Mohon tunggu...
Deddy K. Sandi
Deddy K. Sandi Mohon Tunggu... -

Orang kecil, tidak suka politik, senang membaca dan belajar I'm Dyren97@gmail/yahoo/hotmail/skype/crawler/4shared/twitter/youtube/aol.. etc

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lambaian Janur Kuning (2)

29 September 2011   21:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:29 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tidak berapa lama, mbak Asih dan Acik pun duduk berdekatan setelah menghidangkan teh manis dan kue ringan. Setelah mereka membahas mengenai perjalanan Firman, tiba-tiba Firman memulai pembicaraan dengan wajah yang serius "Mas Erwin, saya datang hendak menyampaikan suatu maksud yang sangat penting"

"Tentang apa mas ?" mas Erwin menjawab dengan nada yang serius pula

"Ini... tentang Acik mas.  Apakah...,  Acik sudah ada yang meminang..?" tanya Firman dengan sedikit gugup

"Belum" jawab mas Erwin pendek, sambil mengernyitkan dahinya, dan wajahnya sangat serius

"Alhamdulillah, bila demikian saya hendak mengkhitbah Acik. Atau meminang Acik", Firman menyampaikan maksudnya dengan yakin meski nadanya berat. "Insya Alloh, orang tua saya akan datang dalam waktu dekat" sambungnya

"Hmm, bagaimana ya. Semua ini terserah pada Acik" jawab mas Erwin sambil melihat pada Acik dan mbak Asih bergantian.

Tanpa disadari Firman, Acik menatapnya dengan mengerutkan dahi, tetapi bibirnya tampak tersenyum, ada keterkejutan dan kebahagiaan yang bercampur aduk didalamnya. Sementara mbak Asih, menutupi senyumnya dengan genggaman tangan kanan, air matanya tampak membasahi pipinya yang segera diusap dengan punggung jemari telunjuknya.

"Baiklah, saya akan datang lagi minggu depan, apapun jawaban dari keluarga mas Erwin, akan saya terima dengan iklas", ucap Firman memecah keheningan suasana.

"Sebentar mas Firman. Sebaiknya kita tanya Acik langsung. Acik bagaimana ?" mbak Asih langsung mengarahkan pembicaraan.

Acik hanya diam, meski wajahnya nampak senang dan senyumnya terus mengembang. Rasa bahagia dan malu berkecamuk dalam hati dan pikirannya, hingga Acik hanya bisa mengangguk dan menundukkan kepala. Seolah dibiarkan mengalir, bulir-bulir air mata menetes perlahan dipipi Acik.

"Alhamdulillah. Saya mengerti Acik. Insya Alloh secepatnya orang tua, kerabat dan sahabat dekat saya, akan saya beritahu hal ini, secepatnya pula kita bisa lanjutkan pada langkah selanjutnya. Saya mohon bantuan mas Erwin dan mbak Asih untuk mengatur segala sesuatunya. Tentang tanggal terserah pada keluarga mas Erwin, insya Alloh keluarga saya siap mengikutinya" dengan nada mantap Firman menjelaskan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun