Mohon tunggu...
Deasy Maria
Deasy Maria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

kosong\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Walau Sekolahnya di Desa, Siswa Sudah "Melek" Internet

26 Januari 2014   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan menyajikan beberapa fakta yang ada, akibat penyalahgunaan TIK yang berujung pada kasus-kasus pelecehan seksual (termasuk perkosaan) di kalangan anak dan remaja, banyak menimpa anak dan remaja yang terindikasi akibat dorongan setelah "sering" atau "biasa" melihat konten pornografi. Tim IDKITA menyarankan agar siswa selalu berhati-hati untuk menerima ajakan dan bujuk rayu baik oleh teman, orang dikenal apalagi  orang yang tidak mereka kenal sebelumnya.

Kepada para siswa, Tim IDKITA memohon apabila mengalami pelecehan seksual jangan segan-segan untuk melaporkan, selain kepada pihak berwajib atau lembaga pemerintah, mereka juga dapat melaporkan melalui email ke pusat aduan idkita (aduan.idkita@gmail.com), maupun komunitas lain yang menurut mereka dapat dipercaya.

Menurut pendapat Mas Valentino, setelah kegiatan tersebut kepada Tim IDKITA lainnya, bahwa pemanfaatan TIK di kalangan anak dan remaja di kota-kota penyanggah (hingga wilayah kecamatan) perlu menjadi perhatian para relawan internet sehat dan aman termasuk pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta (operator/ISP), dan khususnya orang tua dan guru. Para pelajar memang cukup melek terhadap perkembangan TIK khususnya memanfaatkan jejaring sosial, namun baru sebatas "ikut-ikutan" mengikuti trend yang berkembang seperti di  kota-kota besar di Indonesia, sehingga pemahaman adanya ancaman dari penyalahgunaan TIK kurang disadari oleh mereka apalagi oleh orang tua dan guru. Ini mungkin merupakan motivasi mengejar gaya hidup agar dianggap "gaul" dan melek TIK.

[caption id="attachment_292158" align="aligncenter" width="576" caption="Diskusi Bersama Kompasianer Solo Setelah Kegiatan (Sumber: Bunda Enggar)"]

13907222551847549742
13907222551847549742
[/caption]

Disamping itu, dalam rangka merangsang pemanfaatan TIK untuk meningkatkan bakat, ilmu dan pengetahauan anak harus dapat dirumuskan dan dapat difasilitasi oleh sekolah. Memberikan tugas-tugas sekolah kepada anak untuk dicari dinternet, sepertinya menjadi cara jitu yang diterapkan guru, seolah-olah cara inilah merupakan langkah untuk merangsang anak memanfaatkan TIK secara tepat. Padahal dalam kenyataannya, tanpa memberi pedoman dan batasan sehingga membiarkan siswa mencari sumber referensi sesukanya sendiri menyebabkan mereka terperangkap oleh sumber informasi yang salah bahkan sesat. Salah satu dampak lain yaitu menciptakan generasi plagiat (tukang contek) yang berpengaruh pada mental dan karakter mereka di masa depan.

Dalam kaitan kepedulian pada kota-kota penyanggah (sampai tingkat kecamatan), menurut Mas Valen,  pada awalanya harapan ini dapat diwujudkan ketika  program PLIK (Pusat Layanan Internet Kecamatan ) dan MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan) mulai dilaksanakan apalagi dapat dikolaborasi dengan program kominfo lainnya dalam pemberdayaan TIK. Namun dalam kenyataannya menyisakan masalah sampai hari ini.

Program yang didanai dari Universal Service Obligation (USO) ini, sesuai Permenkominfo No.5/PER/M.KOMINFO/2/2007, pungutan USO ditetapkan sebesar 1,25% dari pendapatan kotor perusahaan operator telekomunikasi. Tentu saja jumlahnya triliunan. Namun sayangnya dalam penerapannya hanya menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur tidak dibarengi dengan Capacity Building untuk memberikan pemahaman pemanfaatan TIK yang tepat bagi masyarakat dan sehingga berguna bagi mereka. Padahal Kemenkominfo sendiri memiliki banyak program lintas direktorat yang harusnya dapat saling mendukung dan melengkapi untuk menyukseskan program-program kominfo secara menyeluruh dan terpadu.

Seperti yang diberitakan The Guardian tentang pengguna twitter Indonesia, (22/10/2010), walau berita ini sudah lama tetapi menyisahkan evaluasi bagi kita semua. "How can a country where millions of people are so poor they've never even used a computer be the world's biggest user of Twitter?".

Sehingga untuk mengukur kemampuan dan daya saing masyarakat (khususnya gemerasi muda) Indonesia dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tidak semata-mata berpatokan pada angka-angka statistik jumlah pengguna media sosial semata.Walau dapat menjadi rujukan penyebaran akses internet di Indonesia dan mempercepat peran serta masyarakat dalam merespon kebijakan pemerintah melalui media sosial namun sejatinya belum menjawab harapan lainnya yang jauh lebih penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun