Mohon tunggu...
Deassy M Destiani
Deassy M Destiani Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Psikologi, Pendidik, Ibu Rumah Tangga, Pebisnis Rumahan

Seorang Ibu dua anak yang suka berbagi cerita lewat tulisan..

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kisah Anak Berprestasi yang Bunuh Orang Tuanya Sendiri

7 Desember 2024   12:06 Diperbarui: 7 Desember 2024   12:06 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By : Deassy M Destiani

Beberapa waktu lalu, ada sebuah kejadian yang menyita perhatian tentang seorang anak laki-laki berprestasi usia 14 tahun yang menghabisi seluruh anggota keluarganya. Beruntung sang ibu selamat. Ayah dan nenek dari anak tersebut harus meregang nyawa dengan luka tusukan pisau yang mematikan.

Kasus ini masih ditangani pihak berwenang dan masih menyisakan tanda tanya tentang motif anak tersebut sampai hati melakukan hal keji pada orang tua kandungnya sendiri. Pelaku mengakui bahwa dia mendengar bisikan untuk melakukan hal itu. Polisi masih perlu waktu untuk memastikan penyebab peristiwa  tragis ini dari berbagai sudut pandang. Pelaku adalah anak yang masih di bawah umur sehingga perlu berhati-hati untuk menentukan langkah selanjutnya. 

Mengamati kasus yang sedang trending, saya jadi teringat sebuah kisah di tahun 2010. Bahkan kisah nyata ini telah diangkat menjadi film di Netflix tahun 2024 ini dengan judul "What Jennifer Did."

Film ini berkisah tentang kasus Jennifer Pan, seorang gadis yang dianggap sempurna namun ternyata menyimpan gangguan emosi berat dalam dirinya. Tragedi memilukan ini membuat kita diajak menyelami ke dalam arti penting pengasuhan anak antara harapan dan kenyataan.

Jennifer Pan adalah seorang anak dari pengungsi Vietnam yang menetap di Kanada. Orangtuanya berprofesi sebagai buruh, mereka menaruh harapan besar pada Jennifer untuk mengejar prestasi akademik agar nantinya bisa membawa perubahan pada kesejahteraan keluarganya.  Mereka percaya bahwa pendidikan adalah kunci kesuksesan. Untuk meraih itu,  kedua orang tuanya menerapkan disiplin yang ketat dalam mendidik Jennifer dan adiknya, Felix.

Tidak hanya urusan akademik, Jennifer juga diberikan kursus non akademik  untuk menunjang bakatnya seperti les piano, ice skating, bela diri dan juga berenang. Semua kegiatan itu dilakukan dengan penuh kedisiplinan dan menghasilkan banyak prestasi yang membanggakan kedua orangtuanya. Guru les piano Jennifer pun memberikan kesaksian bahwa Jennifer adalah murid terbaiknya yang sering meraih kejuaraan piano.

Begitu pula dengan prestasi akademiknya, ia dikenal tekun dan sering belajar hingga larut malam untuk mendapatkan nilai terbaik.  Tekanan dan harapan orang tuanya untuk menjadikan dirinya anak sukses membuatnya sering merasa cemas dan ragu. 

Namun saat dia sedang mengalami kecemasan, datanglah sosok pria di masa pubernya itu. Pria itu bernama Daniel Wong. Daniel adalah orang yang selalu ada untuknya setiap kali dia membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang tak dia dapatkan dari kedua orang tuanya.

Sejak mengenal cinta, lambat laun prestasi belajarnya menurun. Apalagi Daniel ini adalah anak bermasalah karena sering memperjualbelikan narkoba. Ketika hal ini diketahui orangtuanya, Jennifer dimarahi habis-habisan dan disuruh memilih untuk putus dari Daniel atau pergi dari rumah orang tuanya. Tentunya dengan berat hati Jennifer memilih untuk putus dengan Daniel meski dia sangat kecewa dengan sikap orang tuanya.

Puncaknya adalah Jennifer mulai berbohong tentang nilai yang dia dapatkan di sekolah. Prestasinya yang menurun tidak dijelaskan pada orang tuanya. Bahkan dia membohongi orang tuanya dengan rapot palsu menggunakan photoshop dengan nilai yang fantastis di dalamnya. Nilai rapot yang harusnya mendapat B, dia ganti menjadi A semua. Hal ini dia lakukan karena tidak mau dimarahi ibunya. Buat ibunya nilai B itu adalah aib, sehingga nilai itu harus A.

Setelah lulus SMA, orangtuanya meminta Jennifer masuk ke kedokteran. Hanya saja Jennifer tidak mau karena merasa tidak mampu. Akhirnya orangtuanya meminta masuk ke jurusan farmasi di Ryerson University Toronto. Faktanya, Jennifer selama 4 tahun tidak pernah berkuliah disana.

 Dia hanya pergi ke kota itu diantar ayahnya,  tapi tidak benar-benar kuliah disana. Jennifer hanya masuk ke perpustakaan lalu pulang. Dia bahkan membuat ijasah palsu dari kampus tersebut dan ibunya percaya bahwa dia lulus dengan nilai terbaik.

Jauh di lubuk hatinya, Jennifer ternyata masih menyimpan cinta untuk Daniel Wong. Suatu hari Jennifer kedapatan masih telpon dan berkirim teks dengan Daniel. Orang tuanya murka dan semakin memberlakukan aturan ketat kepada putrinya yang telah dewasa itu. Segala bentuk komunikasi dan kebebasan pribadi, termasuk penggunaan telepon seluler dan komputer, dilarang.  Bahkan, pergerakan mobilnya pun diawasi melalui odometer.

Jennifer yang merasa kesepian dan putus asa dipertemukan dengan Andrew Montemayor, seorang teman lama dari masa sekolah dasar, dan mulai merenungkan cara untuk melepaskan diri dari belenggu tekanan yang dirasakannya. Menurutnya, ayahnya yang otoriter  adalah penghambat dia untuk menjalin kasih kembali dengan Daniel.

Jennifer dan Montemayor, bersama dengan teman sekamar Montemayor, Ricardo Duncan, mulai menyusun rencana yang pada awalnya hanya dimaksudkan sebagai "pelajaran" bagi orangtuanya yang dianggap terlalu mengekang.Ternyata "pelajaran" itu tidak jadi mereka lakukan karena Montemayor tidak mau mengambil resiko. Akhirnya hubungan Jennifer  dengan Montemayor berakhir. 

Jennifer kembali mendekati Daniel, dan bersama-sama mereka mempertimbangkan untuk menyewa orang yang bisa memberikan 'pelajaran' kepada orangtuanya. 

Dalam skema yang semakin rumit, Daniel memberikan Jennifer sebuah ponsel baru dan menghubungkannya dengan Lenford "Homeboy" Crawford, yang menuntut pembayaran sebesar 10 ribu dolar Kanada untuk tugas yang pada awalnya tidak jelas.

Tanpa disadari, rencana tersebut berkembang menjadi plot pembunuhan yang mengerikan. Pada suatu malam di bulan November tahun 2010, sekitar pukul 21.30, Crawford bersama dengan Mylvaganam dan Eric Carty, memasuki rumah keluarga Pan. Mereka datang bersenjata dan siap untuk melaksanakan rencana yang telah disusun. Jennifer membukakan pintu depan sehingga teman-temannya itu bisa leluasa masuk rumahnya sementara dia menunggu di kamarnya seolah tak tahu apa-apa.

Ayahnya ditembak dua kali, termasuk di wajah, sementara Ibunya ditembak tiga kali di kepala dan meninggal di tempat. Sesaat sebelum tewas, ibunya sempat berteriak. "Jangan sakiti anakku."  Sangat tragis padahal yang merencanakan semua itu adalah anak kandungnya sendiri.

Awalnya polisi kebingungan mencari motif dari pelaku penembakan misterius itu. Secara ajaib, Hann sang ayah  berhasil selamat dan mengingat setiap detail dari peristiwa tragis yang hampir merenggut nyawanya. Hann kemudian menceritakan bahwa Jennifer ada di tempat kejadian dan berbicara dengan pelaku penembakan seolah sudah akrab dan dekat. 

Padahal setelah penembakan, Jennifer menelpon 911 untuk meminta pertolongan seolah dia juga menjadi korban di rumahnya itu.

Empat tahun kemudian, pada tahun 2014, kasus ini dibawa ke pengadilan. Saat vonis bersalah diucapkan, Jennifer menunjukkan ketenangan yang mencengangkan, tanpa emosi yang terlihat. 

Namun, ketika ruang sidang mulai sepi dari awak media, dia menangis dan gemetar, tak mampu menahan beban emosional yang dialaminya. Dengan tuduhan pembunuhan tingkat pertama, Jennifer dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kesempatan pembebasan bersyarat.  Pada saat kejadian, usia Jennifer adalah 24 tahun. Jadi ketika fim ini ditayangkan usia Jennifer sekitar 38 tahun. 

Melalui kisah yang memilukan ini, kita diingatkan bahwa tekanan dan harapan berlebihan pada anak bisa memiliki konsekuensi yang fatal. Jennifer merasa tertekan oleh harapan tinggi orangtua padanya yang ternyata semakin hari semakin sulit untuk diraih. Bertahun -tahun tekanan akademik dan emosi yang bertumpuk membuatnya sampai harus berbohong, membenci orang tuanya hingga dendam yang berakibat menghancurkan keluarga dan dirinya sendiri. 

Tetangga Jennifer tak ada yang percaya bahwa anak ini merencakan pembunuhan orang tuanya. Keluarga mereka adalah keluarga baik-baik saja dan harmonis. Begitulah tampilan di luar terkadang tidak bisa menggambarkan apa yang terjadi sesungguhnya. 

Masa kecil bagi Jennifer adalah masa emasnya kala dia bisa berprestasi sesuai harapan orang tua. Namun saat sudah remaja dan dewasa ada hal-hal yang luput dipahami orang tuanya. Pendekatan terhadap anak seharusnya sudah berbeda. Anak-anak yang bermasalah biasanya muncul dari anak -anak yang tidak dipenuhi hak-haknya. Ada 4 hak anak yang harus dipenuhi orang tua yaitu hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak partisipasi. 

Jika hak anak tidak terpenuhi maka anak cenderung kehilangan harapan. Anak yang kehilangan harapan hanya melihat semua situasi dari sudut pandang negatif. Emosi negatif yang muncul kemudian mendorongnya untuk menyalahkan keadaan bukan berdamai dengan keadaan. Akhirnya perilaku anak menjadi putus asa, daya juang rendah dan bahkan bisa nekad mengakhiri hidupnya sendiri atau orang yang dianggapnya membuatnya kehilangan harapan. 

Kasus Jennifer Pan bukan hanya sebuah cerita, tetapi juga pelajaran berharga tentang pentingnya pola asuh yang tepat bagi anak sesuai usia perkembangannya. Kini, Jennifer harus menanggung perbuatannya. Bahkan sang ayah diberikan perintah untuk tidak melakukan kontak terhadapnya. Jennifer menjadi sebatang kara, bahkan terkurung seumur hidup di penjara. Sungguh memilukan. 

Tulisan ini saya buat sebagai pengingat, sudahkan saya memberikan hak anak sebelum saya minta mereka memenuhi kewajibannya? Menjadi orang tua bukanlah pekerjaan mudah, namun semuanya akan menjadi indah apabila tahu hak dan kewajibannya masing-masing. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun