Mohon tunggu...
debby setya
debby setya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522110028, Mata Kuliah : Pajak Internasional Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, MSi, Ak,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 03 - Studi Kasus BEPS (Base Erosion Profit Shifting) di Indonesia

27 September 2023   04:19 Diperbarui: 27 September 2023   04:25 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu contoh kasus transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional di Indonesia adalah kasus PT Adaro Indonesia. Kasus transfer pricing Adaro adalah kasus dugaan transfer pricing yang dilakukan oleh PT Adaro Indonesia, sebuah perusahaan tambang batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kasus ini pertama kali diungkap oleh Global Witness, sebuah organisasi non-pemerintah yang berfokus pada isu-isu korupsi dan transparansi.

Global Witness menuduh PT Adaro Indonesia telah melakukan transfer pricing dengan anak perusahaannya yang berada di Singapura, Coaltrade Services International. Coaltrade Services International diduga telah menetapkan harga transfer yang lebih rendah daripada harga pasar untuk penjualan batu bara kepada anak perusahaan PT Adaro Indonesia yang berada di Indonesia. Hal ini menyebabkan keuntungan dialihkan dari Indonesia ke Singapura.

Berdasarkan investigasi Global Witness, PT Adaro Indonesia telah menjual batu bara kepada Coaltrade Services International dengan harga sebesar US$100 per ton, sedangkan harga pasar batu bara pada saat itu adalah US$120 per ton. Hal ini menyebabkan PT Adaro Indonesia kehilangan potensi pendapatan sebesar US$20 per ton.

Pada tahun 2009, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia mulai melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Pada tahun 2012, DJP mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada PT Adaro Indonesia sebesar Rp1,75 triliun. PT Adaro Indonesia mengajukan banding atas SKPKB tersebut ke Pengadilan Pajak. Pada tahun 2015, Pengadilan Pajak memutuskan untuk membatalkan SKPKB tersebut. DJP kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Pada tahun 2017, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi DJP dan membatalkan putusan Pengadilan Pajak. Mahkamah Agung menyatakan bahwa PT Adaro Indonesia telah melakukan transfer pricing dan memerintahkan PT Adaro Indonesia untuk membayar pajak yang kurang dibayar sebesar Rp1,75 triliun. PT Adaro Indonesia kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung tersebut. Pada tahun 2019, Mahkamah Agung menolak PK tersebut.

Kasus transfer pricing Adaro ini telah menjadi salah satu kasus transfer pricing terbesar di Indonesia. Kasus ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki masalah dalam mengatasi kasus transfer pricing.

Sumber : suerf.org
Sumber : suerf.org

Contoh Kasus BEPS - 3

Kasus pergeseran keuntungan melalui utang di Indonesia adalah kasus di mana perusahaan multinasional meminjam uang dari anak perusahaannya yang berada di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah. Bunga pinjaman yang dibayarkan oleh anak perusahaan di Indonesia kepada anak perusahaan di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak anak perusahaan di Indonesia. Hal ini menyebabkan keuntungan dialihkan dari Indonesia ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Contoh kasus pergeseran keuntungan melalui utang di Indonesia terjadi pada PT Astra International. Pada tahun 2017, DJP Indonesia menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada PT Astra International sebesar Rp2,9 triliun. SKPKB tersebut diterbitkan karena DJP menduga PT Astra International telah melakukan pergeseran keuntungan melalui utang. DJP menduga bahwa PT Astra International telah meminjam uang dari anak perusahaannya yang berada di Singapura, Astra International Finance. Bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT Astra International kepada Astra International Finance dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak PT Astra International. Hal ini menyebabkan keuntungan dialihkan dari Indonesia ke Singapura.

PT Astra International mengajukan banding atas SKPKB tersebut ke Pengadilan Pajak. Pada tahun 2020, Pengadilan Pajak memutuskan untuk membatalkan SKPKB tersebut. DJP kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada tahun 2022, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi DJP dan membatalkan putusan Pengadilan Pajak. Mahkamah Agung menyatakan bahwa PT Astra International telah melakukan pergeseran keuntungan melalui utang dan memerintahkan PT Astra International untuk membayar pajak yang kurang dibayar sebesar Rp2,9 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun