Mohon tunggu...
Arif Sambodin
Arif Sambodin Mohon Tunggu... Insinyur - Jangan membenarkan Kebiasaan, biasakanlah bekerja dengan benar.

berusaha menghadirkan yang haq agar yang bathil musnah dengan menggemerincingkan kepingan dinar dirham di tanah borneo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bena-benua Etam ing Martadipura

25 Oktober 2019   11:44 Diperbarui: 25 Oktober 2019   12:02 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan bentuk bentuk kesejahteraan yang awal itu semuanya telah menghilang, dan telah digantikan oleh suatu struktur yang asing, dalam buku Baitul Mal Model Kesejahteraan Sosial di Zaman Rasul dan Sahabat (Pustaka Adina, 2019).

Secara bahasa, Bayt al Mal (Baitul Mal) berarti "Rumah Harta'. Asal usulnya dapat ditelusuri sejak zaman Rasul Shallahu 'alaihi wasallam, dimana perolehan harta untuk masyarkat langsung dibagikan dalam waktu segera. 

Baitul Mal, dengan demikian adalah bukan rumah untuk menumpuk harta, melainkan rumah untuk membagikan harta. Ini kemudian berkembang menjadi perbendaharan harta dalam Daulah Islam yang berkembang sejak Khalifah Pertama, Abu Bakr as Shiddiq, dalam buku Baitul Mal Model Kesejahteraan Sosial di Zaman Rasul dan Sahabat (Pustaka Adina, 2019).

Dalam Al Qur'an ada satu kata penting, yaitu Daulah, yang bermakna "pergerakan harta". Allah Subhanahu wata'ala memerintahkan agar harta diratakan sehingga tidak beredar hanya di kalangan kaum kaya saja. Baitul Mal adalah tempat untuk melakukannya -- menampung harta untuk sementara dan untuk segera dibagikan. 

Harta dalam Baitul Mal karena itu terus mengalir, dicari, dikumpulkan, dibagikan, dicari, dikumpulkan, dibagikan, demikian seterusnya. Di masa masa kemudian Baitul Mal dipimpin oleh seorang Nazhir al 'Am (Bendahara) yang ditunjuk oleh seorang Sultan. 

Ini dipisahkan dengan urusan yang menyangkut harta pribadi dan keluarganya, yang diurus oleh seorang Nazhir al Khass, yang juga ditunjuk langsung oleh Sultan, dalam buku Baitul Mal Model Kesejahteraan Sosial di Zaman Rasul dan Sahabat (Pustaka Adina, 2019).

Sebaliknya, pengelolaan Infak, Sedekah, Wakaf, dan Zakat, yang populer dalam sebutan Ziswaf di zaman ini telah pula mengalami institusionalisasi, birokratisasi, dan sistematisasi. Contohnya Zakat, ini sebagai sumber utama dari kesejahteraan yang ditentukan, telah didokumentasikan dengan baik. 

Parameternya jelas: dikumpulkan menurut tahun Hijriah atas perintah orang yang berwenang. Para pemungut zakat yang memungutnya secara langsung -- kemudian membacakan doa untuk orang yang sedang dikenakan Zakat -- menerima pembayaran dari yang dibayarkan melaluinya, serta tujuh kategori lainnya (Al Qur'an, At Taubah: 60). 

Ini didistribusikan secara lokal untuk memperkuat masyarakat. Distribusinya di antara berbagai kategori adalah sepenuhnya berdasarkan kebijaksanaan Sang 'Amir. 

Kemakmuran yang dihasilkan dari Zakat pasti sangat besar: bahkan di masa masa awal di Madinah ada banyak pedagang yang sangat kaya -- dan tentu saja Abu Bakar dan 'Umar -- mengikuti keberhasilannya dalam perdagangan, juga di antara yang terkaya dari penduduknya, dalam buku Baitul Mal Model Kesejahteraan Sosial di Zaman Rasul dan Sahabat (Pustaka Adina, 2019).

Namun, kewajiban atas Zakat yang perkasa lebih kurang telah menghilang atau telah merosot menjadi kota amal kaleng yang dipajang di dinding atau serambi pintu masuk masjid; atau ke dalam sistem pembayaran digital yang diawasi oleh bank. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun