Mohon tunggu...
Deasy Maria
Deasy Maria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

kosong\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Walau Sekolahnya di Desa, Siswa Sudah "Melek" Internet

26 Januari 2014   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_292154" align="aligncenter" width="576" caption="Awal Presentasi (Sumber: Bunda Enggar)"][/caption]

Awalnya pertanyaan demi pertanyaan yang disampaikan oleh IDKITA Kompasiana, masih ditanggapi dengan sikap diam oleh siswa dan siswi kelas 7, 8, dan 9  SMP  Negeri 2 Kalijambe Desa Donoyudan Kalijambe, Sragen. Pada Jumat, 24 Januari 2014. Mungkin masih malu-malu atau belum berani menjawab.

Untuk mendapat jawaban secara umum, pertanyaan lain kemudian dikemas agar tim IDKITA mendapat gambaran dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Semisalnya, ketika pertanyaan mengenai siapa yang belum memiliki smartphone/telepon pintar, berapa jumlah teman mereka di  facebook, apakah mereka mengenal semua temannya itu, pernahkah diganggu oleh orang yang baru dikenal dan beberapa pertanyaan lainnya. Semua siswa menjawabnya dengan mengacungkan tangan secara serentak.

Salah satu jawaban yang hampir sama ketika Tim IDKITA melakukan sosialisasi di beberapa sekolah lain, mulai tingkat SD hingga SMA, bahwa sebagain besar dari mereka dengan sengaja atau tanpa sengaja telah melihat konten pornografi yang memang sangat mudah ditemukan di internet.

Akhirnya setelah memodifikasi pertanyaan, Tim IDKITA mendapat jawaban dari siswa untuk mendapat gambaran awal sebelum materi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta dampak penyalahgunaannya disampaikan untuk menjadi perhatian siswa dan siswi untuk memproteksi diri mereka selama memanfaatkan jejaring sosial.

Presentasi dan dialogpun berjalan cukup lancar walaupun Tim IDKITA yang menempuh perjalanan dari Yogya melalui Solo  mengalami keterlambatan selama 30 menit untuk tiba di lokasi karena sempat "nyasar" dengan mengandalkan GPS navigasi Google Map. Sebenarnya ingin menggunakan aplikasi navigasi GPS yang lain, namun nama sekolah tidak ditemukan. Dari titik lokasi yang ditandai di google map dengan lokasi sekolah yang sebenarnya berjarak kurang lebih 3 KM. Untung saja perwakilan sekolah menjemput kami sehingga tidak terlalu lama mencapai lokasi sekolah.

Kegiatan di SMP  Negeri 2 Kalijambe Desa Donoyudan Kalijambe, Sragen, tempat kompasianer Johan Wahyudi mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan, adalah lokasi pertama dari 6 lokasi yang telah di persiapkan dalam rangka road show IDkita Kompasiana di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, bekerjasama dengan KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) dan PT Indosat. Kegiatan road show di wilayah ini merupakan kegiatan yang ke tiga sejak tahun 2012.

[caption id="attachment_292155" align="aligncenter" width="576" caption="Semua Siswa Mengikuti Sosialisasi (Sumber: Bunda Enggar)"]

13907220391690999663
13907220391690999663
[/caption]

Dalam presentasi dan dialog bersama siswa dan siswi, tim IDKITA yang dimotori Mas Valentino yang didampingi kompasianer Devi Citra dan Bunda Enggar Murdiasih, memberikan beberapa saran kepada mereka untuk dapat menjaga privasi serta perilaku mereka untuk terhindar dari dampak penyalahgunaan TIK yang merugikan masa depan mereka nantinya. Keamanan data, dampak pornografi, ancaman predator seks online (pedofil) dan bahaya sexting adalah beberapa materi yang disampaikan kepada siswa dan siswi.

Pengakuan siswa/siswi bahwa sebagian besar "teman" mereka di jejaring sosial, seperti Facebook sebagian besar tidak dikenal oleh mereka, menjadi kekuatiran tersendiri bagi Tim IDKITA. Seolah-olah siapa yang memiliki jumlah teman yang banyak adalah tolak ukur "lebih gaul" di jejaring sosial. Terungkap ketika ditanya berapa jumlah teman mereka di Facebook, seorang siswi menjawab bahwa temannya di Facebook lebih dari 1.000. Terbukti ketika tim IDKITA menelusuri beberapa akun dari siswi SMP ini, memang benar jumlah teman mereka antara 1.000 hingga 2.000 lebih

[caption id="attachment_292156" align="aligncenter" width="342" caption="Salah satu Siswa Bertanya Tentang Facebooknya"]

13907221201050191067
13907221201050191067
[/caption]

Dengan menyajikan beberapa fakta yang ada, akibat penyalahgunaan TIK yang berujung pada kasus-kasus pelecehan seksual (termasuk perkosaan) di kalangan anak dan remaja, banyak menimpa anak dan remaja yang terindikasi akibat dorongan setelah "sering" atau "biasa" melihat konten pornografi. Tim IDKITA menyarankan agar siswa selalu berhati-hati untuk menerima ajakan dan bujuk rayu baik oleh teman, orang dikenal apalagi  orang yang tidak mereka kenal sebelumnya.

Kepada para siswa, Tim IDKITA memohon apabila mengalami pelecehan seksual jangan segan-segan untuk melaporkan, selain kepada pihak berwajib atau lembaga pemerintah, mereka juga dapat melaporkan melalui email ke pusat aduan idkita (aduan.idkita@gmail.com), maupun komunitas lain yang menurut mereka dapat dipercaya.

Menurut pendapat Mas Valentino, setelah kegiatan tersebut kepada Tim IDKITA lainnya, bahwa pemanfaatan TIK di kalangan anak dan remaja di kota-kota penyanggah (hingga wilayah kecamatan) perlu menjadi perhatian para relawan internet sehat dan aman termasuk pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta (operator/ISP), dan khususnya orang tua dan guru. Para pelajar memang cukup melek terhadap perkembangan TIK khususnya memanfaatkan jejaring sosial, namun baru sebatas "ikut-ikutan" mengikuti trend yang berkembang seperti di  kota-kota besar di Indonesia, sehingga pemahaman adanya ancaman dari penyalahgunaan TIK kurang disadari oleh mereka apalagi oleh orang tua dan guru. Ini mungkin merupakan motivasi mengejar gaya hidup agar dianggap "gaul" dan melek TIK.

[caption id="attachment_292158" align="aligncenter" width="576" caption="Diskusi Bersama Kompasianer Solo Setelah Kegiatan (Sumber: Bunda Enggar)"]

13907222551847549742
13907222551847549742
[/caption]

Disamping itu, dalam rangka merangsang pemanfaatan TIK untuk meningkatkan bakat, ilmu dan pengetahauan anak harus dapat dirumuskan dan dapat difasilitasi oleh sekolah. Memberikan tugas-tugas sekolah kepada anak untuk dicari dinternet, sepertinya menjadi cara jitu yang diterapkan guru, seolah-olah cara inilah merupakan langkah untuk merangsang anak memanfaatkan TIK secara tepat. Padahal dalam kenyataannya, tanpa memberi pedoman dan batasan sehingga membiarkan siswa mencari sumber referensi sesukanya sendiri menyebabkan mereka terperangkap oleh sumber informasi yang salah bahkan sesat. Salah satu dampak lain yaitu menciptakan generasi plagiat (tukang contek) yang berpengaruh pada mental dan karakter mereka di masa depan.

Dalam kaitan kepedulian pada kota-kota penyanggah (sampai tingkat kecamatan), menurut Mas Valen,  pada awalanya harapan ini dapat diwujudkan ketika  program PLIK (Pusat Layanan Internet Kecamatan ) dan MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan) mulai dilaksanakan apalagi dapat dikolaborasi dengan program kominfo lainnya dalam pemberdayaan TIK. Namun dalam kenyataannya menyisakan masalah sampai hari ini.

Program yang didanai dari Universal Service Obligation (USO) ini, sesuai Permenkominfo No.5/PER/M.KOMINFO/2/2007, pungutan USO ditetapkan sebesar 1,25% dari pendapatan kotor perusahaan operator telekomunikasi. Tentu saja jumlahnya triliunan. Namun sayangnya dalam penerapannya hanya menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur tidak dibarengi dengan Capacity Building untuk memberikan pemahaman pemanfaatan TIK yang tepat bagi masyarakat dan sehingga berguna bagi mereka. Padahal Kemenkominfo sendiri memiliki banyak program lintas direktorat yang harusnya dapat saling mendukung dan melengkapi untuk menyukseskan program-program kominfo secara menyeluruh dan terpadu.

Seperti yang diberitakan The Guardian tentang pengguna twitter Indonesia, (22/10/2010), walau berita ini sudah lama tetapi menyisahkan evaluasi bagi kita semua. "How can a country where millions of people are so poor they've never even used a computer be the world's biggest user of Twitter?".

Sehingga untuk mengukur kemampuan dan daya saing masyarakat (khususnya gemerasi muda) Indonesia dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tidak semata-mata berpatokan pada angka-angka statistik jumlah pengguna media sosial semata.Walau dapat menjadi rujukan penyebaran akses internet di Indonesia dan mempercepat peran serta masyarakat dalam merespon kebijakan pemerintah melalui media sosial namun sejatinya belum menjawab harapan lainnya yang jauh lebih penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun