Putri, Purnama, Idi (2019) menjelaskan bahwa FoMO terbagi menjadi tiga indikator, yaitu pertama: ketakutan dan merasa terancam ketika melewatkan suatu keadaan dimana ia tidak terhubung dengan orang lain—namun orang lain terhubung dengan pihak lain. Indikator kedua adalah kekhawatiran akan kehilangan suatu kesempatan atau keadaan yang menyenangkan tanpa dirinya. Lalu indikator terakhir adalah adanya kecemasan dan kekhawatiran terhadap seseorang yang sedang atau tidak terhubung pada suatu kejadian dengan pihak lain.
Tingginya ketergantungan mahasiswa terhadap teknologi terutama gadget dan media sosial telah mengubah fungsi awal dari media sosial. Sebagaimana fungsi dari media sosial adalah untuk menghubungkan kita dengan seseorang kapan pun dan di mana pun, tanpa harus terhalang jarak dan waktu.  Namun, sekarang ini media sosial sudah beralih fungsi sebagai alat pengamat kehidupan seseorang. Mahasiswa menghabiskan waktu untuk mengikuti kehidupan dan aktivitas yang dilakukan orang lain. Demi memenuhi keinginan dan rasa penasaran tentang momen yang orang lain bagikan, mereka akan mengakses media sosial secara terus menerus.
Upaya untuk mengurangi Fear of Missing Out (FoMO) pada mahasiswa
Banyak kegiatan atau usaha yang bisa dilakukan oleh mahasiswa agar tidak terus terjebak dalam situasi FoMO, beberapa di antaranya yaitu:
1. Membatasi Penggunaan Gadget dan Media Sosial
Penggunaan gadget atau media sosial memang sudah tidak dapat dihindari lagi oleh siapa pun, tidak terkecuali mahasiswa. Walaupun begitu, frekuensi penggunaan gadget dan media sosial masih dapat dikurangi dengan cara membatasi penggunaannya. Membatasi penggunaan gadget dapat dilakukan dengan banyak hal, salah satunya adalah dengan membatasi screen time dengan mengatur waktu saat menggunakan aplikasi yang sifatnya hanya untuk hiburan dan mengisi kekosongan. Tentukan berapa lama harus menggunakan gadget setiap harinya. Jika tidak digunakan untuk keperluan atau kebutuhan yang penting dan mendesak, lebih baik mengisi waktu dengan melakukan hal lain seperti belajar, journaling, membaca buku, bersosialisasi, me time, atau kegiatan produktif lainnya.
2. Social Media Detox
Detoks media sosial merupakan salah satu upaya yang dapat berpengaruh untuk mengurangi FoMO. Kebiasaan dari seseorang yang merasakan FoMO adalah selalu membuka dan mengecek media sosial hanya karena rasa ingin tahu tentang aktivitas yang sedang dilakukan oleh orang lain. Detoks media sosial akan membantu untuk membatasi media sosial selama periode waktu tertentu. Tidak hanya itu, detoks media sosial juga akan membantu untuk menjaga kesehatan mental agar lebih stabil dan tenang. Hubungan antara media sosial dengan kesehatan mental seringkali menjadi persoalan bagi banyak orang. Oleh karena itu, detoks media sosial dapat membantu untuk mengurangi kecemasan, kekhawatiran, serta ketakutan berlebih pada mahasiswa yang nantinya akan berdampak pada kesehatan mental.
3. Menjaga Hubungan yang Sehat dengan Lingkungan Sekitar
Dibanding merasa takut tersaingi atau takut tertinggal, lebih baik mahasiswa lebih mengutamakan hubungan sosial yang sehat dengan lingkungan sekitarnya, baik keluarga maupun teman. Hubungan yang sehat akan membuat kita merasa cukup dan terlepas dari rasa sendiri dan kesepian. Â Interaksi yang dilakukan dengan orang baru di luar keluarga maupun teman pun wajib dilakukan agar relasi yang dimiliki semakin luas dan berkembang. Relasi positif yang dijalani oleh mahasiswa akan berpengaruh pada cara pandang mereka dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah, terutama bila mereka sering bertukar pikiran mengenai fenomena sedang marak terjadi.
4. Fokus pada Diri Sendiri