Mohon tunggu...
Decky Novandri
Decky Novandri Mohon Tunggu... Penulis - Belajar Menulis.

- Pria Sederhana, yang ingin belajar dan berkembang. - Master of Public Administration Alumni. National University, Jakarta Indonesia. - IDP_LP

Selanjutnya

Tutup

Money

Pro dan Kontra, Ekspor Batu Bara

5 Januari 2022   15:48 Diperbarui: 31 Januari 2022   00:53 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(gambar : insight.kontan.co.id)

Pro dan kontrak pelarangan penjualan komoditas tambang berjenis Batu bara (per 1-31 Januari 2022), telah menuia kritik tajam dari para pelaku usaha yang bergerak pada bidang ekspor batu bara, bukan tanpa sebab mereka mengkritisi kebijakan ini, dampak negatif yang dirasakan oleh pengusaha yang bergerak di sektor ini, bedampak pada omzet (sejumlah nilai total dari penjualan produk dalam suatu kurun waktu tertentu) pengusaha pengeskpor batu bara. Pupus sudah peluang untuk meraih cuan (untung) pada sektor ini.

Bisnis mereka akan terganggu, meskipun sejak bulan September hingga Nopember Harga Batu bara Acuan (HBA) sangat meroket.

Saat itu, pemicu kenaikan harga batu bara di pasar internasional, dikarenakan permintaan batu bara yang terus meningkat dari Negara China. akibat dari naiknya kebutuhan batu bara, yang telah melampaui kapasitas pasokan batu bara domestik.

Selain itu Negara China sendiri merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia. 

Namun setelah Tiongkok meningkatkan produksi batu baranya, Pada bulan Desember 2021 HBA mengalami penurunan.

Dari laman (berita dpr. ri) data kuantitatifnya menunjukan, pada semester kedua 2021 hingga awal tahun 2022, batu bara menunjukkan tren kenaikan harga. Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan September 2021 hingga ke angka 150,03 dolar AS per ton. Angka ini naik 19,04 dolar AS per ton dibanding HBA bulan Agustus 2021 yang mencapai angka 130,99 per ton. pada bulan Nopember 2021 HBA kembali meroket menembus 215,1 dolar AS per ton. HBA Desember 2021 anjlok ke posisi 159,79 dolar AS per ton atau turun 25,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Cukup pantas bukan? pemerintah menciptakan kebijakan ini, pada saat HBA sedang mengalami penurunan. "lah bagaimana jika kebijakan ini diciptakan dan diberlakukan pada bulan September hingga Desember ?

Jika melihat kasus yang dialami oleh Negara China terkait kelangkaan pasokan batu bara, ada kemungkinan Negara Indonesia belajar dari kasus ini, karna bukan tidak mungkin indonesia akan mengalami hal yang serupa, ketika terjadi gangguan alam dan sejenisnya, pada level produksi bahan tambang ini, tentu akan menimbulkan kelangkaan pasokan.

Pada akhirnya kita harus mengimpor bahan tambang ini dari negara lain, "yang namanya Impor" tentu tidak sedikit materi yang akan dikeluarkan oleh Negara ini, "yang untung siapa yang rugi siapa? biaya pengeluaran Negara ini akan bertambah untuk membiayai impor batu bara tersebut,"belum lagi, belanja pegawai yang lebih besar, daripada belanja modal".

Maka dari itu, pemerintah dan pelaku kebijakan bersama-sama mengambil langkah yang konkret. menciptakan suatu bentuk kebijakan yang paling relevan, terlepas dari pembahasan model kebijakan rasional, inkramental, mixed scaning, carbage can, model institusional, elite massa, model kelompok, sistem politik, ataupun model kebijakan yang mencakup keseluruhanya.  "biarlah para pakar yang menilai"

Suatu pilihan kebijakan yang dilematis, dan sulit saat ini yang harus diambil oleh pemerintah dan pelaku kebijakan terkait pelarangan ekspor komoditas tambang berupa batu bara, "saya katakan dilematis, dan sulit" karna harus mengorbankan perdangangan dan industri yang bergerak pada ekspor batu bara.

Padahal pendapatan pajak dari ekpor batu bara ini sangat kita butuhkan di tahun 2022 ini, untuk membenahi ekonomi akibat terdampak pandemi.

Esensi dari konseptual yang dikemukakan oleh para pakar kebijakan publik, menurut hemat saya. serangkaian tindakan yang berawal dari usulan, dan memiliki tujuan yang berpihak pada masyarakat luas, dalam rangka mencapai suatu tujuan tersebut tentunya membutuhkan strategi yang konkret, dan strategi ini harus didukung oleh sumber daya, baik secara sumber daya personil ataupun sumber daya yang lainya.

Maka dari itu, kebijakan pelarangan ekspor batu bara tersebut, tentunya sudah mengalami perhitungan secara komprehensif, sehingga pemerintah mengambil kebijakan ini untuk melarang penjualan batu bara ke Luar Negeri.

Tujuan pemerintah dan pelaku kebijakan dari pemberlakuan kebijakan tersebut tidak lain agar bangsa ini dapat terlebih dahulu memenuhi kebutuhan dalam negeri, barulah kemudian dapat memikirkan untuk memenuhi kebutuhan luar negeri. 

Jika terjadi kelangkaan batu bara tentu akan menyebabkan berkurangnya pasokan, pasokan tersebut sangat dibutuhkan oleh pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau yang kita kenal dengan PLN, karena semua lapisan masyarakat yang ada di NKRI ini sangatlah membutuhkan energi dari listrik hampir untuk semua kegiatan.

Merujuk pada isitilah policy forecasting (Peramalan kebijakan) ada kemungkinan, pemerintah dan pelaku kebijakan memiliki prediksi. namun prediksi ini berangkat dari teori supply and demand (penawaran dan permintaan). 

kemungkinan tersebut ialah, bisa saja pabrik atau industri yang berada luar indonesia, yang sangat membutuhkan bahan baku ini, akan berpindah ke indonesia, karna di indonesia tersedia bahan bakunya, sederhananya akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.

Dari laman (idx channel) diperoleh data untuk kebutuhan PLN akan batu bara, pada tahun 2022 sebesar 119.19 ton, dengan rincian kebutuhan tersebut untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLN sebesar 68, 42 juta ton. PLTU Independent Power Producer (IPP) sebesar 50,76 juta ton.

Kesimpulanya : pemerintah mengambil suatu kebijakan yang paling relevan, yang dampak negatifnya paling minimal. dengan kata lain, berdampak negatif pada sebagian golongan, namun menguntungkan bagi semua golongan. 

Dalam hal ini memang pengusahan sedikit dirugikan, dibalik kerugian para pengusaha tersebut dapat memberikan dampak yang positif bagi setiap lapisan masyarakat yang membutuhkan energi listrik dari PLN.

Eskportir itu hanya suatu pelayaran, badan usaha pelayaran, badan pelayaran, artinya perusahaan yang mengelola komoditas Ekspor. misalkan jika ada kontrak, namun karna tidak ada lahan, atau sebaliknya jika tidak ada kontrak, terus maunya apa" menurut hemat saya, tidak akan terlalu terdampak. langkah ini sudah diaplikasi oleh negara kita pada larangan ekspor nikel, negara kita sudah berpengalaman mendapatkan gugatan dari Internasional. "bukan yang hal baru lagi, bukan?

Analogi sederhananya, jika saya pedagang biji kopi, saya punya barang, namun saya tidak ingin menjualnya. artinya, itu hak mutlak saya, apalagi ketika saya sudah mengetahui, biji kopi ini dapat saya olah lagi sehingga memiliki nilai ekonomi yang lebih, misalkan menjadi bubuk biji kopi pilihan.

"Pemerintah dan pelaku kebijakan, telah mengambil keputusan dan langkah yang sangat berani, meskipun menuia kontraversi, tentu sudah siap menerima konsekuensi, dengan solusi dan amunis".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun