Mohon tunggu...
debby setya
debby setya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522110028, Mata Kuliah : Pajak Internasional Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, MSi, Ak,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 03 - Studi Kasus BEPS (Base Erosion Profit Shifting) di Indonesia

27 September 2023   04:19 Diperbarui: 27 September 2023   04:25 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu BEPS?

BEPS adalah eksploitasi yang disengaja atas loopholes yang ada pada peraturan perpajakan untuk menggeser keuntungan ke yurisdiksi berpajak rendah atau nihil, dengan tujuan menghindari atau mengurangi kewajiban pajak. BEPS memiliki dampak negatif yang signifikan bagi negara-negara, terutama negara-negara berkembang dimana BEPS dapat mengurangi pendapatan pajak negara, sehingga mengurangi kemampuan negara untuk menyediakan layanan publik yang penting. Selain itu, BEPS dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat bagi perusahaan domestik, yang tidak memiliki sumber daya untuk melakukan BEPS. BEPS dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti transfer pricing, pergeseran keuntungan melalui utang, dan pengaturan mismatch hibrida

Sumber : Tax Justice Network
Sumber : Tax Justice Network

Contoh Kasus BEPS - 1

Berdasarkan laporan dari State of Tax Justice 2023, ditemukan bahwa biaya keadilan pajak global diperkirakan mencapai US$4.8 triliun setiap tahun. Angka ini setara dengan anggaran pendidikan global. Laporan ini juga menemukan bahwa biaya keadilan pajak global telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Peningkatan biaya keadilan pajak global disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk:

  • Peningkatan globalisasi dan digitalisasi ekonomi
  • Perubahan kebijakan pajak yang menguntungkan perusahaan multinasional dan individu kaya
  • Kelemahan dalam sistem perpajakan internasional

Laporan State of Justice 2023 juga menemukan bahwa biaya keadilan pajak global tidak ditanggung secara merata. Negara-negara berkembang menanggung biaya yang lebih besar daripada negara-negara maju. Selain itu, biaya keadilan pajak global ditanggung secara tidak adil. 

Dalam kasus BEPS, pergeseran profit dapat menyebabkan kerugian pada negara itu sendiri, salah satunya Indonesia. Dalam Laporan State of Justice 2023, pergeseran profit ini menyebabkan Indonesia mengalami kerugian tahunan senilai 2,736.5 ribu USD. Untuk mengurangi BEPS ini, contohnya seperti

  • Pemerintah Indonesia telah mengadopsi Action Plan 15 BEPS, yang bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum dan transparansi dalam prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure/MAP). PMK-49/PMK.03/2019 mengatur tentang tata cara pelaksanaan MAP di Indonesia. PMK ini menetapkan prosedur yang lebih jelas dan transparan dalam pelaksanaan MAP.
  • Pemerintah Indonesia telah mengadopsi Action Plan 13 BEPS, yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan pengungkapan informasi pajak. PMK-128/PMK.03/2016 mengatur tentang kewajiban dokumentasi transfer pricing. PMK ini mewajibkan perusahaan multinasional untuk mendokumentasikan transaksi afiliasi mereka.
  • Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan negara-negara lain dalam pertukaran informasi pajak. Indonesia telah menandatangani lebih dari 100 perjanjian pertukaran informasi pajak dengan negara-negara lain. Perjanjian ini memungkinkan Indonesia untuk bertukar informasi pajak dengan negara-negara lain untuk kepentingan penegakan hukum.

Foto : IST
Foto : IST

Contoh Kasus BEPS - 2

Kasus transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional biasanya melibatkan anak perusahaan yang berada di Indonesia dan anak perusahaan yang berada di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah. Anak perusahaan yang berada di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah akan menetapkan harga transfer yang lebih rendah daripada harga pasar. Hal ini menyebabkan keuntungan dialihkan dari Indonesia ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Salah satu contoh kasus transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional di Indonesia adalah kasus PT Adaro Indonesia. Kasus transfer pricing Adaro adalah kasus dugaan transfer pricing yang dilakukan oleh PT Adaro Indonesia, sebuah perusahaan tambang batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kasus ini pertama kali diungkap oleh Global Witness, sebuah organisasi non-pemerintah yang berfokus pada isu-isu korupsi dan transparansi.

Global Witness menuduh PT Adaro Indonesia telah melakukan transfer pricing dengan anak perusahaannya yang berada di Singapura, Coaltrade Services International. Coaltrade Services International diduga telah menetapkan harga transfer yang lebih rendah daripada harga pasar untuk penjualan batu bara kepada anak perusahaan PT Adaro Indonesia yang berada di Indonesia. Hal ini menyebabkan keuntungan dialihkan dari Indonesia ke Singapura.

Berdasarkan investigasi Global Witness, PT Adaro Indonesia telah menjual batu bara kepada Coaltrade Services International dengan harga sebesar US$100 per ton, sedangkan harga pasar batu bara pada saat itu adalah US$120 per ton. Hal ini menyebabkan PT Adaro Indonesia kehilangan potensi pendapatan sebesar US$20 per ton.

Pada tahun 2009, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia mulai melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Pada tahun 2012, DJP mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada PT Adaro Indonesia sebesar Rp1,75 triliun. PT Adaro Indonesia mengajukan banding atas SKPKB tersebut ke Pengadilan Pajak. Pada tahun 2015, Pengadilan Pajak memutuskan untuk membatalkan SKPKB tersebut. DJP kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Pada tahun 2017, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi DJP dan membatalkan putusan Pengadilan Pajak. Mahkamah Agung menyatakan bahwa PT Adaro Indonesia telah melakukan transfer pricing dan memerintahkan PT Adaro Indonesia untuk membayar pajak yang kurang dibayar sebesar Rp1,75 triliun. PT Adaro Indonesia kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung tersebut. Pada tahun 2019, Mahkamah Agung menolak PK tersebut.

Kasus transfer pricing Adaro ini telah menjadi salah satu kasus transfer pricing terbesar di Indonesia. Kasus ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki masalah dalam mengatasi kasus transfer pricing.

Sumber : suerf.org
Sumber : suerf.org

Contoh Kasus BEPS - 3

Kasus pergeseran keuntungan melalui utang di Indonesia adalah kasus di mana perusahaan multinasional meminjam uang dari anak perusahaannya yang berada di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah. Bunga pinjaman yang dibayarkan oleh anak perusahaan di Indonesia kepada anak perusahaan di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak anak perusahaan di Indonesia. Hal ini menyebabkan keuntungan dialihkan dari Indonesia ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Contoh kasus pergeseran keuntungan melalui utang di Indonesia terjadi pada PT Astra International. Pada tahun 2017, DJP Indonesia menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada PT Astra International sebesar Rp2,9 triliun. SKPKB tersebut diterbitkan karena DJP menduga PT Astra International telah melakukan pergeseran keuntungan melalui utang. DJP menduga bahwa PT Astra International telah meminjam uang dari anak perusahaannya yang berada di Singapura, Astra International Finance. Bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT Astra International kepada Astra International Finance dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak PT Astra International. Hal ini menyebabkan keuntungan dialihkan dari Indonesia ke Singapura.

PT Astra International mengajukan banding atas SKPKB tersebut ke Pengadilan Pajak. Pada tahun 2020, Pengadilan Pajak memutuskan untuk membatalkan SKPKB tersebut. DJP kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada tahun 2022, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi DJP dan membatalkan putusan Pengadilan Pajak. Mahkamah Agung menyatakan bahwa PT Astra International telah melakukan pergeseran keuntungan melalui utang dan memerintahkan PT Astra International untuk membayar pajak yang kurang dibayar sebesar Rp2,9 triliun.

Kasus pergeseran keuntungan melalui utang PT Astra International ini telah menjadi salah satu kasus pergeseran keuntungan terbesar di Indonesia. Kasus ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki masalah dalam mengatasi praktik pergeseran keuntungan oleh perusahaan multinasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun