PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL
dapat mengumpulkan dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program-program sosial lainnya. Salah satu fenomena yang menjadi perhatian dalam dunia pajak internasional adalah pajak berganda. Pajak berganda terjadi ketika individu atau perusahaan dikenai pajak oleh lebih dari satu negara atas penghasilan yang sama. Hal ini sering kali disebabkan oleh perbedaan dalam aturan perpajakan antar negara. Fenomena pajak berganda ini dapat memengaruhi aktivitas ekonomi lintas batas dan memunculkan berbagai isu hukum dan ekonomi yang kompleks.
Berikut ada pandangan para ahli mengenai pajak berganda :
- Volkendbond (League of Nation): Pajak ganda internasional terjadi apabila pajak-pajak dari dua negara atau lebih sering menindih sedemikian rupa sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara lebih dari satu, memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja.
- Fiscal Commie OECD: Pajak berganda internasional terjadi apabila:
- Pajak-pajak dari dua negara atau lebih sering menindih sedemikian rupa sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara lebih dari satu, memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja.
- Subjek pajak yang dikenai pajak itu memikul beban pajak yang lebih besar daripada apabila dikenakan pajak di satu negara saja.
- Beban tambahan itu bukan diakibatkan oleh adanya perbedaan tarif.
- Pengenaan pajak itu atas objek yang sama dan subjek yang sama pula
Pengertian pajak berganda internasional menurut para ahli tersebut memiliki kesamaan yaitu pengenaan pajak yang sama oleh dua negara atau lebih terhadap subjek pajak dan atas objek pajak yang sama pula.
Pajak berganda terjadi Ketika dalam suatu transaksi lintas batas negara terdapat lebih dari satu negara yang melakukan klaim hak pemajakan atas transaksi lintas batas negara tersebut dengan merujuk pada ketentuan pajak domestic masing-masing negara.Â
Menurut sistem perpajakan secara yuridis di beberapa negara, terdapat 2 metode klaim hak perpajakan. Yang pertama adalah personal connecting factor dimana klaim hak pemajakan terhadap penghasilan didasarkan pada penghasilan yang di terima dari dalam dan luar negeri. Dan yang kedua adalah objective connecting factor, dimana klaim hak pemajakan didasarkan pada penghasilan yang bersumber dari satu negara saja. Perbedaan penganutan metode inilah yang merupakan salah satu penyebab pemajakan berganda.
Untuk mempermudah pemahaman, berikut adalah contoh kasusnya:
- Mr A merupakan warga negara D dan memperoleh penghasilan dari negara D dan S. Dalam konteks ini, negara D menganut metode personal connecting factor dimana dasar pengenaan pajak atas penghasilan Mr A adalah penghasilan dari negara D dan S.
- Melanjutkan case yang sama, diasumsikan bahwa negara S menganut metode objective connecting factor. Maka terkait hal ini, penghasilan yang dikenakan pajak menurut sudut pandang negara S hanyalah penghasilan yang diterima dari negara S saja.
Sebagaimana ilustrasi pada contoh kasus di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak berganda dapat menimbulkan beban keuangan yang cukup memberatkan bagi subjek pajak yang memiliki penghasilan dari beberapa negara.
Pengenaan pajak berganda secara umum dapat disebabkan oleh tiga konflik yurisdiksi yang umum terjadi dalam praktik perpajakan internasional. Konflik ini muncul ketika dua atau lebih yurisdiksi (negara atau wilayah pajak) mengklaim hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ini sering kali menjadi permasalahan kompleks dan memerlukan peraturan khusus untuk mengatasi konflik tersebut. Tiga konflik yurisdiksi yang sering terjadi adalah:
- Perbedaan asas pemungutan pajak antar negara
Setiap negara memiliki sistem pajak yang unik. Seseorang dapat dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara berdasarkan berbagai asas pemungutan pajak. Dua asas pemungutan pajak yang paling umum digunakan adalah asas domisili dan asas sumber. Asas domisili menetapkan bahwa negara tempat subjek pajak tinggal berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan mereka. Jika suatu negara menerapkan asas domisili, sedangkan negara lain menerapkan asas sumber, maka penghasilan subjek pajak tersebut dapat dikenakan pajak oleh kedua negara tersebut.
- Perbedaan definisi residensi
Konflik yurisdiksi residensi terjadi ketika lebih dari satu yurisdiksi mengklaim seseorang atau entitas sebagai penduduk mereka dan, oleh karena itu, berhak untuk mengenakan pajak atas penghasilan mereka. Ini sering terjadi dalam kasus individu atau perusahaan yang memiliki kediaman atau koneksi dengan lebih dari satu negara.
- Perbedaan definisi sumber penghasilan
Konflik yurisdiksi sumber pendapatan terjadi ketika lebih dari satu yurisdiksi mengklaim hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari sumber di wilayah mereka. Contohnya adalah ketika perusahaan atau individu memperoleh pendapatan dari berbagai negara dan negara-negara tersebut mengklaim hak untuk mengenakan pajak atas pendapatan tersebut.
Pajak dianggap sebagai pengorbanan sumber daya yang harus ditanggung oleh masyarakat dan bisnis secara ekonomis. Pajak berganda internasional yang dihasilkan dari pemajakan dua negara dapat menyebabkan penambahan beban ekonomi bagi wajib pajak, ekonomi, dan pemerintah suatu negara.
- Memberikan tambahan beban ekonomi terhadap wajib pajak
Dengan adanya pengenaan pajak berganda yang dikenakan ke wajib pajak atas objek pajak dalam periode yang sama yang disebakan adanya perbedaan kebijakan antar negara dapat memberikan tambahan beban ekonomi bagi wajib pajak itu sendiri, karena mereka diwajibkan untuk membayarkan pajaknya secara berganda sehingga menyebabkan profit yang dihasilkan menjadi berkurang.
- Munculnya risiko terkena perpajakan berganda pada saat perluasan usaha ke mancanegara
Risiko ini timbul karena perusahaan akan berurusan dengan dua atau lebih yurisdiksi pajak yang dapat mengklaim hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. etiap negara memiliki sistem perpajakan yang unik dengan aturan-aturan yang berbeda. Ini mencakup definisi penghasilan yang kena pajak, tarif pajak, pengakuan biaya, dan insentif pajak. Ketika perusahaan beroperasi di lebih dari satu negara, perbedaan-perbedaan ini dapat menciptakan celah di mana penghasilan dapat dikenakan pajak oleh lebih dari satu yurisdiksi.
- Memicu ekonomi global dengan biaya tinggi dan menghambat mobilitas global sumber daya ekonomis
Pajak berganda internasional dapat menyulitkan suatu negara untuk bersaing dengan negara lain dalam menarik investasi. Hal ini karena investor akan lebih memilih untuk berinvestasi di negara yang memiliki sistem perpajakan yang lebih kompetitif. Selain itu Pajak berganda juga dapat menghambat mobilitas sumber daya ekonomis, seperti modal, tenaga kerja, dan teknologi. Sebagai contoh, perusahaan mungkin enggan untuk memindahkan modal atau teknologi ke negara lain jika mereka harus menghadapi pajak berganda yang tinggi. Ini dapat menghambat aliran investasi asing langsung (foreign direct investment) dan pertukaran teknologi antar negara, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global dan pembangunan ekonomi negara-negara berkembang. Mobilitas tenaga kerja juga dapat terpengaruh, karena individu yang bekerja di luar negeri mungkin harus membayar pajak di negara asal dan negara tempat mereka bekerja.
Sepeti yang telah dijelaskan di atas terkait pengertian dan dampak dari pajak berganda internasional, berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk menghindari pemajakan berganda internasional :
- Secara Unilateral
Metode unilateral adalah metode penghindaran pajak berganda internasional yang dilakukan oleh satu negara secara sepihak, tanpa adanya perjanjian dengan negara lain. Metode ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan yang dapat menghindarkan pajak ganda ke dalam undang-undang pajak nasional. Menurut Gunadi, terdapat beberapa metode penghindaran pajak berganda internasional yang dianut oleh beberapa negara di dunia, yaitu
- Pembebasan pajak (tax exemption)
Dalam metode ini, negara domisili subjek pajak melepaskan haknya untuk memungut pajak atas penghasilan yang telah dikenakan pajak oleh negara sumber. Dengan demikian, subjek pajak hanya akan dikenakan pajak satu kali atas penghasilan tersebut, yaitu di negara sumber. Metode tax exemption merupakan salah satu metode penghindaran pajak berganda internasional yang paling umum digunakan. Metode tax exemption dapat diterapkan dengan cara-cara berikut:
- Pembebasan penuh, dimana negara domisili tidak mengenakan pajak sama sekali atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri.
- Pembebasan progresif, dimana negara domisili mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, tetapi dengan tarif yang lebih rendah daripada penghasilan yang diperoleh dari dalam negeri.
- Kredit pajak (tax credit)
Dalam metode ini, negara domisili subjek pajak memberikan pengurangan pajak atas penghasilan yang telah dikenakan pajak oleh negara sumber. Dengan demikian, subjek pajak hanya akan dikenakan pajak satu kali atas penghasilan tersebut, yaitu di negara domisili. Metode tax credit dapat diterapkan dengan cara-cara berikut:
- Pajak kredit penuh. Yaitu jumlah pajak yang dibayar di negara sumber dapat dikurangkan secara penuh dari pajak yang terutang di negara domisili.
- Pajak kredit terbatas yaitu jumlah pajak yang dibayar di negara sumber hanya dapat dikurangkan sampai dengan jumlah pajak yang terutang di negara domisili.
- Metode lainnya
Gunadi menyebutkan  metode  lain  yang  dapat  digunakan  untuk  penghindaran pajak berganda internasional adalah
- Pembagian pajak (tax sharing): metode penghindaran yang dilakukan dengan cara membagi  jumlah  pajak  yang  terutang  antara  negara  domisili  dengan  negara sumber
- Pembagian  hak  pemajakan (division  of  taxing  power):  metode  ini  dilakukan dengan  cara  menentukan  tarif  pajak  maksimum  atas  penghasilan  yang  diperoleh wajib pajak luar negeri
- Pengurangan  tariff  (reduction  of  the  rate):  metode  ini  dilakukan  dengan  cara mengurangkan tarif pajak atas penghasilan neto luar negeri.
- Pengurangan  pajak  (reduction  of  the  tax):  metode  ini  dilakukan  dengan mengurangkan jumlah pajak atas penghasilan neto luar negeri
- Pemajakan  dengan  jumlah  tetap  (lumpsum  or  forfeit  taxation): pemajakan  atas penghasilan luar negeri dengan jumlah yang sudah tetap atau fix.
- Secara bilateral
Metode bilateral adalah metode penghindaran pajak berganda internasional yang dilakukan oleh dua negara melalui perjanjian. Perjanjian ini disebut sebagai perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). P3B umumnya mengatur hal-hal sebagai berikut :
- Metode penetapan subjek pajak
P3B menetapkan negara mana yang berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh oleh subjek pajak. Metode penetapan subjek pajak yang umum digunakan dalam P3B adalah sebagai berikut:
- Metode domisili : Negara domisili subjek pajak berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh oleh subjek pajak, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
- Metode sumber : Negara sumber penghasilan berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari negara tersebut, tanpa memandang domisili subjek pajak.
- Metode gabungan : Negara domisili dan negara sumber berbagi hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh oleh subjek pajak.
- Metode perhitungan pengenaan tarif pajak
P3B juga menetapkan cara menghitung pajak yang harus dibayar oleh subjek pajak. Metode penetapan subjek pajak yang umum digunakan dalam P3B adalah sebagai berikut:
- Metode credit dimana negara domisili memberikan pengurangan pajak atas penghasilan yang telah dikenakan pajak oleh negara sumber.
- Metode exemption dimana negara domisili melepaskan haknya untuk memungut pajak atas penghasilan yang telah dikenakan pajak oleh negara sumber.
- Â Metode sparing dimana negara sumber memberikan keringanan pajak kepada subjek pajak yang akan dikenakan pajak oleh negara domisili.
- Penyelesaian sengketa
P3B mengatur pula mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul dalam penerapan P3B. Mekanisme penyelesaian sengketa yang umum digunakan dalam P3B adalah sebagai berikut:
- Mediasi dimana kedua negara yang bersengketa akan berusaha menyelesaikan sengketa melalui mediasi.
- Arbitrase dimana kedua negara yang bersengketa akan menyerahkan penyelesaian sengketa kepada arbiter.
RENDAHNYA TAX RATIO DI INDONESIA
Selain fenomena pajak berganda internasional, rendahnya tax ratio di Indonesia juga menjadi perhatian serius. Tax ratio mengukur sejauh mana pendapatan pajak menyumbang terhadap PDB suatu negara. Rendahnya tax ratio di Indonesia mengindikasikan bahwa penerimaan pajak tidak mencukupi untuk mendukung berbagai program pemerintah dan pembangunan infrastruktur. Hal ini dapat dilihat dari tingginya tax ratio Indonesia yang masih di bawah standar internasional.
Penerimaan negara Indonesia dari sektor perpajakan menurut BPS sejak tahun 2021-2023 cenderung meningkat. Peningkatan ini tentunya sangat diharapkan pula mengalami kenaikan tax ratio mengingat Indonesia masih jauh di bawah rata-rata untuk tax ratio-nya.
Berdasarkan data dari OECD, Rasio pajak terhadap PDB di Indonesia meningkat 0,8 poin persentase dari 10,1% pada tahun 2020 menjadi 10,9% pada tahun 2021 namun peningkatan tersebut masih di bawah rata-rata global.Â
Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan rasio pajak hingga 15%, tetapi mungkin akan menghadapi tantangan karena masalah struktural, seperti kontribusi pajak yang relatif kecil dari sektor pertanian dan tingginya tingkat pendapatan tidak kena pajak. Langkah-langkah fiskal baru yang diterapkan oleh Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan rasio pajak menjadi 9,22% tahun depan.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya tax ratio Indonesia adalah adanya pajak berganda. Pajak berganda dapat menyebabkan wajib pajak hanya membayar pajak di negara di mana pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat mengurangi penerimaan pajak Indonesia. Untuk meningkatkan tax ratio Indonesia, pemerintah perlu meningkatkan upaya dalam penerapan P3B. Pemerintah juga perlu melakukan reformasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
Menurut Shin (1969), Selain GNP per kapita dan rasio perdagangan luar negeri, faktor-faktor berikut ini mungkin bertanggung jawab atas perbedaan rasio pajak antar negara: ukuran distribusi pendapatan, komposisi industri, komposisi pengeluaran pemerintah, tingkat industrialisasi dan urbanisasi, tingkat perubahan harga, tingkat pertumbuhan penduduk, perkembangan sistem uang dan perbankan, tingkat monetisasi ekonomi, stabilitas politik, hibah atau pinjaman luar negeri, distribusi pendapatan fungsional, perkembangan sistem perdagangan, iklim dan kondisi geografis, tingkat pendidikan pembayar pajak, struktur pekerjaan, kekayaan, perkembangan pajak dan administrasi umum, perkembangan sistem jaminan sosial, serta ketergantungan politik dan militer terhadap negara-negara kuat lainnya, dan sebagainya.
Berikut adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tax ratio
- kita dapat mengharapkan rasio pajak menjadi lebih tinggi ketika GNP per kapita lebih tinggi. Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa pemerintah dapat menarik pajak dari surplus pendapatan total di atas kebutuhan fisik. Semakin tinggi pendapatan total, semakin besar bagian relatif dari surplus tersebut dan dengan demikian potensi rasio pajak. Hal ini memungkinkan bagi pemerintah untuk mengambil porsi pendapatan dari subsisten dan mengembalikannya kepada pembayar pajak. Dalam hal ini, rasio pajak bisa lebih tinggi bahkan jika per kapita GNP per kapita lebih rendah.
- Ukuran perdagangan luar negeri diharapkan memiliki koefisien yang positif. Karena di banyak negara berkembang, sebagian besar pendapatan pendapatan yang tinggi berasal dari bea masuk, kita dapat memperkirakan bahwa semakin tinggi rasio perdagangan luar negeri, semakin tinggi pula rasio pajak.
- Suatu negara yang memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi dapat memiliki rasio pajak yang lebih tinggi, jika negara tersebut memiliki sistem pajak progresif. Namun, jika suatu negara mengandalkan sistem pajak tidak langsung atau pajak penghasilan pribadi dan perusahaan yang proporsional, atau jika progresifitas pajak penghasilan pribadi dan perusahaan tidak signifikan, tingkat inflasi mungkin netral.
- Pentingnya laju peningkatan dalam populasi. Jika populasi suatu negara tumbuh lebih cepat, maka dapat diperkirakan bahwa negara tersebut mungkin memiliki penerimaan pajak yang lebih rendah bahkan jika semua kondisi lainnya sama, karena jumlah untuk pembebasan pajak meningkat. Namun, jika porsi penerimaan pajak penghasilan sangat kecil, tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dapat meningkatkan rasio pajak karena pengeluaran konsumsi dan konsumsi dan dengan demikian pembayaran pajak penjualan akan meningkat.
Fenomena pajak berganda dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya tax ratio. Pajak berganda dapat menyebabkan wajib pajak menjadi kurang patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Subjek pajak yang dikenakan pajak berganda akan memiliki beban pajak yang lebih tinggi. Hal ini dapat menyebabkan subjek pajak menjadi kurang patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Selain itu Pajak berganda dapat menghambat investasi asing. Investor asing akan mempertimbangkan faktor pajak dalam berinvestasi di suatu negara. Jika investor asing dikhawatirkan akan dikenakan pajak berganda, maka investor tersebut akan cenderung berinvestasi di negara lain yang memiliki sistem perpajakan yang lebih adil. Terhambatnya investasi dan pengenaan beban pajak yang lebih tinggi Pajak menyebabkan menurunnya penerimaan pajak bagi negara. Penerimaan pajak yang berkurang dapat menyebabkan pemerintah memiliki keterbatasan sumber dana untuk membiayai pembangunan ekonomi.
Peningkatan tax ratio adalah langkah penting dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan penyediaan layanan publik yang lebih baik. Pemerintah berusaha meningkatkan penerimaan pajak melalui reformasi undang-undang perpajakan yang dilakukan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam situasilain, Wajib Pajak tidak selalu melaksanakan kewajibannya dengan benar, seperti dalam hal pelaporan harta dan penghasilan mereka. Namun, sanksi semata-mata tidak dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pemungutan pajak, karena sebenarnya kesadaran membayar pajak secara sukarela (voluntary tax compliance) adalah kunci keberhasilan pemungutan pajak.
Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan rasio pajak, yaitu perbandingan antara total penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB) negara. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, yang dapat digunakan untuk membiayai berbagai program dan layanan publik serta mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia :
- Meningkatkan basis pajak
Salah satu cara untuk meningkatkan rasio pajak adalah dengan memperluas basis pajak. Basis pajak adalah keseluruhan objek pajak yang dikenakan pajak. Basis pajak Indonesia masih relatif sempit, terutama karena adanya banyak insentif pajak. Upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan basis pajak adalah :
- Menghapus insentif pajak yang tidak efektif
Pemerintah telah menghapus insentif pajak yang tidak efektif, yaitu insentif pajak yang tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi perekonomian.
- Menambah objek pajak yang dikenakan pajak
Pemerintah telah menambah objek pajak yang dikenakan pajak, yaitu pajak karbon, pajak digital, dan pajak kendaraan bermotor baru.
- Meningkatkan tarif pajak untuk objek pajak tertentu
Pemerintah telah meningkatkan tarif pajak untuk objek pajak tertentu, yaitu pajak penghasilan (PPh) badan dan pajak pertambahan nilai (PPN).
- Meningkatkan kepatuhan pajak
Kepatuhan pajak adalah tingkat kesadaran dan kesediaan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Kepatuhan pajak Indonesia masih relatif rendah. Upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kepatuhan pajak adalah :
- Meningkatkan sosialisasi perpajakan
Pemerintah telah meningkatkan sosialisasi perpajakan melalui berbagai media, seperti media massa, media sosial, dan sosialisasi langsung.
- Memberikan kemudahan dalam administrasi perpajakan
Pemerintah telah memberikan kemudahan dalam administrasi perpajakan, seperti e-filling, e-billing, dan e-tax refund.
- Menindak tegas pelanggaran pajak
Pemerintah telah menindak tegas pelanggaran pajak, baik berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
- Mencegah pajak berganda internasional
Pajak berganda internasional dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan pajak bagi negara. Upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam mencegah pajak berganda internasional:
- Menandatangani perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B)
Pemerintah Indonesia telah menandatangani P3B dengan lebih dari 70 negara. P3B dapat membantu memastikan bahwa wajib pajak hanya akan dikenakan pajak satu kali atas penghasilan yang sama.
- Meningkatkan kerja sama dengan negara lain
Pemerintah Indonesia telah meningkatkan kerja sama dengan negara lain dalam bidang perpajakan, seperti pertukaran informasi pajak dan kerja sama dalam penegakan hukum pajak.
- Meningkatkan kapasitas dan kompetensi aparat pajak
Pemerintah telah meningkatkan kapasitas dan kompetensi aparat pajak melalui berbagai pelatihan dan pendidikan.
- Membangun sistem informasi perpajakan yang modern
Pemerintah telah membangun sistem informasi perpajakan yang modern untuk memudahkan administrasi perpajakan.
- Meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak terkait
Pemerintah telah meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti asosiasi pengusaha dan universitas, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pajak.
Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia telah membuahkan hasil, rasio pajak Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rasio pajak Indonesia pada tahun 2022 adalah 10,41%, meningkat dari 9,59% pada tahun 2021. Tentunya pemerintah Indonesia tetap menghadapi tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan rasio pajak, meskipun telah mengalami peningkatan, rasio pajak Indonesia masih jauh di bawah standar internasional yang mencapai 15-20%. Pemerintah Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dalam meningkatkan rasio pajak, antara lain:
- Masih adanya ekonomi informal yang besar
Ekonomi informal di Indonesia masih relatif besar, yaitu sekitar 60% dari PDB. Subjek pajak yang bergerak di sektor ekonomi informal sulit untuk dikenakan pajak.
- Masih adanya anggapan bahwa pajak adalah beban
Masih ada anggapan di masyarakat bahwa pajak adalah beban. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya kepatuhan pajak.
- Kompleksitas sistem perpajakan
Sistem perpajakan Indonesia masih relatif kompleks. Hal ini dapat menyulitkan wajib pajak dalam memahami dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Referensi :
- Darussalam, & Septiadi, D. (2017). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda : Panduan, Interpretasi dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit DDTC.
- Hapsari, M. A. (2021). Penyelesaian Permasalahan Pajak Berganda Internasional. Jurnal Justiciabelen, 86-99. doi:http://dx.doi.org/10.30587/justiciabelen.v2i2.2200
- Kusumowardhani, W. (2020). Seri Manajemen Perpajakan : PAJAK GANDA. Bogor: Guepedia
- Shin, K. (1969). International Difference In Tax Ratio. The Review of Economics and Statistics, 213-220
- Unsulangi, P. A. (2020). Akibat Hukum Pajak Ganda dalam Perspektif Hukum Internasional. Lex Et Societatis. doi:https://doi.org/10.35796/les.v8i2.28487
- Zakaria, J. (2018). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Serta Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H