Mohon tunggu...
Debi Febrianti
Debi Febrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya bernyanyi dan bermain musik tradisi Saya mempunyai kepribadian yang cukup ramah, nonton drakor

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Teori PRiskososial Erik Erikson

20 Januari 2025   04:29 Diperbarui: 20 Januari 2025   04:29 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Erik Erikson, seorang psikolog perkembangan asal Jerman-Amerika, mengembangkan teori psikososial yang berfokus pada perkembangan individu sepanjang hidup, mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Teori ini menekankan pentingnya interaksi sosial dalam membentuk identitas dan kemampuan individu untuk mengatasi tantangan psikologis pada setiap tahap kehidupan. Menurut Erikson, setiap tahap perkembangan berhubungan dengan krisis psikososial yang harus diatasi oleh individu untuk berkembang secara sehat.

---

1. Pengertian Teori Psikososial Erikson

Teori psikososial Erikson menyatakan bahwa perkembangan manusia terdiri dari delapan tahap utama, yang masing-masing melibatkan krisis atau tantangan psikososial yang harus dihadapi individu. Keberhasilan atau kegagalan dalam mengatasi setiap krisis ini dapat memengaruhi perkembangan kepribadian dan identitas seseorang. Setiap tahap berhubungan dengan kebutuhan emosional dan sosial yang berubah seiring bertambahnya usia.

---

2. Delapan Tahap Perkembangan Psikososial Erikson

Erikson membagi perkembangan psikososial menjadi delapan tahap, masing-masing dengan krisis yang harus dihadapi dan resolusinya:

a. Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-18 bulan)

Krisis: Bayi belajar untuk mempercayai orang di sekitarnya, terutama pengasuh utama, jika mereka dipenuhi kebutuhan dasar mereka seperti makanan, kenyamanan, dan keamanan.

Resolusi: Jika pengasuhan bersifat konsisten dan penuh kasih sayang, bayi mengembangkan rasa kepercayaan terhadap dunia dan orang lain.

Dampak: Kepercayaan yang kuat memudahkan bayi untuk mengembangkan hubungan sosial yang sehat di masa depan.

b. Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (18 bulan - 3 tahun)

Krisis: Anak-anak mulai belajar mandiri, seperti berjalan, berbicara, dan melakukan aktivitas lain tanpa bantuan orang dewasa.

Resolusi: Ketika diberikan dukungan dan kebebasan yang sesuai, anak-anak mengembangkan rasa otonomi. Jika selalu dikritik atau dibatasi, mereka dapat merasakan rasa malu dan keraguan terhadap kemampuan mereka.

Dampak: Rasa otonomi yang kuat membantu anak-anak berkembang menjadi individu yang percaya diri.

c. Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-5 tahun)

Krisis: Pada tahap ini, anak-anak mulai menunjukkan inisiatif, mencoba berbagai aktivitas dan mengeksplorasi dunia mereka.

Resolusi: Jika mereka diberikan kesempatan untuk bertindak tanpa rasa takut dihukum, mereka mengembangkan rasa inisiatif. Jika mereka dihukum atau dipatahkan inisiatifnya, mereka mungkin merasa bersalah dan cemas untuk mencoba hal baru.

Dampak: Inisiatif yang sehat berkontribusi pada perkembangan kreativitas dan kepemimpinan di masa depan.

d. Tahap 4: Industri vs. Inferioritas (5-12 tahun)

Krisis: Anak-anak mulai berinteraksi lebih banyak di sekolah dan kelompok teman sebaya, yang menguji kemampuan mereka dalam hal kerja keras dan pencapaian.

Resolusi: Jika anak merasa diterima dan berhasil dalam tugas dan tantangan, mereka mengembangkan rasa industri dan kepercayaan diri. Sebaliknya, kegagalan atau penolakan dapat menimbulkan rasa inferioritas.

Dampak: Tahap ini sangat penting untuk perkembangan motivasi dan kemampuan bekerja sama dalam lingkungan sosial.

e. Tahap 5: Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun)

Krisis: Remaja mencari identitas diri mereka, mempertanyakan siapa mereka dan apa tujuan hidup mereka.

Resolusi: Remaja yang berhasil melalui pencarian identitas akan mengembangkan rasa identitas yang jelas. Jika gagal, mereka mungkin merasa kebingungan tentang peran mereka dalam masyarakat.

Dampak: Pembentukan identitas yang sehat sangat penting untuk membangun rasa percaya diri dan arah hidup yang jelas di masa depan.

f. Tahap 6: Intimasi vs. Isolasi (18-40 tahun)

Krisis: Dewasa muda berusaha untuk membangun hubungan yang intim dan berbagi kehidupan dengan orang lain.

Resolusi: Mereka yang mampu membangun hubungan yang sehat dan intim akan mengembangkan rasa kedekatan dan kepercayaan. Sebaliknya, ketidakmampuan membangun hubungan intim dapat menyebabkan perasaan terisolasi dan kesepian.

Dampak: Hubungan yang sehat di tahap ini sangat penting untuk perkembangan sosial dan emosional yang lebih matang.

g. Tahap 7: Generativitas vs. Stagnasi (40-65 tahun)

Krisis: Pada usia dewasa tengah, individu mulai merasa tanggung jawab terhadap generasi berikutnya, baik dalam keluarga maupun pekerjaan.

Resolusi: Jika mereka merasa dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan keluarga, mereka mengembangkan rasa generativitas. Namun, jika mereka merasa tidak berguna atau terjebak dalam rutinitas, mereka mungkin mengalami stagnasi.

Dampak: Tahap ini penting dalam membentuk kontribusi individu terhadap perkembangan sosial dan keluarga.

h. Tahap 8: Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)

Krisis: Pada tahap ini, individu merenungkan hidup mereka dan pencapaian yang telah diraih.

Resolusi: Mereka yang merasa hidup mereka bermakna akan mengembangkan integritas, yaitu rasa puas dengan hidup mereka. Sebaliknya, individu yang merasa menyesal atau kecewa dengan hidup mereka mungkin mengalami keputusasaan.

Dampak: Penyelesaian tahap ini berhubungan dengan rasa damai dan kepuasan di usia lanjut.

---

3. Konsep Utama dalam Teori Erikson

Krisis Psikososial: Setiap tahap kehidupan melibatkan krisis yang harus dihadapi. Bagaimana individu mengatasi krisis ini memengaruhi perkembangan mereka di tahap berikutnya.

Resolusi Krisis: Resolusi positif dari krisis tersebut berkontribusi pada perkembangan yang sehat dan kesiapan individu untuk menghadapi tantangan selanjutnya.

Pentingnya Lingkungan Sosial: Erikson menekankan bahwa interaksi sosial dan dukungan dari orang lain sangat penting dalam pembentukan identitas dan pengembangan psikososial.

---

4. Aplikasi Teori Erikson

Teori Erikson memiliki aplikasi yang luas, baik dalam pendidikan, kesehatan mental, maupun pekerjaan sosial. Beberapa aplikasi termasuk:

Pendidikan: Pendekatan dalam mendukung perkembangan sosial dan emosional siswa pada setiap tahap kehidupan.

Psikoterapi: Terapis dapat membantu individu mengatasi krisis yang tidak terselesaikan dari masa lalu yang dapat memengaruhi kehidupan mereka saat ini.

Program Pemberdayaan Sosial: Program yang mendukung individu dalam berbagai tahap kehidupan untuk mengembangkan identitas yang sehat dan kontribusi positif terhadap masyarakat.

---

5. Kesimpulan

Teori psikososial Erik Erikson memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana individu berkembang melalui interaksi sosial dan tantangan psikologis yang dihadapi di setiap tahap kehidupan. Teori ini menunjukkan bahwa perkembangan adalah proses seumur hidup yang dipengaruhi oleh pengalaman sosial dan kemampuan untuk mengatasi krisis. Penerapan teori ini dapat membantu memfasilitasi intervensi yang lebih baik dalam pendidikan, konseling, dan dukungan sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun