Mohon tunggu...
Deassy M Destiani
Deassy M Destiani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, Penulis, Pebisnis Rumahan

Seorang Ibu dua anak yang suka berbagi cerita lewat tulisan..

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hantu Distruptif Pendidik Generasi Internet

29 November 2017   16:01 Diperbarui: 28 Maret 2018   13:35 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

By : Deassy M Destiani

Akhir-akhir ini, linimasa di dunia maya seringkali menyebut sebuah kata baru "distruptif". Mahluk apakah distruptif itu sebenarnya ? Distruptif adalah sebuah gangguan atau kekuatan pengganggu yang tak terlihat tetapi memiliki kekuatan pengaruh yang luar biasa. Jadi seperti hantu. Tidak kelihatan tetapi menakutkan dan membuat gemetaran. Distruptif dalam sisi bisnis sudah banyak yang membahas. Salah satu contoh adalah makin banyaknya bisnis yang dihancurkan oleh inovasi baru. Nokia tergeser oleh teknologi android. Ojek berganti dengan transportasi online, Mall berganti dengan market place seperti Lazada, Buka Lapak, Ali Baba dll.

Bagaimana distruptif dalam bidang pendidikan? Tanggal 25 November lalu, kita memperingati hari guru nasional. Tugas guru/pendidik di era destruptif ini makin kompleks. Jika Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa ada Tripusat atau Trisentra Pendidikan yang saling menguatkan yaitu Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, maka di era distruptif ini menjadi lebih kompleks. Masuknya dunia maya sebagai distruptif atau pengganggu tatanan yang sudah ada membuat pendidik/guru harus belajar lebih banyak lagi. 

Jadi Tripusat Pendidikan ala Ki Hajar Dewantara telah terdistruptif menjadi Caturpusat Pendidikan.  Sebagai orangtua/pendidik zaman sekarang maka sudah seharusnya memahami empat dimensi penting dalam mendidik anak, yaitu :

1. Bagaimana peran keluarganya dalam mendidik anak

2. Berapa lama frekwensi anak akses dengan dunia maya

3. Bagaimana kebijakan Sekolahnya

4. Bagaimana peran/pengaruh Masyarakat di sekitar anak termasuk teman sebaya anak

Teman sebaya puya faktor yang besar dalam membentuk kepribadian anak. Pada era distruptif ini, anak seringkali lebih mendengarkan rekomendasi dan nasihat dari temannya dibandingkan dengan orangtua atau gurunya.  Begitupun dengan dunia maya. Gawai yang semakin terjangkau, akses internet yang makin mudah baik itu di ruang publik, sekolah maupun di rumah membuat anak sering terhubung dengan dunia maya. Jika dulu ada PR harus buka buku, sekarang tinggal bilang google. Jika dulu tugas kliping harus mencari di koran dan mengguntingnya, sekarang tinggal cari beritanya di media  online dan langsung di print.  

Era distruptif ini adalah era tumbangnya kesakralan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Guru yang mendisplinkan anak malah dilaporkan telah menodai hak anak. Peristiwa anak yang tega memperkarakan warisan orangtuannya kerap terjadi.  Orangtua menjadi budak untuk anaknya sendiri. Dulu saya pernah menulis tentang MEMBASMI GENERASI HOME SERVICE.  Tanpa sadar orangtualah yang membuat itu terjadi. Anak tidak pernah diajarkan etika. Ketika anak mulai membentak, melotot, menyuruh bahkan memukul orangtuanya dibiarkan saja. Padahal zaman dulu tidak ada anak yang berani menatap apalagi melawan orangtua atau gurunya.  

Masyarakat juga semakin tidak peduli. Semuanya hanya memikirkan diri sendiri.  Biar saja anak itu membunuh anak orang lain, biar saja anak itu melukai anak orang lain yang penting bukan anak saya. Padahal fenomena itu seperti bom waktu. Jika Anda ingin lingkungan Anda baik, maka Anda bukan hanya berharap dan berdoa saja, tapi Anda harus bertindak, punya andil dalam memelihara lingkungan dari pengaruh negatif perkembangan zaman.

Katanya punya jabatan, katanya orang kaya, katanya orang pintar, katanya orang soleh. Tetapi buat apa semua itu jika Anda tidak peduli dengan lingkungan Anda. Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling memberikan manfaat untuk orang lain. Sudahkah Anda menjadi salah satunya? Minimal untuk lingkungan di daerah rumah Anda.

Kita semua adalah guru. Kita semua adalah pendidik. Guru zaman now harus menyiapkan diri untuk berhadapan dengan kekuatan yang tak terlihat yaitu dunia maya. Kekuatan ini bisa hadir kapanpun dan dimanapun selama anak akses internet. Lihatlah contoh anak yang menjadi selebgram, folowernya banyak tetapi umunya menapilkan sosok yang tidak patut untuk diteladani. Pakaian, dandanan serta perilakunya mengajak anak untuk tampil seperti idolanya. Jika guru atau orangtua tidak memberikan pemahaman dasar tentang perilaku yang baik maka bukan hal sulit bagi anak untuk meniru idolanya.

Silahkan sekarang Anda hitung, berapa banyak anak yang lebih senang berkawan dengan para guru dan orangtuanya dibanding dengan berkawan pada dunia maya serta teman sebaya? Bukankah guru dan orangtuanya sendiri pun lebih akrab dengan dunia maya? Saya pernah menemukan guru les yang datang ke rumah ketika mengajar anak dia bertanya pada google untuk jawabannya. Guru les ini tidak percaya dengan ilmu yang diajarkan gurunya di tempat kuliah. Dia lebih memilih bertanya pada google daripada menggunakan ilmu yang diberikan dosennya. 

Anak-anak di era distruptif ini adalah anak-anak yang punya karakteristik 3B,  Bebas Belajar, Bebas Bekerja dan Bebas  Berbisnis. Suatu hari nanti bisa saja sekolah itu tidak membutuhkan gedung. Anak-anak bebas belajar dari rumah masing-masing. Memilih mata pelajaran yang mereka suka lalu menjadi ahlinya.  Mereka juga bebas bekerja karena era pasar bebas siapapun boleh masuk bahkan ke luar negeri sekalipun.  Dampaknya adalah persaingan yang makin berat. Mereka harus siap bersaing dengan negara tetangga. Namun mereka juga bebas berbisnis. Karena bisnis bisa dimulai bahkan sebelum mereka duduk di sekolah menengah. Sudah banyak contoh anak-anak yang menjadi jutawan dan milyarder ketika usianya masih belasan tahun.

Lalu langkah apa yang harus dilakukan pendidik/orangtua dan masyarakat dalam menghadapi era distruptif ini ? Apakah perlu menjauhkan internet dari anak? Generasi anak-anak kita adalah mereka yang masuk pada generasi Z dan generasi Alpha. Salah satu ciri dari generasi Z dan Alpha ini adalah mereka yang telah terpapar gencarnya perkembangan teknologi. Jadi hal ini tidak bisa dihindari tetapi harus dihadapi dengan bijak.

Generasi Z dan Generasi Alpha dalam pembelajarannya hampir 90% menggunakan teknologi terkini. Sejatinya teknologi itu sendiri bersifat netral. Positif atau negatif tergantung pemanfaatannya.   Guru di sekolah memberikan tugas untuk akses internet. Anak-anak bisa belajar sambil nonton youtube, chating di instagram sambil membuka google terkait dengan materi pelajaran. Ngobrol sama teman di grup chat terkait tugas dan PR. Bahkan tak jarang tukar-tukaran jawaban. Padahal generasi X dan Y  yang menjadi orangtuanya tidak pernah melakukan  dan mengalami itu. Inilah yang seringkali menjadi sumber pertengkaran.  

Kesalahan yang sering dilakukan guru, orangtua dan masyarakat zaman sekarang adalah :

  • Banyak anak kurang stimulasi, ketika repot orangtua/pendidik mengandalkan gawai, TV dan sarana digital lainnya untuk pengasuhan. Padahal gawai itu bukan media untuk mengasuh anak.
  • Jika diberikan gawai orangtua dan pendidik juga tidak membatasi. Di rumah bebas berinternet dengan hotspot, di sekolah anak boleh membawa gawai. Mereka memberikan akses internet tanpa batas dan tahu apa yang di akses.
  • Pendidik dan orangtua gagal mendengarkan. Orang dewasa inginnya didengarkan akhirnya anak melampiaskan bercerita pada orang yang salah (chating FB, kenalan di dunia maya dll). Akhirnya berpotensi pada kejahatan seksual. Anak-anak berkenalan dengan predator seks di dunia maya.

Solusinya adalah, cobalah sediakan waktu untuk anak. Banyak orangtua sibuk mencari nafkah, namun  sangat sedikit yang meluangkan waktu bersama anak.  Terkadang boarding School menjadi pilihan agar ortu fokus mencari nafkah, anak dididik di asrama. Akhirnya anak lebih betah di asrama daripada di rumahnya yang terasa sepi. Ada tapi tiada.  Anak membutuhkan kedekatan emosi dan fisik selain materi. Kehadiran Anda jauh lebih berharga daripada segepok uang yang setiap bulan Anda berikan.

Selain itu jadilah orangtua  dan pendidik yang konsisten. Jangan sampai aturan bisa mudah berubah tergantung mood orangtua. Terkadang antara ayah dan Ibu berbeda aturan yang membuat anak bingung harus mengikuti yang mana.

Terakhir, jangan abaikan kata hati. Seorang pendidik baik itu orangtua maupun guru pastinya punya kepekaan yang tajam tentang anaknya. Jika ada sesuatu yang berubah atau berbeda dari anak segera cari tahu sebelum anak terlibat masalah lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun