firman tetap berdiri didepan pintu hingga mas Erwin terlihat muncul diruang tamu. "Wa'alaikumsalam. Silahkan masuk mas Firman, silahkan duduk", mas Erwin mempersilahkan Firman
Tidak berapa lama, mbak Asih dan Acik pun duduk berdekatan setelah menghidangkan teh manis dan kue ringan. Setelah mereka membahas mengenai perjalanan Firman, tiba-tiba Firman memulai pembicaraan dengan wajah yang serius "Mas Erwin, saya datang hendak menyampaikan suatu maksud yang sangat penting"
"Tentang apa mas ?" mas Erwin menjawab dengan nada yang serius pula
"Ini... tentang Acik mas. Apakah..., Acik sudah ada yang meminang..?" tanya Firman dengan sedikit gugup
"Belum" jawab mas Erwin pendek, sambil mengernyitkan dahinya, dan wajahnya sangat serius
"Alhamdulillah, bila demikian saya hendak mengkhitbah Acik. Atau meminang Acik", Firman menyampaikan maksudnya dengan yakin meski nadanya berat. "Insya Alloh, orang tua saya akan datang dalam waktu dekat" sambungnya
"Hmm, bagaimana ya. Semua ini terserah pada Acik" jawab mas Erwin sambil melihat pada Acik dan mbak Asih bergantian.
Tanpa disadari Firman, Acik menatapnya dengan mengerutkan dahi, tetapi bibirnya tampak tersenyum, ada keterkejutan dan kebahagiaan yang bercampur aduk didalamnya. Sementara mbak Asih, menutupi senyumnya dengan genggaman tangan kanan, air matanya tampak membasahi pipinya yang segera diusap dengan punggung jemari telunjuknya.
"Baiklah, saya akan datang lagi minggu depan, apapun jawaban dari keluarga mas Erwin, akan saya terima dengan iklas", ucap Firman memecah keheningan suasana.
"Sebentar mas Firman. Sebaiknya kita tanya Acik langsung. Acik bagaimana ?" mbak Asih langsung mengarahkan pembicaraan.
Acik hanya diam, meski wajahnya nampak senang dan senyumnya terus mengembang. Rasa bahagia dan malu berkecamuk dalam hati dan pikirannya, hingga Acik hanya bisa mengangguk dan menundukkan kepala. Seolah dibiarkan mengalir, bulir-bulir air mata menetes perlahan dipipi Acik.
"Alhamdulillah. Saya mengerti Acik. Insya Alloh secepatnya orang tua, kerabat dan sahabat dekat saya, akan saya beritahu hal ini, secepatnya pula kita bisa lanjutkan pada langkah selanjutnya. Saya mohon bantuan mas Erwin dan mbak Asih untuk mengatur segala sesuatunya. Tentang tanggal terserah pada keluarga mas Erwin, insya Alloh keluarga saya siap mengikutinya" dengan nada mantap Firman menjelaskan
"Saya sudah siap membeli rumah di daerah sini. Tetapi saya belum menemukannya. Saya berharap dapat menemukan rumah yang strategis dan tidak jauh dari masjid, insya Alloh saya akan mencoba untuk memulai berdagang kecil-kecilan disini" Firman melanjutkan pembicaraanya
"Maaf mas Firman, apakah semua ini dari bantuan orang tua mas Firman ?" Tanya mas Erwin
"Alhamdulillah, tidak mas. Saya sudah terbiasa berdagang sejak lulus dari SMA. Bahkan Ayah dan Bunda saya cukup terkejut dengan perkembangan saya. Kiriman bulanan selama saya kuliah, saya gunakan untuk berdagang, hingga saya diberi karunia bisa membeli kios pakaian di Jakarta, yang dikelola oleh keluarga sahabat saya Asnami Ambo orang Makasar. Alhamdulillah biaya skirpsi hingga wisuda bisa saya atasi sendiri, kiriman orang tua saya telah saya kembalikan pada Bunda dihari saya wisuda, hal inilah yang membuatnya terharu, melebihi kebahagiaan atas wisuda saya" Firman mulai membuka dirinya
"Wah.. jarang orang seperti anda mas" jawab mas Erwin dengan senyum puas. Mas Erwin merasa, Acik akan berada ditangan orang yang bertanggungjawab
"Keluarga mas Erwin yang jarang ada. Ketegaran menghadapi masalah, dan keterbukaan menerima kritik, adalah hal yang sudah langka saat ini" jawab Firman sambil mengangguk hormat pada mbak Asih.
"Ah.. mas Firman bisa saja", mbak Asih segera menjawab sambil tersenyum ramah.
"Baiklah mas Erwin, mbak Asih, dan Acik. Waktu sudah mendekati maghrib, saya mohon diri dulu. Kelanjutan dari pembicaraan kita, sepenuhnya saya serahkan pada mas Erwin sekeluarga. Assalamu'alaikum" Firman berpamitan, setelah bersalaman dengan mas Erwin, dia bergegas menuju masjid dengan wajah gembira.
Dalam langkahnya yang makin mantap, hati Firman terus bertasbih dan bertahmid, ada kebahagiaan besar dihatinya, kebahagiaan melengkapi sunah Rasulullah yang dicintainya, dia akan segera menikah.
===#**#> * T * A * M * A * T* <#**#===
ECR#3
KLIK link dibawah ini untuk cerita selanjutnya : Lambaian Janur Kuning (3), kolaborasi dengan Mbak Asih
KLIK link dibawah ini untuk cerita sebelumnya : Sejarah Firman
Perjumpaan dengan Mbak Asih (awal Firman masuk ECR#3) Setangkai Edelweis Ketika Angin Berhembus (Tulisan Mbak Asih) Masih Banyak Cinta yang Menanti (Tulisan Mbak Asih) Membantu Masalah Mbak Asih Pertemuan dengan Acik Ultah Membawa Berkah (Tulisan Mbak Asih) Kebimbangan runtuh oleh persaudaraan Mencari Kekasih (tulisan mbak Asih) Rahasia Firman
_______________________________________________
DESA RANGKAT menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda, datang, bergabung dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H