Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (PERMENAKER) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan.Â
Dari sekian banyaknya produk kebijakan ketenagakerjaan yang mengikat bagi semua pihak ini, sudah barang tentu tidak cukup hanya produk kebijakanya saja yang baik dan unggul di atas kertas, konsistensi kebijakan ketenagakerjaan sangat tergantung pada keberhasilan para implementatornya, normatif yang wajib diimplementasikan pada kenyataan.
Pada tataran pelaksanaan normatif, tentunya tidak terlepas dari peran dan fungsi implementator kebijakan tersebut, dari fungsi pembinaan dan pengawasan pejabat terkait, agar normatif kebijakan ketenagakerjaan dapat berjalan sesuai dengan sasaran dan tujuan kebijakan ketenagakerjaan tersebut. karna esensinya kebijakan tersebut harus memberikan dampak yang positif bagi yang terkait, melindungan Hak-hak antara pekerja dan pemberi kerja, dapat memberikan solusi untuk pemberi kerja dan pekerja.
Kesimpulanya : fungsi pengawasan normatif terkait dalam bidang ketenagakerjaan sudah semestinya wajib dilakukan secara maksimal/optimal. Mengutamakan kepentingan dan tujuan daripada apa yang sudah menjadi normatif yang mengikat itu, bukan kepentingan dan tujuan dari pada pemangku kepentingan atau kepentingan dari beberapa kelompok orang yang memiliki kepentingan tersebut, demi terciptanya hamonisasi hubungan industrial bukan dishamonisasi hubungan industrial.
Jangan sampai kebijakan yang unggul tersebut, gagal dalam pelakasanaan yang disebabkan oleh kegagalan implementatornya dalam merumuskan, mengawasi, mengkoordinasikan, mengevaluasi dan mengimplementasikan Kebijakan publik yang berwujud Peraturan Perundangan-Undangan Ketenagakerjaan ini.
Kebijakanya sudah ada, sudah jelas, tujuanya menjadi penengah antara pemberi kerja dan pekerja. diawasi seperti apa pelaksanaanya dilapangan, jika ditemukan inkonsistensi normatif dapat ditindaklanjuti mengikuti Ketentuan-ketentuan normatif yang sudah mengikat bagi para pihak tersebut, dapat juga dilakukan upaya paksa.
Namun jika dalam pelaksanaanya masih terjadi ketidoptimalan pengawasan normatif, yang tentunya sudah menjadi tanggungjawab pejabat pengawasan ini, dengan indikator disebakan oleh minimnya jumlah pejabat pengawas. "tentu sebuah alasan klasik". Kekurangan formasi dalam lembaga publik tersebut, secara tatanan dapat diajukan kepada pemerintahan terkait. Â Agar kekurangan kuantitas di dalam formasi tersebut dapat di isi oleh Orang-orang lulus dalam penyeleksian yang selektif. Menunggu laporan dari para pekerja atau pemberi kerja yang menjadi korban inkonsistensi normatif ketenagakerjaan, bukanlah merupakan indikator pengukuran kinerja pejabat pengawas, bukanlah pula merupakan tugas dan tanggung jawab implementator kebijakan ketenagakerjaan yang sesungguhnya.
Karna keberhasilan daripada implementasi suatu kebijakan, merupakan hasil dari kinerja para implementator yang unggul secara kualitas, dan integritas. mampu mencari dan menemukan suatu permasalah yang tengah terjadi antara pekerja dan pemberi kerja. mampu mencari dan menemukan inkonsistensi dari normatif yang sudah mengikat bagi para pihak tersebut, bukan hanya menuggu laporan diduga adanya indikasi inkonsistensi normatif kebijakan ketenagakerjaan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H