Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki kepentingan yang signifikan untuk berpartisipasi secara aktif dalam isu-isu lingkungan, terutama mengenai kenaikan permukaan air laut yang menjadi ancaman serius bagi negara kepulauan ini. Naiknya permukaan air laut tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga berbagai aspek-aspek kehidupan negara, seperti ekonomi, keamanan, dan integritas nasional. Oleh sebab itu, politik luar negeri Indonesia berkaitan erat dengan kepentingan tersebut, karena Indonesia perlu bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mengatasi isu-isu lingkungan tersebut.
Saat ini, isu lingkungan hidup tidak hanya menjadi persoalan yang hanya sebatas masalah sampah menyumbat aliran sungai saja, tetapi isu ini telah menjadi isu yang berhasil menarik perhatian global dan bahkan menjadi fokus utama dalam hubungan antar negara. Keberlangsungan lingkungan hidup menjadi isu yang utama sejak tahun 1972, dimana kesadaran akan pemanasan global dan perubahan iklim mulai memberikan dampak yang signifikan, baik secara domestik maupun secara global. Perubahan iklim ini ditandai dengan adanya kenaikan permukaan laut, deforestasi, kepunahan, hingga kenaikan suhu. Jika hal ini tidak ditangani dengan segera, negara-negara di kawasan lautan pasifik seperti Vanuatu akan tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut. Hal ini kemudian mendorong perhatian besar negara-negara yang kemudian menciptakan kerja sama untuk mengatasi isu tersebut.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki hutan tropis yang cukup besar di dunia, telah berperan aktif dalam mengatasi permasalahan lingkungan di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari partisipasi aktif Indonesia dalam berbagai kesepakatan dan organisasi lingkungan internasional, seperti Protokol Kyoto, Perjanjian Paris, dan berbagai inisiatif lainnya. Lantas, apa kepentingan Indonesia dalam perjanjian-perjanjian tersebut?
Kepentingan Indonesia dan Isu Lingkungan Hidup
Indonesia merupakan sebuah negara yang dianugerahi keindahan dan kekayaan alam yang melimpah. Tidak hanya itu, Indonesia juga dikenal memiliki sumber daya yang luas, yang merupakan salah satu faktor yang menjadi penunjang penting dalam pembangunan nasional di berbagai sektor. Sebagai contoh, hutan tropis Indonesia dianggap sebagai "paru-paru dunia," memiliki keberadaan yang sama pentingnya dengan hutan Amazon di Amerika latin dan hutan Congo di Afrika Tengah. Indonesia diakui sebagai salah satu negara mega diversitas hayati di dunia. Kekayaan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut, mempengaruhi langkah-langkah inisiatif Indonesia di tingkat regional dan internasional, termasuk dalam melindungi, mengobservasi, dan menggunakan sumber daya tersebut secara berkelanjutan. Berbagai inisiatif seperti "Coral Triangle Initiative" dan "World Ocean Conference" serta dukungan terhadap Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries (REDD) dan peran sebagai pemrakarsa "Forest-11" merupakan upaya diplomasi Indonesia yang telah menciptakan citra positif di tingkat internasional.
Conference of Party (COP) 21Â dan Paris Agreement
Paris Agreement, yang diadopsi pada Conference of Party (COP) 21 di Paris pada 12 Desember 2015, dianggap sebagai prestasi positif dalam diplomasi perubahan iklim global. Perjanjian ini dianggap sebagai terobosan signifikan setelah kegagalan Konferensi Pihak ke-15 di Copenhagen pada tahun 2009 dalam mencapai kesepakatan rezim iklim global. Paris Agreement, yang bertujuan untuk membatasi peningkatan suhu global di bawah 2C dan mendapat dukungan dari 196 negara, di ilustrasikan oleh Christiana Figueres, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif UNFCCC, sebagai "harapan besar". Paris Agreement dianggap sebagai model kontrak sosial baru di tingkat global untuk mengatasi tantangan-tantangan global.
Paris Agreement masih memerlukan banyak ketentuan untuk mendukung pelaksanaannya saat mulai berlaku. Oleh karena itu, Ad Hoc Working Group on Paris Agreement (APA) dibentuk untuk menyusun modalitas tersebut, dengan sis pertamanya di Bonn pada 16-26 Mei 2016. APA akan berlanjut hingga mencapai mandat yang telah ditetapkan dalam Decision COP 21.
Melihat hal tersebut, penting bagi Indonesia untuk tidak hanya menandatangani Paris Agreement tetapi juga perlu untuk meratifikasinya menjadi kebijakan domestik. Dengan meratifikasi perjanjian ini, Indonesia dapat aktif terlibat dalam pengambilan keputusan dan memiliki hak untuk menentukan arah implementasi Paris Agreement. Meratifikasi dapat membantu Indonesia memastikan pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara terencana dalam rencana pembangunan nasional.
Pada Leaders Event pembukaan COP21 UNFCCC, Presiden RI Joko Widodo menyatakan dukungan penuhnya terhadap keberhasilan Paris Agreement. Selain itu, Presiden juga menyoroti kerentanan Indonesia terhadap perubahan iklim dan komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi terhadap perubahan iklim.
Dengan merujuk pada rencana pengurangan emisi gas hingga 29% melalui langkah-langkah yang telah diambil, Indonesia bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan perubahan iklim di sektor-sektor terkait dapat terintegrasi dalam perencanaan pembangunan dan dilaksanakan dengan dukungan pendanaan yang memadai. Dalam jangka menengah, dokumen perencanaan sektoral ini juga dapat diselaraskan dengan perkembangan negosiasi perubahan iklim global. Keadaan ini membutuhkan perencanaan sektoral yang lebih fleksibel tetapi tetap berfokus pada pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan peningkatan ketahanan.
Masalah lingkungan yang terjadi di suatu negara memiliki dampak pada negara lain, sehingga diperlukan upaya oleh setiap negara dalam meresponsnya melalui politik luar negeri, yang bertujuan menjaga kepentingan ekonomi politik nasional. Dalam konteks isu lingkungan global, politik luar negeri Indonesia tercermin dalam keterlibatan dan peran aktifnya dalam penanggulangan permasalahan lingkungan global.
Keterlibatan Indonesia dalam isu lingkungan global melibatkan partisipasi dalam berbagai kesepakatan dan keanggotaan dalam organisasi lingkungan internasional, termasuk meratifikasi perjanjian-perjanjian tersebut. Contoh keterlibatan konkret Indonesia terlihat dalam Kyoto Protocol, dan khususnya pada era kepemimpinan Joko Widodo, di mana Indonesia turut serta secara aktif dalam pertemuan Conference of the Parties ke-21 (COP-21). Dalam proses negosiasi di COP-21, Indonesia bersama 195 negara anggota lainnya berusaha mencapai kesepakatan yang dikenal sebagai Paris Agreement.
Indonesia memiliki peran signifikan dalam menandatangani dan meratifikasi Paris Agreement. Harapannya, melalui ratifikasi Paris Agreement, Indonesia dapat memastikan pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dilakukan dengan baik dan terencana, demi kepentingan nasional.
Sebagai kesimpulan, Partisipasi aktif Indonesia dalam menangani isu-isu lingkungan sangatlah penting, mengingat kerentanan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini dapat terlihat dari keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian dan organisasi lingkungan hidup internasional, seperti Kyoto Protocol, Paris Agreement, dan berbagai inisiatif lainnya. Keterlibatan Indonesia dalam hal tersebut pun mencerminkan komitmen Indonesia dalam mengatasi isu lingkungan global dan juga melindungi kepentingan nasionalnya, baik untuk saat ini maupun di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H